Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

43

₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪

₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪

₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪

Yuraq ingat akan tempat ini. Dari jalan selebar 4 rikra ini, dirinya dan kawan-kawan dapat melihat Pegunungan Timur jauh di depan mereka, menyerupai pecahan-pecahan batu raksasa yang tertutup salju. Ingatannya masih segar akan perjalanan yang ditempuhnya 2 tahun yang lalu. Melalui jalan inilah, dia sampai di puncak dingin yang misterius tersebut.

Meskipun demikian, ada yang terasa asing di tempat ini. Jika waktu itu jalan ini sesak dan ramai akan orang, sekarang hanya rombongan Yuraq yang melintasinya. Di pinggir jalan hanya terdapat beberapa orang yang kurus — baik pria maupun wanita — duduk di atas tikarnya masing-masing. Dagangan masing-masing pun tidak seberapa banyak — semangkuk kinoa, 2 tongkol jagung, 3 potong marmut, dan terkadang sepotong daging gelap sepanjang ¾ lengan bawah. Semua sayur-mayur nampak layu, sedangkan daging-daging nampak basi, kering, atau dikerumuni lalat.

"Kita benar-benar harus jaga persediaan makan nih," kata salah seorang dari mereka.

"Sepi banget ya?" komentar Puma, yang berjalan di sebelah kiri Yuraq.

"Tahun lalu begini juga?" tanya Yuraq.

"Iya. Orang-orang pada sibuk kerja. Nggak mau ngutang upeti."

"Ada-ada saja orang asing ini," keluh Yuraq sambil menghembuskan nafas berat. "Mau dipaksa sekeras apapun, kalau seladang cuma bisa dapat segitu ya dapatnya segitu."

"Tapi mereka mikirnya nggak begitu, Yuraq," Puma menanggapi. "Kalau kita kan begini: selama kita kerja dalam jangka waktu tertentu, kita bakal dibayar sesuai dengan waktu yang kita pakai. Tapi kalau mereka... kelihatannya mereka nggak peduli mau kerja berapa lama, asalkan produknya mencukupi."

"Tapi sekalipun begitu, apa mereka nggak nagih kebanyakan?" Yuraq protes.

"Kebanyakan? Jelas. Tapi kira-kira begitu logika mereka, kalau kamu mau tahu."

"Percuma debatin sistem mana yang baik. Penjajah mana peduli sama rakyat kecil," sahut seseorang dari belakang mereka. Yuraq dan Puma pun menoleh ke belakang dan menemukan Urma. Pemuda atau pria muda itu adalah salah satu yang termuda di rombongan ini — umurnya sekitaran Titu. Muka dan bahunya yang lebar memberinya kesan yang kekar, meskipun lengan dan badannya kurus.

"Ah, hai Urma," sapa Puma. "Tapi kenapa percuma? Kurasa kita harus paham sama jalan pikir mereka sebelum bisa protes ke mereka."

"Iya tahu," tanggap Urma. "Aku cuma mau bilang gini. Apapun sistemnya, kalau mereka sudah nggak peduli sama kita, kita pasti bakal dirugikan."

"Yah, mau nggak mau nunggu ganti pemerintahan lagi," komentar Yuraq. "Mungkin suatu saat kita punya kaisar yang menggulingkan orang-orang asing itu."

"Kamu lupa, Yuraq?" tanya Puma. "Kita masih dipimpin kaisar. Cuma... ya itu... dia bersekongkol sama orang asing itu."

Dengan panasnya perbincangan antara Yuraq dan kawan-kawan, jalan yang mereka lalui tanpa terasa menjadi sempit dan dikelilingi oleh rumput-rumput pendek. Medan jalan itu sendiri mulai miring ke kanan. Gadis itu menjadi terkejut sekaligus teringat akan saat pertama dia melewati jalan ini. Sementara itu, Puma menangkap apa yang ada di pikiran Yuraq dari gerak-geriknya.

"Nggak sadar ya kalau kita sudah lewat?" tanya Puma.

Yuraq yang sedikit terkejut menoleh ke arah Puma. "Ah iya. Kok tahu?"

Lelaki itu tersenyum padanya. "Aku juga merasa begitu waktu itu."

Dataran di mana jalan membentang menjadi semakin landai. Sementara itu, rombongan itu masih ramai akan percakapan para anggotanya. Kata-kata terus diucapkan layaknya kaki-kaki terus melangkah. Tidak ada penduduk yang tinggal di sekitar jalan ini, sehingga mereka sajalah yang mengisinya dengan suara mereka.

Setidaknya demikian untuk beberapa saat, karena tidak lama kemudian, suara orang lain terdengar di ujung. Was-was akan apa yang mungkin berada di sana, para pejalan kaki memelankan suara mereka. Perlahan-lahan, telinga mereka menangkap bunyi itu.

"Kalian dengar nggak?" tanya Taki, pria muda berbadan jangkung dan berambut tipis di tengah rombongan. "Suaranya kayak suara orang."

"Itu sih suara orang ngamuk," sahut Sacha, pria kurus yang berjalan di sampingnya.

Suara yang memprihatinkan itu terdengar dari balik bukit ini. Selain teriakan, Yuraq dan yang lainnya dapat menangkap beberapa bunyi "bruk", seperti benturan benda keras terhadap benda yang lentur. Suara yang pelan dan terkesan seperti rintihan juga mulai nampak.

Hanya dalam beberapa puluh langkah, sumber suara tersebut mulai menampakkan diri dari balik lereng bukit.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro