Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

46


₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪

₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪

₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪

Sejak malam itu, Yuraq dan Puma terlihat lebih ceria dari biasanya. Mereka lebih sering tersenyum. Gerak-gerik mereka lebih bersemangat. Selain itu, mereka selalu bersebelahan di sepanjang perjalanan.

Kali ini rombongan itu sedang melintasi lereng bukit yang curam pada pagi menjelang siang. Di sebelah kiri terdapat lereng yang coklat, sedangkan di kanan terdapat jurang. Mereka berjalan di atas jalan batu selebar 1 rikra, dengan Yuraq dan Puma di barisan paling depan. Di belakang, anggota rombongan lainnya memperhatikan bagaimana mesranya kedua remaja itu.

"Qispi," panggil Sacha.

"Iya kenapa?" Qispi mendekat ke Sacha.

"Kamu perhatikan mereka nggak?" Sacha menunjuk ke depan, di mana Yuraq dan Puma berada. "Belakangan ini mereka dekat banget."

"Jangan-jangan mereka baru jadian," sahut Yanay, wanita muda yang badannya lebih pendek dari Yuraq.

"Bisa jadi," sahut Sacha.

Mereka pun mulai bergosip. Namun, Puma dan Yuraq tidak menyadarinya karena keasyikan dengan satu sama lain. Meskipun demikian, tidak ada kata yang bertukar di antara mereka, hanya sekadar curi-curi pandang. Mereka begitu senang untuk berduaan, namun terlalu malu-malu untuk mulai berbicara.

Namun setelah sekian lama, Yuraq merasa bosan dengan keraguan mereka. Dia ingin mengekspresikan rasa sukanya pada Puma lebih lanjut. Oleh karena itu, tangan kirinya menarik tunik lelaki itu.

"Eh," seru Puma kaget. "Kenapa Yuraq?" Dia melihat ke kanan, di mana dia mendapati gadis itu mengulurkan tangan kirinya yang terbuka, seakan meminta bergandengan tangan. Sementara itu, wajah gadis itu sendiri terlihat merah dan malu-malu.

"Nanti saja Yuraq," jawab Puma. "Nanti kita digosipin. Kamu mau?"

"Ah iya." Yuraq menarik tangannya dengan segera. Mukanya berganti jadi muka terkejut. "Kayaknya kita harus nunggu waktunya."

"I– Iya," Puma menanggapi dengan canggung.

ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ

3 hari dan 2 malam kemudian, rombongan itu sampai di suatu bukit yang bersebelahan tepat dengan Qusqu. 2 tahun telah berlalu, namun semuanya masih nampak sama bagi Yuraq — lahan bukit ini yang isinya rumput dan pohon, kota yang dikelilingi oleh bukit, serta perbukitan jauh di depan sana.

"Masik kayak dulu ya, Puma," komentarnya. "Jadi kangen masa itu."

"Iya," jawab lelaki itu. "Tapi sudah 2 tahun sejak kita terakhir di sini. Sekarang pasti ada yang berubah."

"Mungkin," balas Yuraq. "Terutama sejak orang-orang asing datang ke negeri kita." Nadanya menjadi lebih serius.

Kota itu dipandangnya sekali lagi. Dalam hati, Yuraq ingin tahu perubahan macam apa yang orang-orang asing tersebut bawa bagi kota ini.

ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ

Beberapa jam setelah melihat Qusqu dari bukit, Yuraq dan yang lainnya sudah sampai di dalam kota tersebut. Awalnya, gadis itu tidak menemukan ada yang jauh berbeda di sana. Bangunan-bangunan masih terbuat dari bata batu yang tak beraturan. Pria masih memakai tunik selutut, sedangkan wanita masih mengenakan tunik sekaki lengkap dengan lliklla di bahu. Di jalan tidak ada hewan aneh yang namanya "kaballu" itu, atau orang berjenggot tebal yang mengendarainya.

Meskipun demikian, kota ini terasa lebih sepi dari sebelumnya. Dari antara orang-orang yang bisa Yuraq temukan, beberapa membawa tas sebesar badan manusia dalam rombongan. Mereka pasti mengantar upeti juga seperti mereka, pikir gadis itu.

Sejam kemudian, mereka sampai di tempat di mana sang encomendero tinggal. Rumah itu berada di sisi kota yang lebih sepi, dikelilingi oleh rumah-rumah yang lebih kecil serta segelintir pohon. Bangunan itu terdiri atas bagian dasar yang tinggi dan melengkung seperti dinding raksasa — mirip Kuil Matahari¹, meskipun lebih rendah dan lebar. Di atas bagian dasar itu, terdapat rumah yang cukup besar dengan banyak atap. Sepertinya pemilik asli rumah ini adalah seorang bangsawan atau kuraka².

Bangunan tersebut pada dasarnya biasa-biasa saja, jika bukan karena satu hal. Bagian rumah ini menghadap ke arah dari mana rombongan datang. Dindingnya terbuat dari bata persegi panjang yang beraturan, dan nampak ada sela-sela putih yang membatasi bata-bata tersebut. Jendelanya tidak berbentuk trapesium, melainkan persegi panjang lurus dengan setengah lingkaran di atasnya. Jendela-jendela tersebut juga terhalang oleh palang-palang merah yang entah apa bahannya. Atapnya tidak terbuat dari jerami, melainkan kepingan-kepingan hitam yang barangkali terbuat dari keramik.

"Rumahnya aneh ya," komentar Yuraq.

"Arsitektur asing?" tanggap Puma.

Yuraq dan kawan-kawan mengelilingi rumah itu hingga mereka sampai di suatu halaman luas yang ditumbuhi rumput pendek. Di sana, mereka disambut oleh beberapa orang pribumi. Sebagian besar dari mereka berpakaian kumuh seperti anggota rombongan, namun 2 pria berpakaian putih bersih layaknya seorang kuraka. Salah satu dari mereka membawa seutas khipu³ sepanjang lengan dan berwarna keemasan.

Rombongan itu menurunkan upeti berupa hasil panen yang telah mereka bawa. Buruh-buruh rumah ini pun mengambil barang-barang tersebut dan mulai menghitungnya tangkai per tangkai, tongkol per tongkol. Tiap jangka waktu tertentu, para buruh memberitahu jumlah tangkai dan tongkol yang mereka hitung kepada 2 pria berpakaian necis itu. Salah satu dari mereka — sang juru khipu — mencatat angka tersebut. Dia menyampul untaian dari rangkaian benang itu dengan cekatan.

Selagi menunggu, Yuraq dan kawan-kawan duduk dan berbaring di tengah lapangan. Di saat kosong itu, dia merasa ada yang kurang. "Orang asingnya di mana?" Maka dia menanyakan hal itu pada Puma.

"Kok nggak ada ya orang asingnya?" tanyanya.

"Oh, mungkin mereka lagi di luar," jawab Puma. "Seorang enco... apa namanya? Pokok dia nggak punya kewajiban buat datangi kita. Dia cuma nerima upeti kita."

"Yang benar?" Yuraq terdengar sebal. "Dasar–"

"Ssst!" Puma meletakkan telunjuknya di depan bibir. "Jangan ngomong macam-macam soal mereka di tempat mereka," bisiknya.

"Oh iya," gadis itu menjadi tenang dan terkontrol. "Maaf."

Matahari sedang terbenam di ufuk barat. Langit yang lapang menjadi ungu tua. Akhirnya, buruh-buruh itu selesai menghitung upetinya. Sang juru khipu merapikan khipu-nya. Yuraq dan kawan-kawan yang selama ini duduk dan berbaring di lapangan akhirnya mengangkat badan mereka.

Kemudian, salah satu dari orang berpakaian rapi itu menghampiri mereka. "Kali ini upetinya pas dengan kuota ya," katanya.

"Oh, baik Pak. Terima kasih," tanggap Quri. Anggota rombongan lainnya bernafas dengan lega.

Setelah Quri dan pria itu berbincang-bincang sedikit, mereka berdua berjalan meninggalkan satu sama lain. "Hati-hati di jalan ya," salam pria itu.

"Iya," seru Quri. "Terima kasih waktunya." Kemudian, dia menoleh pada rekan-rekannya. "Ayo bawa barang kalian semua. Kita pulang."

"Akhirnya," seru salah satu dari antara mereka. Anggota-anggota rombongan itu mengungkapkan rasa lega mereka dengan cara masing-masing. Di saat yang sama, mereka mengangkat tas berisi barang masing-masing ke punggung mereka.

Tepat setelah Yuraq membenarkan karung awayu-nya, Puma memanggilnya. "Yuraq."

"Hm? Iya?"

"Habis ini... kamu mau ngapain pas berduaan nanti?"

"Hah? Hmm... belum tahu." Yuraq dan Puma pun mulai berjalan meninggalkan lapangan, mengikuti rombongan. "Nanti saja paling, di tengah jalan."

"Oh iya Yuraq!" seru Puma. "Kita nanti kan bakal berkemah. Gimana kalau kita nonton bintang lagi?"

Yuraq menjawabnya dengan suara antusias. "Ayo!"

ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ

Keterangan:

¹Lihat Qorikancha.

²Semacam pemerintah daerah, setingkat gubernur hingga kepala desa.

³Alat yang terdiri atas benang-benang yang diikat pada 1 benang yang lebih panjang. Digunakan dalam masyarakat Inka untuk mencatat data angka.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro