51
₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪
₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪
₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪
₪ ₪ ₪
Hakan menghentikan pembicaraannya sejenak, membiarkan orang-orang mencerna pesannya. Sementara itu, hadirin mulai berbisik dengan satu sama lain. Raut muka dan nada mereka menunjukkan harapan dan rasa takut yang bercampur.
Akankah mereka bebas dari penjajahan orang asing? Perjuangan dan derita apa yang harus mereka hadapi untuk melawan para penjajah? Meskipun tidak sedang berbicara dengan buruh lainnya, Yuraq juga mendapat pertanyaan itu dalam benaknya. Lagipula, mereka semua sama-sama harus bekerja keras dengan upah kecil dan ancaman kekerasan. Tentu saja semua sama-sama ingin bebas dari keadaan itu.
“Sudah bisa saya lanjutkan?” kata Hakan dengan tegas. Percakapan-percakapan pun berhenti. Semua muka kembali mengarah padanya. Menanggapi ini, sang pemilik lahan bergumam, mempersiapkan kata-katanya.
“Kita dapat tugas dari sang kaisar,” tuturnya. “Ini sebagai langkah pertama kita dalam melawan para penjajah. Tolong jangan disebar ke mana-mana. Kalau ketahuan sama mereka orang asing, kita sendiri yang rugi.”
Hadirin mengangguk dengan sendirinya, mengindahkan pesan pria itu.
“Tugas pertama kita adalah melemahkan pengaruh orang-orang asing dari tanah kita. Kita harus pastikan dulu nggak ada yang mengawasi gerak-gerik kita.”
“Jadi — saran petinggi-petinggi — kita bakal membunuh encomendero kita.”
Perkataan Hakan itu menginterupsi hadirin dari perhatian mereka. Membunuh sang tuan dari tuan tanah? Memangnya mereka bisa apa?
“Rencananya, dia akan datang ke sini buat mengecek hasil tani kita. Pas dia lengah, kita bakal menyerang dia diam-diam. Paham?”
Bawahan-bawahannya mengangguk pelan, menandakan kepahaman yang ragu-ragu. Mata mereka lebar akan kebingungan. Ketidakyakinan mereka begitu terlihat dari raut muka, sampai Hakan menyadarinya. Pria itu melepaskan nafasnya.
“Dengar ya semua,” katanya. “Dia cuma seorang… atau beberapa orang kalau dia bawa penjaga. Tapi kita lebih banyak. Yakinlah, jumlah kita cukup buat mengeroyok mereka.”
Perkataan pria tersebut setidaknya berpengaruh. Ekspresi hadirin menjadi lebih tenang dan yakin. Mendapati bahwa suasana sudah cukup kondusif, Hakan melanjutkan bicaranya dengan pertanyaan.
“Ada yang kurang jelas?”
Orang-orang hanya mengangguk dengan pelan dan tanpa kata.
“Yakin? Kita harus paham betul apa yang kita hadapi,” tegur Hakan. “Karena ini berkaitan dengan hidup kita sebagai orang Tawantinsuyu. Sekarang bukan waktunya kita takut sama satu sama lain.”
Kemudian, salah satu dari antara kerumunan mengacungkan lengan ke atas dengan perlahan. Seorang pria kurus mulai membuka mulutnya.
“Maaf bertanya…” tanyanya dengan gugup. “Tapi kenapa… si encomendero datang waktu-waktu begini?”
“Oh itu,” kata Hakan. “Si encomendero punya penasihat pribumi. Si penasihat ini adalah orang-orang ternama yang punya koneksi dengan sang kaisar. Dia diam-diam juga dapat pesan dari beliau tentang hal ini. Makanya itu, buat membantu pemberontakan, dia menyarankan si encomendero buat pergi ke sini.”
“Makanya itu kita jangan takut. Para bangsawan dan petinggi ada di pihak kita. Mereka sudah menyadari kesalahan kita. Makanya itu, kita sebagai saudara harus bekerja sama buat menggulingkan para penjajah.”
“Mari kita berjuang.”
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro