Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

40

₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪

₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪

₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪

"Eh Kura!" seru Puma cemas. "Aku cuma–"

"Dia suka aku?" serunya dalam hati. Pernyataan Kura itu mengingatkannya pada apa yang pernah Puma katakan pada dirinya. Anak laki-laki itu suka pada dirinya karena... dia asyik untuk diajak bicara? Apakah itu cukup untuk membuat anak laki-laki itu ingin hidup bersamanya seumur hidup?

Yuraq memperhatikan Puma sekali lagi. Selama perjalanan itu, anak laki-laki tersebut memang seseorang yang menarik. Berbicara dengan dan mendengarkannya selalu asyik sekalipun canggung. Selain itu, parasnya yang murah senyum dan penuh canda itu membuat diri gadis itu semakin kepikiran.

Ada dorongan dari dalam Yuraq untuk menerima dia dan membuka diri padanya. Kenapa? Apapun itu, sang gadis mulai kepikiran tentang apa yang akan mereka lakukan habis pesta. Menuruni bukit ini bersebelah-sebelahan, sambil berbincang-bincang seperti biasa. Mungkin di sana mereka bisa saling membicarakan perasaan ini satu sama lain, dan–

"Aku cuma bercanda," kata Puma sambil tertawa. "Aku nggak ngerasa apa-apa buat dia."

"Apa?" seru hati Yuraq. "Jadi ini cuma bercanda?" Yuraq beranjak dari tikar tersebut lalu berlari meninggalkan mereka, tanpa berkata apa-apa.

Orang-orang yang tadi duduk bersamanya memandangi gadis itu dengan heran, sebelum pandangan mereka dialihkan kepada Puma. Puma yang sudah bingung pun kini mulai gugup dan merasa bersalah.

"Hayo loh, kamu bikin Yuraq nangis," kata Kura mencandai.

"Hayo tanggung jawab Puma," goda Samin.

Achira hanya tertawa ketir memandang anak laki-laki itu.

Tidak tahan lagi dengan beban hati itu, Puma berdiri dari tikar. "Iya iya! Aku ke sana dulu." Anak laki-laki itu segera meninggalkan mereka untuk mencari Yuraq.

ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ

Yuraq bersandar di dinding dekat halaman kiri rumah. Di sana tidak ada siapa-siapa selain dirinya. Setidaknya tidak ada yang melihatnya mengusap air mata yang berlinangan sepert ini.

Dia merasa dipermainkan. Dia sadar bahwa ajakan menikah itu tidak lebih dari sekadar iseng, tapi kenapa dirinya merasa begitu marah seperti ini? Apakah ini semua karena perasaan itu?

"Yuraq!" suara bocah yang familiar itu terdengar dari depan rumah. Yuraq pun menoleh ke kanan, mendapati Puma berdiri di sana dengan senyum gugup.

"Yuraq. Maaf kalau aku bilang sesuatu yang bikin kamu tersinggung," kata Puma.

"Tahu ah," tanggap Yuraq dengan merajuk.

"Aduh gimana ini?" keluh Puma dalam hati. Senyumnya hilang. Kini raut mukanya benar-benar menjadi raut muka orang yang menyesal. Sementara itu, sang gadis memalingkan muka dari dirinya.

"Begini Yuraq," Puma melanjutkan. "Kenapa kamu... ini tentang pernikahan itu kan?"

"Iya," jawab Yuraq dingin.

"Kenapa kamu tersinggung? Maksudku... apa yang bikin kamu tersinggung?"

Yuraq mulai menggerakkan badannya dengan gusar. Wajahnya kini dialihkan ke pemandangan lereng bukit yang hijau di depannya, seakan mulai membuka diri pada Puma. Meskipun sedikit, Puma merasa sedikit lega.

"Aku gak bisa jelasin," kata Yuraq. "Tapi... saat kamu bilang kita bakal menikah kayak mereka... aku... aku... kebayang kalau kita akan hidup bersama kayak mereka. Buat seterusnya. Perasaan ini... rasanya seperti aku menantikannya. Kamu tahu, setelah semua saat kita berdua berbicara tentang bintang, berbicara tentang rumah di tengah hutan... mungkin rasanya... akan menyenangkan kalau kita... bisa seperti itu seterusnya."

Kedua bibir Puma merapat. Mukanya memerah. Pandangannya dialihkan sejenak dari Yuraq. "Dia menantikan itu? Aku sudah bilang apa sama dia? Aku memang tertarik sama dia tapi... aku gak mengira dia bakal seserius ini."

"Dan saat kamu bilang kalau kamu cuma bercanda soal itu, aku... rasanya semua itu palsu seperti candaan candaan. Rasanya... perasaanku ini di luar... di luar apa yang seharusnya. Semua ini terasa..."

"Yuraq," panggil Puma tegas. "Aku gak bisa mastiin... tapi kurasa kita merasakan hal yang sama!"

"Hah?" Akhirnya Yuraq menoleh kepada Puma. "Maksudnya?"

"Aku mau mengenal kamu lebih dalam. Dari awal kita bicara kita... maksudku, aku merasa senang sama kamu. Dan soal menikah itu... aku jujur belum tahu apa aku ingin bersama kamu buat seterusnya."

"Dan kamu bercanda soal itu," tanggap Yuraq.

"Kalau gitu, aku janji aku gak bakal bercanda kayak gitu," Puma berseru. "Lagipula, untuk sampai situ, aku harus mengenal kamu lebih dalam. Aku mau tahu apakah kita bisa sampai sana. Makanya itu, Yuraq... kamu masih mau kan jadi temanku?"

Yuraq memalingkan wajahnya ke rerumputan di depan kakinya. Dia terdiam untuk sesaat. Puma menjadi semakin khawatir.

"Jadi... begitu ya?" tanya gadis itu dalam hati. "Sebegitu maukah dia bersama-sama denganku? Berteman dan mengenal lebih dalam? Mungkinkah dia...merasakan hal yang sama denganku? Sekarang dia mengajakku... aku gak yakin kalau aku akan menolaknya. Gak. Gak mungkin. Aku juga mau mengenal dia lebih dalam."

"Yuraq?"

Gadis itu menoleh ke Puma lagi dengan muka yang agak merah. "Iya," jawabnya.

Semua kecemasan Puma pun sirna melihat hal itu. Beban hatinya terasa menguap ke dalam udara. Cemberut pada muutnya berubah menjadi senyuman. Sesuatu yang hangat terasa dalam haitinya. Akhirnya, mereka baikan juga.

"Kalau gitu, ayo balik ke pesta. Yang lain sudah pada nunggu tuh," ajak sang anak laki-laki dengan ramah.

ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ

"Gak gabung sama gadis-gadis?" tanya Samin.

"Nggak. Males. Ditolak mulu," keluh Nina.

"Sama," tambah Pacha yang duduk di sebelah kanan Nina. "Istirahat dulu, nanti dilanjutin lagi. Lagipula, kami nungguin Yuraq."

"Eh? Memang buat apa?" tanya Samin.

"Kamu ingat waktu itu, Samin? Waktu kita jemput dia pas badai salju. Dia kan lagi di dalam gua waktu itu."

"Iya... tunggu," Samin mengerutkan dahinya dengan heran. "Gua? Memang kenapa dengan guanya? Ah, gua gaib itu ya?"

"Hmm. Iya," jawab Nina. "Kami sih curiganya itu."

"Beneran?"

"Ah, omong-omong, panjang umur," ujar Pacha. Mereka bertiga bersama Kura dan Achira menoleh ke arah Yuraq dan Puma yang baru datang dari depan rumah.

"Sini duduk," ajak Nina sambil menepuk-nepuk tempat kosong di antara dirinya dan Samin.

"Ada apa Pak?" Yuraq mengitari lingkaran manusia itu sebelum akhirnya bersila di tempat yang Nina maksud.

"Begini Yuraq," Pacha mulai berbicara. "Kamu ingat waktu itu... waktu badai salju, pas kamu nyasar di gua."

"Ingat... memang kenapa Pak?"

Yuraq menjelaskan pada mereka berdua mimpi macam apa yang dia alami selama terjebak di gua itu. Dia mengiyakan bahwa mimpi itu terasa nyata, dan apa yang dia temukan di sana sama sekali asing dengan lorong besarnya dan penghuninya yang sama persis. Sementara itu, teman-teman di sekitarnya memperhatikan dengan seksama. Ekspresi muka Pacha dan Nina nampak tercengang.

"Wah bener ini," seru Nina. "Kamu orang ketiga yang aku tahu pernah nyasar di sana."

"Iya," jawab Yuraq bingung harus merasa apa.

"Berarti dunia di masa depan akan kayak gitu ya," tanggap Pacha. "Tapi gimana ceritanya orang-orang jadi kayak gitu."

Debat pun mulai terjadi di antara Pacha dan Nina. Samin memperhatikan raut muka Yuraq menjadi kecut. Gadis itu terlihat tidak nyaman dengan diskusi ini.

"Sudah, sudah, jangan bikin takut," tegur wanita itu sambil memegang bahu Yuraq. "Yuraq jadi takut tuh. Diskusinya nanti malam saja ya."

"Ah, gitu ya," tanggap Nina. "Maaf kalau begitu, Yuraq."

"Iya nggak apa-apa," tanggap Yuraq.

Samin melanjutkan bicaranya. "Mumpung di sini, nikmati dulu waktu-waktu sekarang, ya? Kalian harus jaga tenaga dan kesehatan buat minggu depan."

Yuraq menjadi penasaran dengan apa yang dikatakan sang kakak. "Buat minggu depan? Upacaranya masih belum selesai?"

"Belum, Yuraq," jawabnya dengan senyum. "Ini masih setengah dari upacara penuhnya."

"Kukira upacaranya sudah sampai di sini saja," balas Yuraq dengan ekspresi heran.

Samin, Puma, dan orang-orang di lingkarannya pun tertawa melihat keluguan gadis itu, memeriahkan suasana pesta pernikahan ini. Perlahan-lahan, suasana hati Yuraq menghangat, ikut merasakan keceriaan mereka.

"Jadi begini ya rasanya punya keluarga," komentarnya dalam hati.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro