Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

14: Survivor

BRUK!

"Sakit!"

Felix mengaduh kesakitan. Ia raup udara di sekitar dengan rakus, mengabaikan punggungnya yang terasa retak karena membentur kembali benda keras. Dengan sisa tenaganya, ia coba buat tubuh itu berdiri meski cukup kesusahan. Pandangan si pemuda mengedar ke sekeliling, menilik setiap sudut dari tempat di mana ia berada.

Tidak ada Minotour di sana.

Atau tanah penuh bebatuan bekas reruntuhan.

Sepanjang netra memandang, Felix hanya mendapati dinding ber-cat putih dengan banyaknya ruang berjajar serta kursi di dekat sana. Keningnya berkerut heran. Ia heran, tentu saja.

Di mana sekarang ia berada?

"Seungmin? Changbin?" panggil si pemuda kemudian ketika sadar bahwa kedua adam itu berada di depannya, tidur terlentang di dinginnya lantai sembari menatap langit-langit lorong dengan penuh syukur.

"Seungmin, setelah dipikir lagi, tidak bisakah kau berpindah dengan santai? Maksudku, buatlah pendaratan yang enak."

Seungmin mendelik tak suka. "Andaikan bisa, aku sudah lakukan itu sedaritadi." Perlahan ia bangkit dari tidur terlentangnya dan menatap Felix yang masih kebingungan. "Syukurlah kekuatanku datang tepat waktu."

"Maksudmu, kau yang melakukan itu? Teleportasi?"

Ia mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Felix. Senyum tipisnya perlahan muncul. Ia senang Felix tak terluka parah. "Kupikir sekarang kita berada di rumah sakit?" pandangan Seungmin beralih pada sekitar. "Interior-nya mirip sekali."

"Kau benar. Tapi bukankah rumah sakit ini terlihat menyeramkan? Walaupun bangunannya masih utuh."

Mereka menyetujui ucapan Changbin. Rumah sakit ini terlihat cukup menyeramkan. Tak ada lampu yang meneranginya. Ditambah juga barang yang jatuh berserakan dimana-mana. Belum lagi retakan pada dinding yang menambah kesan mengerikan. Persis seperti film horror. Mereka jadi bergidik karenanya.

Bagaimana jika nanti ada monster di sana?

Seungmin masih belum bisa mengontrol kekuatannya meski ia sudah tahu apa kekuatannya tersebut. Ia mengeluarkannya tiba-tiba saat melihat Felix hampir terbunuh oleh Minotour. Bahkan Seungmin belum bertemu dengan roh yang bersemayam di dalam tubuhnya. Ia tak paham bagaimana caranya mengeluarkan kekuatan tersebut.

"Apa darahnya sudah berhenti, Min?" sembari melangkah maju menyusuri lorong rumah sakit tersebut, Changbin bertanya. Tatapannya terlihat khawatir menatap kain yang diikatkan pada lengan pemuda tersebut. Kainnya telah kotor oleh darah.

Seungmin menggeleng. Ia sampai lupa jika darah di lengannya sama sekali tak berhenti karena terlalu fokus pada keadaan sekitar. Pantas saja tubuhnya terasa sedikit lemas.

Gelengan tersebut berhasil menarik seluruh perhatian Felix yang sebelumnya tampak tak acuh. Ia semakin mendekat pada Seungmin untuk melihat lengan si pemuda yang terluka. Benar apa yang dikatakan Seungmin. Darah itu terus merembes keluar padahal kain tersebut sudah diikat cukup kuat.

"Seungmin itu penderita hemofilia, Lix. Kau tahu penyakit itu? Darah yang keluar dari penderitanya sulit membeku," jelas Changbin setelah berhasil menangkap gurat heran di wajah pemuda Lee tersebut.

"Memangnya ada penyakit seperti itu?" pertanyaan tak terduga dari Felix, membuat Changbin maupun Seungmin tertawa renyah ketika melihat raut wajah pada pemuda itu berubah bagai anak kecil yang penasaran.

"Ada. Penyakitnya tergolong langka. Hanya satu dari sepuluh ribu orang yang mungkin mengidap penyakitnya."

"Darahnya bisa berhenti sendiri?"

Kali ini Seungmin yang menjawab, "Bisa. Tapi membutuhkan waktu yang lebih lama dari orang normal pada umumnya—"

Langkah Seungmin terhenti, begitupula dengan dua orang lainnya yang juga berhenti ketika menyadari keanehan. Seungmin menatap lurus ke depan, tepatnya pada sosok wanita yang berdiri cukup jauh dari ketiganya. Bibir si pemuda terkatup rapat, dan ia teguk paksa saliva-nya tanda keraguan menyelimuti diri.

"Ibu—" Seungmin bergumam lirih. Air matanya telah jatuh sedaritadi dari pelupuk matanya, membuat Changbin dan Felix cukup terkejut.

Kedua pemuda itu beralih menatap pada arah pandang Seungmin. Lagi, kening mereka berkerut heran. Seungmin baru saja memanggilnya ibu, tetapi yang Changbin dan Felix lihat hanyalah sosok wanita dengan tubuh seperti ular di sana. Rambutnya berwarna perak denhan mahkota cantik tepat di atas kepalanya. Kulit berwarna kuning langsat senada dengan tubuh ular miliknya. Wajahnya cantik memang, namun terlihat begitu arogan dan dingin.

"Min, jangan ke sana."

Seungmin menoleh cepat pada Felix dengan tatapannya yang telah berubah marah. "Itu ibuku! Kenapa kau melarangku ke sana?!" nada suara Seungmin meninggi hingga mengundang tawa arogan dari sosok tersebut.

"Itu bukan ibumu." Felix coba tahan pergelangan tangan pemuda tersebut agar menghentikan langkahnya yang hendak menghampiri sosok itu.

Namun Seungmin justru menghempaskan tangan Felix pada pergelangan tangannya. Seraya menatap nyalang yang lebih tua, ia berujar tajam, "Itu ibuku!"

Tidak. Felix yakin itu bukan ibu si pemuda. Seberapa banyak usahanya untuk mencoba lihat lebih lekat, yang Felix lihat hanyalah seorang wanita dengan tubuh seekor ular. Seungmin hanya berhalusinasi melihat sosok sang ibu berdiri di sana.

"Seungmin!"

Seakan tuli, Seungmin mengabaikan teriakan dari Felix. Alih-alih memutar tubuhnya, ia justru berlari menghampiri sosok itu lantas memeluknya seraya memanggil ibunya puluhan kali.

Sosok itu balas memeluk tubuh Seungmin untuk semakin masuk ke dalam dekapan hangatnya. Sorot mata dingin itu kian mendingin dengan seringai tipis terlukis begitu jelas di sana. Tak ada reaksi berlebihan dari si wanita. Hingga akhirnya—

"Seungmin, pergi dari sana!"

—teriakan Felix menggema tatkala kabut hitam mulai menyelimuti tubuh si wanita dan Seungmin di dalam dekapannya. Angin kencang turut berhembus menerpa kasar kulit kedua pemuda yang masih berdiri di tempat.

Lamia, monster level empat. Rupanya seperti wanita cantik dengan tubuh seekor ular. Ia licik, menggunakan kemampuannya memanipulasi untuk menjadikan mangsanya sebagai seorang budak.

Dengingan pada telinganya mulai terdengar, bersamaan dengan suara itu yang lagi-lagi memenuhi kepalanya. Felix tutup kedua telinganya untuk meminimalisir dengingan tersebut, namun yang terjadi justru membuat kepalanya semakin pening. Tak berlangsung lama, tubuh Felix dan Changbin terhempas membentur dinding di samping akibat angin yang tak kunjung berhenti. Rasa nyeri kembali mereka rasakan di sekujur tubuh.

"Anak yang malang." Lamia berujar lembut. Suaranya mendayu di dalam kumpulan kabut hitam tersebut. "Ssttt, bunda di sini, nak. Jangan menangis."

Felix perlahan mulai bangkit. Ia berusaha semaksimal mungkin menyeimbangkan kakinya di tengah-tengah angin yang berhembus kencang seakan siap menghantam pemuda itu kapanpun. Dengan langkah gontai, ia mulai berjalan untuk lebih dekat pada kabut hitam itu. "Lepaskan Seungmin."

"Aku tidak akan melepaskan anak ku."

"Seungmin bukan anakmu! Kau hanya akan menjadikannya seorang budak! Lamia, lepaskan Seungmin sekarang juga!" hardik Felix. Nafasnya terengah. Cukup sulit mempertahankan dirinya agar tetap berdiri di saat angin itu menampar kasar kulit putihnya. "Kau... kenapa kau mempermainkan perasaan seseorang seperti ini?!"

Lamia kembali tertawa mendengar celotehan Felix. "Kenapa? Karena ini menyenangkan, tentu saja."

Kabut yang telah membentuk lingkaran dengan Lamia dan Seungmin di dalamnya perlahan mulai melayang di udara. Tawa wanita ular tersebut kian menggema mengusik indera pendengaran juga amarah milik Felix.

"Aku akan membawanya dan menjaganya dengan baik di sana."

"Jangan berani-beraninya kau bawa Seungmin pergi! Lepaskan dia sekarang juga!"

"Ah, bagaimana jika aku tak ingin?"

"Kubilang lepaskan dia!" udara di sekitar Felix entah kenapa mulai memanas. Cahaya kemerahan mulai menyelimuti tubuhnya dengan netra yang perlahan berubah warna menjadi orange.

Angin bertiup berlawanan dengan sebelumnya. Kini mengarah pada kabut hitam di depan sana. Kepakan dari dua pasang sayap semakin membuat tiupan angin tersebut mengencang. Di hadapan Felix kini terdapat seekor burung cantik dengan kobaran api yang mengelilingi tubuhnya. Warnanya merah keemasan, ekornya melambai dengan anggun, ukurannya pun cukup besar untuk disamakan dengan burung pada umumnya.

Burung api, atau yang biasa dipanggil dengan Pheonix. Burung legendaris dari mitologi Mesir yang kini berada tepat di depan Felix, membuat Changbin yang sedaritadi diam di belakang sosok itu mulai membulatkan matanya.

Felix mengulurkan tangan, tepatnya menunjuk pada gumpalan kabut itu. Segera sang Phoenix menyemburkan api dari dalam mulutnya seakan paham atas keinginan Felix. Sayang sekali, api yang dikeluarkan sama sekali tak dapat menembus kabut itu. Hingga perlahan, kabut yang menjadi targetnya menghilang bersamaan dengan Lamia dan juga Seungmin.

Lee Felix

Kim Seungmin

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro