Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5

₪ ₪ ₪ ₪ ₪

Sang tentara muda menyingkirkan ransel itu dari dirinya. Sementara itu, rekan tentaranya datang menghampiri.

"Keparat bocah itu. Bakal kubunuh aja–"

Tiba-tiba, dia mendapati kedua bahunya ditahan oleh kedua tangan sang rekan.

"Gak usah dikejar, Rimaq. Yang penting kita udah menghukum desa ini."

Tentara muda itu pun melonggarkan ketegangan badannya.

"Benar juga ya... okelah kalo gitu."

ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ

Mata Yuraq bengkak, pedih, dan berair. Dirinya sangat takut sekaligus sedih. Meskipun demikian, dia berusaha menahan tangisannya. Dia membungkam dirinya. Yang dia lakukan sekarang adalah terus berjalan tanpa berhenti, tanpa melihat kebelakang.

Di tengah takut dan sedihnya, dia memperhatikan bahwa rumah-rumah yang berdiri di sisi kanannya ini sudah tidak berpenghuni.

Rumah-rumah yang terbuat dari batu itu hampir berdempetan satu sama lain, lagi terlihat utuh. Meskipun demikian, pintu-pintunya terbuka, dan pakaian, keranjang, serta barang-barang lainnya yang umum ditemukan di suatu rumah berserakan. Kompleks rumah itu seakan-akan baru saja ditinggal oleh para pemiliknya.

Setidaknya rumah-rumah itu menyembunyikannya dari pandangan para tentara, begitu juga dengan hutan dan semak belukar padat yang membatasi sisi kiri Yuraq. Pada jalan setapak yang bertanah dan lembab itu, gadis muda itu tidak akan ditemukan dengan segera.

Meskipun demikian, Yuraq merasa tidak aman di sini. Atas permintaan terakhir sang ayah juga, gadis muda itu terus berjalan maju, tanpa berhenti ataupun melihat kebelakang.

Sementara itu, matahari telah bergeser ke barat, di tengah perjalanan menuju cakrawala.

ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ

Yuraq tidak tahu sudah seberapa jauh dia berjalan.

Yang jelas, matahari sudah lama lenyap. Langit merah senja telah digantikan oleh hitam langit malam. Bintang-bintang yang tak terhitung jumlahnya menerangi dan menghias kegelapan tersebut. Udara dataran tinggi yang menyelubungi tubuh Yuraq begitu dingin menusuk tulang.

Sekarang pertanyaannya: di manakah dia sekarang?

Apakah lokasinya benar-benar hal yang penting? Setidaknya dia sudah pergi sejauh mungkin dari desa asalnya. Dia sudah memenuhi keinginan terakhir sang ayah.

Lantas, apa selanjutnya?

gadis muda itu belum makan dari tadi siang. Sekarang tidak ada sang ayah atau ibu yang memberinya makan. Bahkan tempat berdiam yang hangat, nyaman, dan aman pun tidak ada. Semuanya sudah dihancurkan oleh para musuh yang dirinya tak kenal.

Oleh karena itu, malam ini hanya ada kegelapan yang dingin dan keras bagi Yuraq, dan mungkin inilah yang akan terus dia miliki sampai akhir hayat.

Setidaknya atap berbintang-bintang itu serta pemandangan dataran tinggi yang luas dan berpohon-pohon itu sedikit menghibur dirinya, yang saat ini lapar, kedinginan, dan kelelahan. Sepertinya sudah saatnya dia mencari tempat beristirahat.

Matanya tertuju pada sebatang pohon yang rindang. Tingginya mencapai 2 hingga 3 rikra¹. Daun-daun terendahnya menggantung setinggi 1 rikra lebih, dan tanah di bawah dedaunan itu datar dan gelap akan bayangan. "Barangkali aku bisa tidur di sini."

Yuraq masuk ke dalam naungan pohon itu. Dia membaringkan badannya dalam bayangan yang ternyata cukup luas untuk memuat badannya dari ujung kepala ke ujung kaki. Tanah itu sendiri juga agak lunak lagi kering, sehingga badannya tidak kesakitan dan dirinya tak perlu khawatir badannya menjadi terlalu kotor.

Meskipun tempat itu tidak terlalu mengganggu untuk dirinya berbaring, dan meskipun pemandangan langit berbintang dan dataran tinggi berpohon-pohon yang indah itu mengelilinginya, tiada yang lebih nyaman daripada rumah sendiri. Tiada yang lebih nyaman daripada kehangatan keluarga di rumah.

Lama-kelamaan, seiring jam berlalu, seiring bintang-bintang berputar, Yuraq semakin rindu dengan rumah. Dia rindu dengan sang ayah. Dia bahkan rindu dengan sang ibu, tidak peduli dia sudah jadi mumi kering. Dia begitu ingin kembali ke rumahnya, sehingga dia mengangkat badannya dari tanah, seakan-akan hendak beranjak untuk pergi ke desa asalnya.

Namun di saat yang sama, dia menyadari bahwa keinginannya itu kemungkinan mustahil. Desa mereka sudah dibakar oleh tentara-tentara itu, rumahnya pasti tak terkecuali. Dia juga ingat bagaimana ngerinya siang itu. Wanita dan anak-anak menjerit dan berlarian ke sana ke mari sebelum dibantai seperti llama tumbal.

Dan yang paling membuatnya ngeri adalah bagaimana sang ayah berubah menjadi gumpalan darah tak berbentuk, lemas di tanah, tanpa wajah yang dia kenal, setelah dikeroyok oleh pria-pria bergada tersebut. Mana mungkin seorang manusia bisa bertahan hidup dibegitukan?

Jika dia kembali ke desa itu, yang dia temukan hanyalah mayat ayahanda, dan itu masih belum buruk dibandingkan keberadaan para tentara yang barangkali singgah di sana. Apa yang akan mereka lakukan pada dirinya? Akankah dia akan dipukul dan dihancurkan juga seperti ayahnya?

Jangan. Tidak. Yuraq tidak mau ikut dibunuh juga. Yuraq tidak mau merasakan sakitnya luka-luka itu, hancurnya tulang-tulang yang ada di dalam tubuhnya. Dia tidak dapat membayangkan bagaimana rasa dan ngerinya.

Yuraq, diperebutkan oleh keinginannya untuk pulang dan rasa takutnya untuk kembali, mulai tersedu-sedu dan meneteskan air mata. Malam itu diisi oleh tangisan seorang gadis muda yang baru saja menjadi yatim piatu. Tidak ada yang mendengar tangisannya malam itu, kecuali Bunda Alam yang selalu memandang dengan apati.

Hampir setengah jam kemudian, akhirnya tangisan itu berhenti. Yuraq sudah lelah merengek. Matanya lembab dan bengkak, namun tidak ada yang bisa melihatnya saat ini. Di saat itu, dia sudah mengambil pilihannya.

Sepertinya, dia tidak akan kembali ke desa itu, bukan hanya karena permintaan ayahnya, namun juga karena rasa takutnya akan kematian yang sebrutal itu. Saat ini, Yuraq tidak tahu masalah apa lagi yang akan menimpanya esok hari dan seterusnya, selain kelaparan dan kesepian dan barangkali pembunuhan. Namun, yang jelas, dia lebih aman seperti ini, setidaknya untuk malam ini.

Yuraq menoleh ke luar bayangan pohon. Di sisi kirinya, terdapat jalan yang tadinya dia lewati. Jalan itu berbatu-batu, dikelilingi oleh rumput-rumput pendek yang saat ini nampak hitam keabu-abuan di bawah cahaya bintang. Di sekitarnya adalah pepohonan dan hutan yang nampak mengisi cakrawala dan perbukitan di sekitarnya.

Di atas cakrawala dan perbukitan itu sendiri, terdapat titik-titik putih berkelip yang dikenal sebagai bintang, yang mengisi penuh latar belakang berwarna hitam yang adalah langit itu. Sebagian bintang berkerumun pada daerah tertentu, membentuk awan padat yang memanjang di langit layaknya suatu dinding.

Kemudian, ketenangan itu menyadarkan Yuraq bahwa pemandangan ini tidak sunyi — kerikan serangga dan kerokan kodok datang dari mana-mana, membaur dengan suasana damai alam yang menyelimuti dirinya.

Setidaknya keindahan itu menenangkan hati Yuraq yang sedih dan takut. Pada akhirnya, Yuraq dapat menutup matanya dan bernafas dengan pelan...

ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ

Keterangan:

1 rikra ≈ 1 brazo ≈ 1.828 meter.

ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ

Cek juga karya-karya berikut di Wattpad! Di sini ada setting dan tema yang beragam,

Seperti cinta terlarang antara jelata dan bangsawan Singasari oleh nataliafuradantin,

Dan petualangan waktu Ningsih ke Hindia Belanda oleh Alveename,

Cek karya mereka dan berikan banyak vote dan comment!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro