Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17: Survivor

BRAK! KRAK!

"Merunduk!"

Suara Minho menginterupsi. Sesegera mungkin mereka ikuti perintah pemuda tersebut. Sebelum akhirnya, tembakan terdengar dengan suara Ropen yang melengking memenuhi indera pendengaran. Darah terciprat pada dinding dan suara dentuman terdengar setelahnya.

Minho mendecak kecil, menyadari bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi sebentar lagi. Ia baru saja membunuh salah satu makhluk itu yang tiba-tiba memecahkan kaca jendela dan hendak menyerang kelompoknya. Itu spontan Minho lakukan. Jika tidak, akan ada satu nyawa menghilang saat itu.

Nyawa Jeongin yang berdiri tepat di hadapan Ropen yang hendak menerobos masuk.

"Je, kau tidak apa-apa?!"

Yang dimaksud mulai menjatuhkan tubuhnya, terduduk di lantai efek terkejut bukan main.

"Je?"

"Jangan mendekat!"

Jeongin tentu tidak baik-baik saja. Bisa dilihat dari bagaimana gemetarnya tubuh lelaki muda itu, membuat semuanya berkerut keheranan. Chan coba raih pundak Jeongin untuk menenangkan, namun pemuda tersebut justru menepisnya. Rasa heran semakin kentara mereka rasakan.

Sejauh mereka mengenal Jeongin, pemuda Yang itu sama sekali tak pernah terlihat gentar akan sesuatu. Alih-alih ketakutan, ia justru selalu menenangkan yang lain kala dilanda kepanikan.

"Maaf...," ringis Jeongin pelan. Ia masih memeluk tubuhnya sendiri dan mengabaikan tatapan khawatir dari orang-orang di sana. "Maafkan aku. Maaf."

Kilatan memori buruk itu kembali merasuki pikirannya, seolah menarik paksa pemuda malang tersebut untuk kembali jatuh pada jurang yang sudah ia daki dengan tenaganya sendiri. Jeongin terus-menerus mengucapkan kalimat maaf tak berarti, mengatakan bahwa ia akan menjadi anak baik yang tak akan melawan. Mimpi buruknya kembali.

"Tidak apa-apa, Je. Tidak apa-apa." Han coba merengkuh tubuh Jeongin ke dalam pelukannya. Awalnya Jeongin meronta, namun lambat-laun ia terdiam seiring usapan pada punggungnya Han lakukan guna salurkan rasa tenang. "Kau anak yang baik. Tidak akan ada yang melakukan hal buruk lagi padamu."

BRAK! BRAK!

Suara benturan yang terus-menerus berdatangan itu mengalihkan atensi mereka dari Jeongin. Dapat dilihat jika para Ropen telah bertengger pada dinding luar dari bangunan tersebut. Semakin lama semakin banyak berdatangan. Paruh tajam milik mereka digunakan untuk merusak dinding secara paksa, membuat bangunan itu bergetar tanda akan segera runtuh.

Felix bingung. Ia kehabisan akal untuk mengarahkan mereka semua. Terutama saat ini psikis Jeongin terlihat tidak baik-baik saja. Mereka terjebak.

Andaikan ada Seungmin.

"Jika begini, satu-satunya cara adalah membunuh semua Ropen itu, kan?"

"Kau gila?!"

Han tertawa pelan. "Kapan memangnya aku tidak gila?"

Seperkian detik berikutnya, manik kelabu milik Han mulai terlihat bersinar tanda jika kekuatannya tengah aktif. Sekali lagi ia berikan tepukan pada puncak kepala Jeongin, sebelum akhirnya melepaskan pelukannya untuk melakukan persiapan dalam menyerang para Ropen tersebut.

Retakan terlihat di lantai ketika Han tengah memasang kuda-kuda. Manik matanya fokus menatap siluet para Ropen yang terus berusaha menghancurkan bangunan tersebut dengan paruh mereka. Ia melompat naik pada jendela di belakang Jeongin, kemudian menjadikannya pijakan untuk kembali melompat keluar menghampiri salah satu Ropen yang bertengger tak jauh dari sana.

Han tendang Ropen itu tepat di kepalanya, membuat monster tersebut tumbang, sebelum akhirnya kembali melompat ke arah Ropen lain dengan menggunakan Ropen sebelumnya sebagai batu pijakan. Ia melakukan hal yang sama beberapa kali hingga beberapa Ropen tumbang akibat tendangan darinya. Ropen yang tersisa mencoba untuk menyerangnya bersamaan, namun Han bisa menghindarinya dengan begitu mudah. Melompat ke kanan dan kiri layaknya seekor tupai yang lincah, kemudian memukul dan menendang Ropen yang ada di jangkauan.

Seperti yang diketahui, kemampuan Betelgeuse adalah menambahkan kekuatan fisik dari wadah-nya. Yang artinya, Han bisa mengalahkan para monster hanya dengan tangan kosong. Walaupun sebenarnya petarung jarak dekat pasti mendapatkan lebih banyak resiko dibanding dengan petarung jarak jauh seperti Chan maupun Felix.

"Aku tidak pernah tahu dia bisa bertarung dengan sangat baik," celetuk Changbin yang kagum pada kelihaian Han di luar sana.

"Ini bukan waktunya terkagum-kagum, Bin." Chan mendesis kecil. Ia pun turut melompat keluar dari jendela untuk membantu Han di luar sana.

Felix mendelik sinis. "Dasar sok keren." dan ikut melompat keluar bersama dengan Minho.

Sedangkan Yongbok, Jeongin, Hyunjin, dan Changbin hanya diam di dalam karena tahu jika mereka akan merepotkan andai turut turun.

Chan memfokuskan mana seiring mata biru miliknya mulai bersinar. Begitu pula dengan Minho yang telah memunculkan senapannya kembali dan Felix yang telah memanggil Phoenix miliknya. Fokus para Ropen mulai terbagi dari Han yang masih senantiasa melompat dan memukul dengan ringan.

Mereka bergantian terbang melesat ke arah Felix, Chan, dan Minho guna lukai ketiga pemuda tersebut. Namun tubuh para Ropen seketika hangus akibat api yang Phoenix keluarkan untuk melindungi tuannya. Sedangkan Chan mulai membekukan Ropen-Ropen itu dengan kekuatannya dan Minho menembak dengan senapan yang ia genggam.

Bodoh. Pikir Felix seraya melihat tubuh monster-monster itu yang mulai berjatuhan.

Masih banyak Ropen yang tersisa. Bahkan semakin banyak dari mereka yang mulai berdatangan, membuat keempat pemuda itu kepayahan. Han telah lebih dulu merasakan lelah. Ia melompat mundur untuk berlindung di balik ketiga pemuda lainnya. Semata-mata untuk beristirahat sejenak agar stamina miliknya sedikit bertambah. Meskipun kekuatan Betelgeuse adalah menambahkan kekuatan fisik, percuma saja jika tidak dibantu dengan stamina yang memadai. Itulah kenapa, Han selalu melatih tubuhnya agar stamina yang ia miliki cukup seimbang dengan kekuatan milik roh yang bersemayam dalam tubuhnya.

"Kau lelah?" Felix bertanya seraya melirik Han. Fokusnya masih tertuju pada Ropen yang menyerang dengan brutal. "Kembali lah ke dalam gedung untuk beristirahat."

Han mendengkus tak terima. "Tidak." Ia kembali fokuskan mana-nya untuk lanjut melawan Ropen yang telah terbang ke arahnya.

Keringat mulai mengucur dengan deras dari pelipis itu seiring Han kembali bergerak memukul. Hingga detik di mana salah satu Ropen berhasil menghindar dari pukulannya dan menggores pergelangan tangan pemuda itu.

"AKH!" Han memekik nyaring ketika merasakan perih yang menjalar pada lengannya. Darah mulai keluar akibat luka dari paruh tajam milik sang Ropen.

"Sudah kubilang, istirahatlah jika lelah!" fokus Felix buyar mendengar teriakan dari Han. Ia coba untuk bantu, namun terhalang dengan Ropen lain yang juga menyerangnya.

Begitu pula dengan Minho dan Chan. Tak ada dari mereka yang bisa membantu Han untuk membunuh satu Ropen itu karena fokus dengan Ropen lain yang tak henti-hentinya menyerang.

Sekali lagi, Ropen yang menjadi lawan bagi Han mulai memberikan ancang-ancang untuk kembali melesat. Han lengah. Ia hanya mampu melompat kemudian jatuh berguling untuk menghindar dari cakar sang monster yang mengincarnya. Deru nafas Han terdengar begitu cepat, pertanda bahwa pasokan udara pada paru-parunya mulai semakin berkurang.

"BOCAH, DI BELAKANGMU!"

Suara lantang dari seseorang membuat semuanya menoleh. Tak lama dari teriakan itu, ratusan belati dari darah mulai menyerang tanpa ampun hingga menusuk dan membinasakan hampir seluruh Ropen yang ada di sana. Chan segera melompat untuk membawa tubuh Han yang terjatuh. Belati-belati itu menyerang tanpa memandang lawan maupun kawan. Sehingga mau tak mau, mereka yang ada di luar sana pun harus menghindar dari serangan agar tak berakhir seperti para monster yang mati.

Felix memicingkan matanya kala serangan dari belati itu mulai berhenti. Ia tolehkan kepalanya untuk menatap tajam Hwang Hyunjin di dalam gedung. Felix tahu siapa pemilik kekuatan tersebut. Itu Hyunjin. Seseorang yang mampu mengontrol darah untuk dijadikan senjata hanyalah dia seorang. Mengingat pertama kali kekuatan itu bangkit saat Han dilempar oleh monster bermata satu.

"Kontrol kekuatanmu, Hwang Hyunjin! Kau ingin membunuhku?!" sarkas Felix pada Hyunjin yang tengah menatap dirinya dengan dingin dari atas sana. "Apa lihat-lihat?!"

"Berhenti mengoceh. Kau berisik sekali," perintah pemuda Hwang itu, terdengar mengintimidasi.

"Hei, Sam! Kenapa kau tidak turun? Kekuatanmu 'kan sudah bangkit?"

Hyunjin mendecak. Mau tak mau, ia mulai melompat turun melalui jendela yang sama untuk menghampiri teman-temannya yang lain. "Aku pasti sudah turun jika memang tahu bagaimana menggunakannya, bodoh. Si Hyunjin ini tampaknya benar-benar menyukaimu. Bagaimana bisa kekuatannya muncul hanya karena melihatmu dalam bahaya?"

"Oh ayolah." Han terkekeh samar. Ia turun dari gendongan Chan ketika teman dekatnya tersebut telah sampai di sampingnya. "Aku tahu kau juga menyukaiku."

"Tidak. Aku tidak pernah menyukaimu." Pandangan si pemuda terfokus pada beberapa Ropen yang tersisa. Hanya dua puluh ekor, dan tak ada pertanda kawanannya akan muncul kembali. "Kau sendiri tahu hanya Jin-ie, Chrisie, dan Hyunjin yang menyukaimu."

"Bagaimana dengan Kastara?"

Hyunjin menggerakkan tangannya untuk kembali membentuk belati dari darah para Ropen yang tumbang. "Dia yang paling tidak menyukaimu."

Belati-belati tersebut mulai kembali menghujami ropen yang tersisa sehingga tak ada satupun dari mereka yang mampu menyerang lagi dengan kuku tajamnya. Kali ini Chan terkagum. Dibanding dengan dirinya yang masih kesulitan mengatur dan membentuk es, Hyunjin tampak begitu mahir dalam menggunakan kekuatannya. Padahal seingat Chan, pemuda Hwang itu selalu diam seolah tak mengerti bagaimana mengeluarkan kekuatan dari roh yang ada di dalam dirinya.

Setelah memastikan tak ada Ropen yang tersisa, Changbin segera keluar dari gedung tersebut. Diikuti oleh Yongbok yang tampak membantu Jeongin berjalan. Bisa dilihat wajah Jeongin begitu pucat entah karena apa.

"Masih belum merasa baik?" Han hampiri Jeongin yang tubuhnya masih terlihat gemetar walau hanya sedikit.

"Han, tanganmu terluka." Changbin memutus obrolan tersebut setelah melihat darah pada lengan Han belum juga terhenti. Ia meringis sesaat. Luka gores itu tampak terlihat begitu dalam. Robekannya sampai pada lapisan kulit terdalam sampai-sampai Changbin bisa lihat dagingnya. "Biar ku obati terlebih dahulu," pintanya yang segera dijawab oleh anggukkan kepala dari yang lebih muda.

Han tentu saja menurut. Luka di tangannya tidak main-main. Sangat dalam. Ia bisa rasakan ngilu yang teramat sangat di sana. Untungnya luka itu tidak benar-benar merobek daging hingga ke tulangnya. Jika begitu, bisa dipastikan lengannya putus.

Changbin mulai meletakkan tas yang ia bawa. Tas berisi obat dan perlengkapan untuk pertolongan pertama. Dengan cekatan, ia ambil botol air yang dibawanya, membasahi kain dengan air tersebut, sebelum akhirnya membersihkan darah pada luka yang terbuka di lengan Han. Setelah dirasa darah tak lagi keluar dari luka tersebut, Changbin mulai meneteskan Povidone Iodine. Walaupun mungkin tidak berefek lebih, tapi Changbin pikir obat tersebut dapat setidaknya mencegah darah untuk terus keluar. Han tentu terus-menerus merengek dan mengoceh betapa sakitnya luka tersebut kala cairan demi cairan mulai menyapa. Ia bahkan hampir memukul kepala Changbin andaikan tak sadar jika pemuda Seo itu lah yang membantunya mengobati luka. Sentuhan terakhir, Changbin menutupnya dengan perban yang cukup tebal.

"Bukankah lukanya terlalu dalam?" tanya Yongbok setelah beberapa saat memperhatikan luka yang coba Changbin obati. Ekspresi ngeri terpatri begitu jelas di wajah rupawan miliknya. "Aku sampai bisa merasakan ngilunya," sambung si pemuda seraya bergidik.

Changbin mengangguk menyetujui ucapan dari Yongbok. "Aku rasa Han tidak akan bisa menggunakan tangannya untuk beberapa hari sampai lukanya membaik."

"Tidak bisa? Jika begitu, bagaimana caranya aku bertarung?"

Felix memukul pelan kepala Han dengan botol air mineral yang digenggamnya. "Kau punya tujuh orang yang bisa di andalkan. Delapan dengan Seungmin."

"Felix benar." Kali ini Chan menyetujui. "Kau tadi bahkan melompat keluar sendirian. Itu berbahaya sekali. Bagaimana jika para Ropen itu segera melesat ke arahmu begitu kau keluar?"

"Mau bagaimana lagi? Kita tidak akan bisa keluar dari kondisi tersebut jika tidak seperti itu," ucap Han mencoba mencari alasan.

"Aku tahu, Han. Tapi setidaknya, kita susun strategi terlebih dahulu. Jangan seperti itu lagi. Sangat berbahaya."

Han kalah telak. Ia tak bisa lagi membantah ucapan yang paling tua walaupun ingin. Berujung dengan mengangguk patuh dan cemberut tanda tak terima.

"Kita lanjutkan perjalanannya? Atau menginap di dalam gedung itu?"

"Lebih baik dilanjutkan saja. Kak Felix bilang jika daerah ini dekat dengan sarang Ropen. Kita tidak tahu kapan kawanan itu akan datang lagi," usul Yongbok.

Yang lain tampaknya menyetujui usulan tersebut. Hari masih siang, mereka tentu bisa melanjutkan perjalanan hingga beberapa jam lagi untuk mencari tempat bermalam yang benar-benar aman. Jika tetap berada di sini, tentu mereka pun tak tahu apakah akan ada Ropen lain yang akan menyerbu, atau justru monster dengan level lebih tinggi yang datang.

Han Jisung

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro