10: Survivor
"Kak Chan!"
Kesadaran Chan kembali ketika Yongbok mengguncangkan tubuhnya dengan panik. Ditatap olehnya wajah tampan milik Chan yang penuh akan keringat. Hembusan nafas pemuda Bang itu tampak tak beraturan seiring kerjapan mata yang ia lakukan.
Chan menoleh ke arah Yongbok, sesaat mengusap lembut puncak kepala yang tersayang, sebelum akhirnya kembali berdiri menggunakan sedikit tenaga yang tersisa. Tak lama, pemuda tersebut menunduk untuk melihat telapak tangannya sendiri. Bertemu dengan Archernar ternyata membutuhkan tenaga yang besar. Namun meski roh itu telah meminjamkan kekuatan miliknya dengan cuma-cuma, Chan tetap tak paham bagaimana menggunakannya. Sedangkan para monster sudah semakin dekat dengan mereka. Hanya menunggu beberapa menit hingga tubuh itu dihempaskan oleh lengan besar berkuku tajam milik monster tersebut.
"Pertama-tama, kita harus lari dari sini terlebih dahulu." Jeongin menginterupsi. "Kak Yongbok, apa kau bisa berlari?"
Yongbok tampak ragu. Ia lihat kakinya yang terluka cukup dalam akibat batu-batu yang dilemparkan oleh monster tersebut. Walau rasanya sakit, Yongbok tak mungkin mengatakannya dan membuat semua orang kesulitan, bukan? Maka dari itu, Yongbok mengangguk sebagai jawaban.
Melihat anggukkan dari Yongbok membuat Felix mendecih keras. Ia buang pandangannya ke arah lain, mencoba untuk mengabaikan rasa simpati pada sosok yang telah menghancurkan keluarganya itu.
Felix membenci Yongbok, sangat. Namun entah kenapa, ia tak akan pernah bisa mengabaikan kembarannya tersebut jika menghadapi kesulitan seperti ini. Seakan memang ada sesuatu yang mengikat sehingga batin mereka terus terhubung sekalipun Felix memaki semesta akan hal itu.
"Kak Minho--"
"Aku tidak sekuat itu untuk membunuh empat monster sekaligus." Minho memotong ucapan Jeongin, membuat yang lebih muda memasang raut kecewanya. "Sekalipun Sirius meminjamkan--"
Bugh!
"HAN!"
Hwang Hyunjin berlari menghampiri Han yang jatuh tersungkir akibat dihempaskan oleh monster tersebut. Han terbatuk dalam dekapan Hyunjin yang menangis. Ia muntahkan darah yang terasa memenuhi organ tubuhnya. Pandangan Han mengabur dan nafasnya berhembus cepat menandakan ia tengah berusaha meraup pasokan udara yang menghilang dari paru-parunya.
Sakit.
Remuk.
Dapat Han rasakan tubuhnya terasa dikoyak padahal ia hanya terlempar beberapa meter dari tempatnya tadi.
"Hyunjin, sakit...." Han meringis. Ia menangis seraya meremat kaos putih yang dikenakan oleh teman dekatnya tersebut. Ini pertama kalinya Hyunjin lihat pemuda itu menangis, sungguh.
"Sebentar." Hyunjin usap darah di bibir Han dengan jemarinya yang gemetar. Rasa sesak mulai meluap di rongga dadanya. "J-jangan tidur dulu, ya. Tunggu sebentar."
Han tersenyum. Meski ingin mengikuti permintaan Hyunjin, ia tak mampu melakukannya karena setelah itu, Han bisa merasakan pandangannya mulai menggelap.
"Han! Tidak!" sekali lagi Hyunjin panggil nama Han, namun tak ada respon dari pemuda pemilik pipi gembil itu. Yang tersisa hanyalah tubuh penuh goresan luka dan darah di sana.
Hal tersebut membuat Hyunjin semakin menangis. Didekap olehnya tubuh Han seraya mengucapkan kata maaf berkali-kali. Cahaya merah mulai memacar mengelilingi tubuh si pemuda. Tangisnya perlahan mereda, berganti dengan kilat amarah pada manik mata yang kini mulai bersinar. Angin kencang berhembus, sesekali membuat ketujuh orang lain jatuh tersungkur akibat tekanan dari angin tersebut.
Semesta bisa saja marah dan membinasakan segalanya, tetapi sekarang Hyunjin jauh lebih marah karena teman satu-satunya direnggut tanpa permisi. Perlahan pemuda tersebut letakkan Han di permukaan tanah dan mulai berdiri menghadap ke arah para monster. Jemari tangannya bergerak, berayun pelan ke atas sehingga buliran darah milik Han ikut melayang seiring gerakan tangan si pemuda. Tak lama setelahnya, bulir-bulir tersebut berubah runcing sebelum akhirnya menusuk empat monster yang ada di sana dengan brutal.
"Mati." Hyunjin menggumam ditengah-tengah kekuatan miliknya yang tengah melukai pata monster.
Monster-monster itu menggeram marah. Salah satu darinya kembali mengayunkan tangan untuk melempar Hyunjin, namun berhasil Hyunjin tahan dengan darah yang kini membentuk sebuah perisai kuat. Bukannya terluka, Hyunjin justru membuat sang monster terhempas hingga menghantam tanah dengan cukup kuat. Setelahnya, kembali ia gerakan tangannya, membuat bulir darah milik Han menyatu membentuk gumpalan cukup besar dan berubah kembali menjadi belati tajam.
"Omong kosong dengan mengembalikan dunia! Aku hanya memerlukan Han di sini!"
Belati tersebut mulai menggandakan dirinya menjadi ratusan seiring amarah Hyunjin yang kian memuncak. Dengan brutal, pemuda itu mengayunkan tangan memerintahkan para belati menusuk keempat monster tersebut hingga tak lagi bergerak tanda telah kehilangan nyawa mereka.
Deru nafas Hyunjin tak beraturan. Ia jatuh berlutut di hadapan Han dan kembali menangis bagai anak kecil yang telah kehilangan mainan kesayangannya. Dipeluknya kembali tubuh Han dengan erat, sesekali mengusap darah yang masih keluar dari tubuh penuh luka itu.
Changbin coba beranikan diri menghampiri Hyunjin disaat yang lain masih diam terpaku di tempat mereka. Perlahan ia genggam pergelangan tangan milik Han untuk memeriksa denyut nadi pemuda tersebut. Menghela nafas lega, sebelum akhirnya berujar, "Meski nadinya lemah, Han masih hidup. Sebaiknya kita cari sesuatu untuk mengobati luka dalamnya." Seraya merobek lengan panjang kaosnya untuk ia ikatkan pada luka Han agar darahnya berhenti.
Beruntung ia mengambil jurusan kedokteran untuk mengambil alih rumah sakit milik keluarganya. Meski sebelumnya Changbin merasa kelelahan akan semua paksaan untuk mengambil jenjang kedokteran, setidaknya saat ini, ia merasa bersyukur karena ilmu yang didapat sangat berguna dalam keadaan genting seperti ini.
Hyunjin mendecih sebagai respon. Melepaskan kembali Han dari dekapannya, pemuda dengan visual cantik itu mulai berdiri dan mengusak rambutnya dengan jemari yang masih penuh dengan darah, membuat sebagian rambut pirang miliknya berubah menjadi merah. "Menyebalkan. Bagaimana bisa dia cengeng seperti itu hanya karena manusia yang sekarat?"
Kening Changbin berkerut heran mendengar penuturan dari Hyunjin yang berbeda dari sebelumnya. Jika beberapa menit lalu Hyunjin menangis meraung agar Han membuka matanya, beda dengan sekarang, Hyunjin tampak tak peduli dengan sosok Han yang terkulai di tanah dingin. Alih-alih membawa tubuh Han bersamanya, Hyunjin justru meninggalkannya. Ia lebih dulu berjalan untuk masuk kembali ke dalam gudang tempst di mana mereka beristirahat tadi.
Sama dengan Changbin yang merasa heran, yang lain pun merasakan hal serupa. Selain takjub dengan kekuatan milik Hyunjin, ada rasa heran di dalam benak mereka karena si pemuda tampak begitu berbeda dari biasanya. Walau sebenarnya mereka baru bersama Hyunjin, tetapi ketujuh pemuda itu cukup peka dengan perubahan tersebut.
"Jeongin, tolong bawa Han kembali ke dalam gudang. Kau bisa, kan?" Chan sebagai yang tertua mencoba mengambil peran sembari menggendong tubuh Yongbok yang juga terluka akibat bebatuan tersebut.
Jeongin mengangguk. Tanpa banyak protes, yang paling muda segera menggendong tubuh Han di punggungnya dengan dibantu oleh Changbin yang merasa bertanggung jawab akan luka-luka di tubuh Han dan Minho yang memang sedari awal mengikuti Jeongin bagai anak ayam mengikuti induknya.
Hwang Hyunjin
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro