7
₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪
Yuraq mengarahkan pandangannya pada ujung jalan dari mana dirinya datang, atau setidaknya, yang pikirannya ingat dari mana dia datang. Jalan itu masih kosong: belum ada orang yang berjalan melaluinya, belum ada llama yang mengangkut barang, dan sebagainya. Pokoknya jalan itu masih kosong.
Lingkungan sekitarnya saja masih hampa akan manusia, sejauh Yuraq memandang. Di sisi lain jalan yang berseberangan dengan pohon tempatnya berteduh, terdapat hutan rindang. Di belakang hutan itu, di balik awan-awan yang rendah dan tipis, terdapat apa yang nampak seperti permukiman. Warnanya merah keunguan, di bawah langit pagi yang merah muda.
"Jadi... sekarang... aku cuma harus jalan kembali kan?" Matanya masih terpaku pada ujung jalan itu, yang terpotong oleh tanjakan yang ditindihnya.
"Udah berapa lama aku jalan? Dari siang sampai tengah malam... kalau aku berjalan pulang, pasti... gak, harusnya tentara-tentara itu udah pulang... ya kan? Apalagi dengan jauhnya aku jalan..."
"Ya, aku harus jalan."
Sang gadis muda mulai menggerakkan kakinya, mulai membuat langkah-langkah pertamanya. Dia masuk dalam lingkupan jalan itu.
Batu-batu di mana kakinya berpijak berwarna putih kekuningan, dengan sedikit merah dari langit. Walaupun bentuk mereka tidak beraturan, semuanya tertata begitu rapat dan rapi, seakan-akan mereka telah dibuat dan dibentuk agar pas dengan satu sama lain.
Meskipun demikian, selalu ada ruang di antara mereka. Dari dalam ruang-ruang itulah, rumput-rumput yang muda dan pendek tumbuh, menahan injakan-injakan manusia dan makhluk lain yang melewati jalan tersebut.
Yuraq semakin merasa berat. Meskipun demikian, sensasi itu tidak datang dari lelah maupun laparnya, namun dari jalan yang semakin menanjak. Menaiki sebuah jalan menanjak selalu lebih melelahkan dari menuruninya, bukan?
Hanya dalam beberapa menit, gadis muda itu berhasil sampai di puncak tanjakan tersebut. Jauh di depannya, dia dapat melihat terusan jalan tersebut, yang kadang lurus, lalu meliuk-liuk seperti sungai, lalu lurus lagi, hingga ujungnya menjadi menyerupai seutas benang di dekat cakrawala.
"Oke... ini bakal mudah... aku cuma harus ngikutin jalannya kan?" Jalan itu menjadi satu-satunya petunjuk pulang, selain ingatannya yang dikacaukan oleh lelah.
Maka Yuraq melanjutkan langkahnya. Dari puncak tanjakan itu, dia berjalan turun. Tidak seperti yang dia kira, menuruni suatu tanjakan tidak benar-benar mudah — terutama jika tanjakannya curam seperti ini — karena dia harus memastikan badannya seimbang dan tidak jatuh.
Lama-kelamaan, jalan itu menjadi landai. Akhirnya Yuraq dapat berjalan dengan santai. Perjalanan kali ini akan mudah, dia kira.
Di sepanjang perjalanan, gadis muda fitu memperhatikan bahwa merah muda di langit telah digantikan oleh biru benderang. Matahari telah menampakkan dirinya. Bola cahaya itu memancarkan sinarnya yang keemasan di atas rerumputan pendek yang mengelilingi jalan yang Yuraq lalui. Keindahan alam yang mengelilingi Yuraq, seakan mengisyaratkan antara bahwa alam sedang melipur laranya atau mengejeknya. Dia tidak tahu pasti yang mana.
Sejam telah berlalu setelah dia berjalan. Di tempat dirinya berada saat ini, jalan itu bercabang menjadi 2, membentuk sudut yang hampir sama besar di antara ketiganya.
Dan dia pikir perjalanan ini akan mudah dan sederhana.
"Wah... aku harus ke mana?"
Yuraq melihat jalan yang berada di sisi kirinya, lalu yang berada di kanannya. Dia menyingkir dari tengah jalan yang sepi itu untuk duduk sejenak di atas rerumputan yang pendek yang kasar yang berada di sisi kanan jalan. Di sana, dia berusaha keras menggali-gali koleksi ingatannya, berusaha meraih pengalaman masa lalunya saat melewati persimpangan ini.
"Ayo dong ayo dong ayo dong ingat sesuatu!" Yuraq terdiam di pinggir jalan, menunduk dengan kedua tangannya memengang kepala. Keadaan pikiran yang stres memang tidak ideal untuk mengingat sesuatu.
Setelah beberapa menit mengaduk-aduk pikiran dan memeras otak, Yuraq tidak mendapat apa-apa dari ingatannya. Maka, yang dapat dilakukannya adalah menangis.
Rengekan dan aliran air mata jelas tidak akan menyelesaikan masalah. Yuraq tahu betul akan hal itu. Namun, apa lagi yang bisa diperbuatnya. Dia hanyalah anak gadis yang baru beranjak remaja. Tetap saja, kalau begini terus, dia tidak akan pulang-pulang.
"Ah! Tau ah! Aku ambil setauku aja." Yuraq akhirnya menghentikan tangisannya. Dia mengangkat badannya dari rerumputan pendek tersebut. Matanya memandang jalan terdekat darinya: jalan yang di sebelah kanan.
ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ
Seorang gadis muda, dengan tunik putih yang celemotan akan tanah, berjalan melalui suatu dusun yang berada di bubungan suatu bukit yang memanjang. Sama seperti di kampung halamannya, rumah-rumah di desa tersebut terdiri atas batu-batu berwarna kelabu yang tidak beraturan sebagai batanya, dan tumpukan jerami berwarna krem tua sebagai atapnya.
Yang membedakan desa itu dengan kampung halaman Yuraq adalah betapa sepinya desa tersebut akan aktivitas. Begitu tidak ramai, sehingga hanya ada 2 atau 3 orang, serta seekor alpaka, yang saat ini berdiri di jalan bersamanya.
Yuraq tidak tahu sudah sejauh apa dia berjalan. Yang jelas, matahari sudah memanjat cukup jauh, sehingga cakram cahaya itu berada setengah jalan dari zenit. Dari posisi matahari tersebut, gadis muda itu menyadari bahwa dia sudah melakukan sangat banyak langkah.
Namun, bukannya merasa lebih dekat dengan desa asalnya, Yuraq merasa semakin jauh.
Itu semua karena dia menjadi semakin tidak yakin dengan jalan yang ditempuhnya. Sungguh, dia tidak mengenal sama sekali daerah ini. Dusun ini tidak ada sama sekali dalam ingatannya. Dan semakin jauh gadis muda itu berjalan, maka semakin terbukti kecurigaannya itu.
Dia telah mengambil jalan yang salah. Dia telah membuat dirinya tersesat.
Yuraq menghentikan langkahnya, lalu melihat ke sekeliling. Dia tidak dapat membayangkan sudah berapa tupu¹ dirinya menyimpang dari kampung halaman. Memang, dia bisa jalan kembali ke persimpangan itu, namun jarak dan tenaganya yang menjadi masalah.
Sejak siang kemarin, dia belum makan sama sekali. Sebentar lagi mentari akan sampai di atas kepalanya, menandakan tepat 1 hari dirinya tidak makan. Sanggupkah dia melanjutkan perjalanan ini?
"Tapi kalo aku menyerah... aku bakal mati di sini... kelaparan. Setidaknya di rumah... di sana ada tempat berlindung. Ada ladang. Aku bisa makan tanaman ladang. Apa aku harus kembali?"
"Mau gimana lagi? Masa' minta-minta ke orang-orang? Mereka bakal curiga pasti... kenapa aku sampai luntang-lantung begini. Kalo ketahuan datang dari desa itu, bakal mampus aku."
"Gak gak! Aku harus balik."
Yuraq memutar badannya ke arah dari mana dirinya datang. Maka kembali berjalanlah dia menuju pertigaan tersebut. Jika jalan yang dia ambil ini salah, maka yang benar jalan satunya bukan?
Meskipun benar demikian, Yuraq tidak tahu bahwa masalah yang dihadapinya saat ini akan menjadi halangan baginya untuk pulang...
ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ
Keterangan:
1 tupu ≈ 7.7 kilometer.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro