Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

51. Awal Surga Jesvari

Hari yang cerah. Awan-awan tipis mengarak di langit yang terlihat seperti sapuan kuas pada kanvas sebiru benhur. Meski biru, tak ada haru. Semua jatuh dalam euforia karena berhasil menapaki Surga Kasturi. Bertahun-tahun perploncoan selama di Neraka terbayar sudah dengan visa yang mereka dapatkan masing-masing. Semua bahagia, manusianya juga lingkungannya. Semua memang sudah diatur demikian.

Surga Kasturi sudah melakukan semua ini sejak beratus-ratus tahun lamanya. Ini adalah ide Kafarah, malaikat pertama yang Semesta ciptakan, untuk melakukan penyambutan kepada setiap pendosa. Sehina apapun dosa yang pernah manusia ciptakan, mereka layak mendapatkan penghargaan atas jerih payahnya menanggung siksaan Neraka. Kafarah pula yang memerintahkan para malaikat untuk tak jenuh-jenuhnya melakukan pesta guna menyambut para pendosa. Andai tugas malaikat ini digantikan dengan manusia, sudah pasti mereka dilanda jemu karena harus bergembira setiap saat. Untung saja mereka malaikat, yang namanya diikat oleh Kafarah. Tak terbayang jadinya jika pendosa yang datang di Surga Kasturi disambut oleh gerombolan manusia yang menampakkan wajah bosan. Sudah pasti akan merusak momen kebahagiaan para pendosa.

Sama juga dengan Jesvari. Dia merasakan kegembiaraan yang membuncah. Sudah jadi atmosfir di Surga Kasturi yang menciptakan keadaan untuk tetap bahagia, memang. Bahagianya membuat lupa. Bahagianya meciptakan alpa. Jesvari nyaris tak ingat apapun selama di Neraka hanya karena kebahagiaan yang sesaat.

"Selamat datang di Surga Kasturi. Selamat bersenang-senang," ucap malaikat yang terlihat seperti gadis umur belasan. Wajahnya sumringah. Menampakkan senyum yang mahal.

"Terima kasih," jawab Jesvari tanpa bisa menahan senyum.

Malaikat itu lalu datang menghampiri Jesvari. Senyum masih bertengger di wajahnya. Lagaknya seperti penjaga toko pakaian yang hendak menawarkan bantuan. "Di Surga Kasturi, kami menyediakan layanan fittingpakaian dan perawatan tubuh secara gratis, kak. Salon, spa, pijat, dan semuanya sesuai kebutuhan. Berhubung ini jasa gratis untuk setiap penghuni surga, jadi tidak dihitung sebagai permohonan."

Mata Jesvari menyala seperti dalam kartun demi mendengar kata layanan gratis.

Jesvari jadi teringat perkataan Jalaran Manepis tentang permohonan yang bisa diminta para pendosa. Setiap pendosa, setelah mendapatkan ketujuh mandala tertatah di punggungnya sebagai bukti telah menjalani seluruh siksa Neraka, disidang dalam Sidang Benih Kebajikan untuk menenutkan lamanya visa menetap di Surga Kasturi. Lama-sebentarnya suatu visa tergantung dari amal baik setiap orang. Dalam hal ini, Jesvari mendapakan 76 hari visa menetap.

Jumlah visa menetap ini kemudian diakumulasikan ke dalam bentuk kelopak bunga melati. Jesvari mendapat 10 bunga melati berkelopak lima dan 4 bunga melati berkelopak empat. Satu kelopak bunga mewakili 1 permintaan. Artinya, Jesvari memiliki 76 permintaan yang tak terbatas. Dia bisa meminta sebuah galaksi lengkap dengan segala makhluk hidup di dalamnya hanya dengan sebuah kelopak bunga. Tidak ada batasan permintaan yang boleh diajukan, selama tak berpautan dengan penghuni Surga lainnya.

"14 bunga melati mau dibuat apa, Kak?" tanya salah satu malaikat.

Jesvari sedang berada di ruangan kecil tertutup dengan empat malaikat yang mendandaninya. Satu malaikat dengan lincah mengukur bentuk tubuh Jesvari sampai ke batas milimeter. Ukuran ini nantinya akan dibuat setelah pakaian yang pas ditubuh, tidak terlalu ketat sehingga murahan maupun terlalu longgar yang tak sedap dipandang. Satu malaikat lainnya sibuk menata dan membentuk rambut Jesvari agar terlihat apik ketika disanggul. Dua lainnya mempersiapkan bak mandi untuk berendam.

"Kalau dibuat bandana sepertinya bagus," ucap malaikat penata rambut.

"Aku sebenarnya tidak terlalu suka ada sesuatu ditempel di rambut. Jadi kelihatan terlalu ramai. Aku ingin rambutku ditata seperti biasa, dicepol besar di belakang kepala." ucap Jesvari sambil menatap malaikat penata rambut dari refleksi cermin rias di depannya.

"Baik, Kak," jawab malaikat mematuh.

"Kalau gelang bagaimana?" giliran setan penjahit yang mengusulkan. "14 adalah jumlah yang tepat buat dibentuk gelang dua lapis. Atau bisa juga kalung. Nanti akan dikumpulkan pada sepertiga bagiannya. 6 baris pertama, 5 baris kedua, dan 3 baris terakhir. Kita bisa membuatnya tetap elegan. Banyak malaikat yang mahir dalam membuat perhiasan. Aku panggilkan sekarang?"

"Tidak! Jangan!" cegah Jesvari pada malaikat yang bahkan mulai beranjak. "Aku ingin semuanya tetap sama. Tidak ada barang mewah yang akan membuatku terlena."

Jesvari mengatakannya dengan sungguh-sungguh. Belum berapa lama ia menginjakkan kaki di tanah Surga Kasturi, sudah banyak yang ia lupakan. Penderitaan yang ia alami selama di Neraka nyaris terlupa. Termasuk kenangan-kenangan selama di sana. Jesvari takut, jika segala kemewahan yang Surga Kasturi tawarkan, dia akan melupakan momen kebersamaannya dengan pria bermuka imut dari Neraka Krisan.

Bahkan, sekarang Jesvari sudah lupa nama pria tersebut.

Jesvari memejamkan mata, berkonsentrasi pada pecahan momen-momen yang mulai runtuh dari memorinya. Dia ingat bertemu seorang pria yang spesial di hatinya. Namun entah kenapa, ada semacam dinding kasat mata yang memisahkan Jesvari pada kenangan tentangnya. Mungkin karena Surga tempat kebahagiaan, sedangkan kenangan pria tersebut hanya akan membuat Jesvari merengek dalam kepiluan.

"Bisakah kalian membuat melatiku menjadi tato saja? Aku ingin 14 bunga melati dilukiskan ke tanganku dari pangkal jari tengah sampai ke siku. Itu kalau permintaanku tidak berlebihan, sih."

"Tentu saja tidak, kak. Kami akan mencarikan penato terbaik untuk mengubah bunga melati ini menjadi tato di lengan. Tunggu sebentar, aku akan mencarikannya segera," ucap malaikat penata rambut. Dia lalu menghentikan gerakannya sambil berujar. "Aku sudah pakai sepatu. Tidak akan lama, aku janji. Tunggu sebentar, ya!"

Maka, dengan cepat selesat Buraq, malaikat itu menghilang dari jarak pandang.

"Dia serius sekali," komentar Jesvari pada malaikat penata rambut.

"Kami memang diciptakan seperti itu," timpal malaikat penjahit.

Jesvari kemudian diantar ke tempat pemandian. Bau campuran melati dan kembang setaman menyeruak. Membuat hidung Jesvari pengap. Namun ia suka. Suka pada wangi yang memabukkan karena berlebihan itu.

Dibukalah jarit usang yang Jesvari kenakan. Jarit yang ia pakai selama bertahun-tahun tanpa pernah ganti sekalipun itu ia tanggalkan, seperti perasaannya. Badannya yang kering kerontang seperti tulang dibalut kulit pun dicemplungkan dalam air bak. Air yang diambil langsung dari Samdura Sesal ini memberikan efek penyembuhan. Baru kali itu Jesvari sempat mandi sejak jatuh dalam Neraka. Semua hal ini sangat mewah, bagi Jesvari yang lupa bagaimana kebahagiaan.

Maka, dipejamkannya mata Jesvari. Membiarkan mata tertutup dari segala hal yang mengerikan selama bertahun-tahun belakangan. Setelah mandi dan diberikan pakaian yang apik, dia akan siap menyongsong Surga Kasturi. Jesvari akan terlahir kembali.

*

Jesvari menapaki jalan utama yang membagi Surga Kasturi menjadi dua bagian di sisi kiri dan kanan. Jalan itu terlampau lebarnya. Kurang lebih selebar Selat Sunda. Jesvari yang berdiri agak ke sebelah kiri, bahkan tak dapat melihat apapun yang yang ada di sebelah kirinya. Saking lebarnya. Setelah disuapi penderitaan, tiba-tiba Jesvari kebingungan dengan permintaan yang perlu ia ajukan.

"Hi," sapa seorang pria.

Pria itu lebih tinggi dari Jesvari. Dalam sekala pria berbada tegap itu, ujung kepala Jesvari hanya setinggi garis bahunya saja. Pria itu berkulit hitam kecoklatan seperti kayu jati. Rambutnya hitam tebal dipotong cepak. Matanya coklat pucat seperti buta, namun dari gerak-geriknya Jesvari yakin jika pria tadi bisa melihat dengan sehat. Satu hal yang tak akan bisa Jesvari lupakan dari pria itu adalah jakunnya yang terlihat lancip menantang.

"Halo," jawab Jesvari sekenanya.

"Baru sampai?" tanya pria tadi.

"Iya, baru sampai. Aku bahkan belum melakukan apa-apa di Surga Kasturi. Lebih tepatnya bingung mau ngapain, sih. He he he."

Pria tadi tersenyum. Gerakan senyum yang dibuat oleh otot-otot wajahnya menambah kesan wibawa yang ia pancarkan. Ini aneh, namun Jesvari tiba-tiba dihinggapi perasaan ingin menjadikan pria tadi sebagai ayahnya.

"Jangan berpikir seperti itu. Aku bukan ayahmu," tukas si pria.

"Eh? Ketahuan, ya?" tanya Jesvari jadi grogi.

"Iya, lah. Barusan kamu menggumam 'aku ingin punya ayah seperti dia' keras sekali."

"Ah..." ucap Jesvari sambil menutup mulutnya yang melongo dengan kedua tangan. Wajahnya merah padam seperti lobster rebus. Belum pernah dalam hidupnya dia keceplosan seperti itu. "Duh, malunya."

"Ha ha ha. Nggak papa. Menyeruakkan keinginan itu juga bagus. Jarang sekali orang yang tidak malu-malu mengucapkan permohonannya."

"Eh, tadi dihitung permohonan? Berarti satu kelopak bungaku sudah hilang?" tanya Jesvari penasaran. Tiba-tiba ide aneh terpintas dalam pikirannya. "Hmm, apa itu berarti sekarang kamu jadi ayahku?"

"Ha ha. Tentu saja bukan!" tawa pria itu menggelegar. "Permohonan yang bisa dikabulkan oleh bunga Surga hanya permohonan-permohonan yang menyangkut diri sendiri, ingat? Kamu tidak bisa memintaku jadi seorang ayah. Tapi kamu bisa meminta diciptakan manusia yang serupa denganku untuk dijadikan ayah."

"Ah, iya juga. Jadi malu kalau mesti dijelaskan begitu."

"Tidak apa-apa. Semua orang ada saatnya khilaf seperti itu. Malah, kupikir hal-hal seperti itulah yang bikin cewek jadi imut."

Kali ini Jesvari menutup kedua mukanya dengan telapak tangan. Malu besar. Tersipu sangat. Sudah lama rasanya terakhir sejak ada seseorang yang menggombalinya. Saking gersangnya, Jesvari merasa pria tadi seperti guyuran hujan di teriknya pada pasir. Bukan fatamorgana, tapi kenyataan.

"Ah, aku belum kenalan."

"Sebenarnya, lebih tepat kalau disebut akulah yang belum memperkenalkan diri." ujar pria berkumis tipis itu. Dia lalu mengajukan tangannya yang lebar pada bagian telapaknya. Dengan suara berat menggoda, dia menyebutkan nama. "Namaku Anoa."

"Aku Jesvari. Sekar Jesvari."

"Jesvari? Nama yang bagus untuk ibu dari anak kita berdua."

"Aish, kamu bisa aja deh!" canda Jesvari sambil mentoel lengan Anoa. Lalu disergap perasaan terpana akan keliatan otot bisep Anoa. Jesvari jadi memperhatikan Anoa lebih cermat. Entah malaikat mana yang menjelma, tapi rupa Anoa yang tampan dan atletis sangat suami-able. Tiba-tiba Jesvari jadi ingin memiliki anak darinya.

"Anak... eh, maksudku, Mas Anoa ini kenapa tiba-tiba datang ke sini?"

"Panggil Anoa saja," tukas Anoa dengan cepat. Dia lalu melanjutkan. "Maksudmu ke Surga Kasturi? Atau menemuimu?"

"Dua-duanya."

"Kalau soal menemuimu, itu karena aku tidak bisa membiarkan wanita cantik berdiri di tengah jalan terlihat kebingungan. Kamu menggugah perasaan untuk melindungi, Jesvari. Aku yakin banyak pria yang berebutan untuk melindungimu."

"Ah, Anoa bisa aja deh!" kata Jesvari sambil menepuk Anoa. Kali ini dengan sengaja, agar ia bisa menyentuh otot lengannya yang menggoda keteguhan imannya. Anoa yang dipukul pelan Jesvari hanya meringis memancarkan kegantengannya dengan maksimal.

"Terus kalau soal datang ke Surga Kasturi ini?"

"Kalau itu rahasia," ucap Anoa sambil mengerlingkan mata, nakal.

*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro