39
₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪
₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪
₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪
Hari yang dinanti — tujuan rombongan Yuraq datang ke daerah ini — sudah tiba. Upacara pernikahan antara seorang putra dan seorang putri akan dimulai.
Pagi ini, Yuraq dan Samin sibuk mempersiapkan hidangan untuk pesta nanti. Mereka berdua tidak sendiri, namun bersama dengan pelayan-pelayan lainnya di rumah ini. Di tengah kesibukan mereka, gadis itu mulai mengetahui bahwa sang tuan rumah adalah Churi dan putri bungsunya Aya, dan sang pengantin pria adalah Away.
"Hmm..."
Yuraq sedang berada di dalam dapur bersama Samin dan gadis-gadis lain yang bekerja di rumah ini. Kewajibannya sekarang adalah panci tembikar setinggi betis yang terisi penuh oleh air dan jagung hitam, yang nantinya akan menjadi chicha. Dipegang dengan ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengahnya saat ini adalah setongkol jagung hitam. Dengan pelan, dia mendorong tongkol itu ke dalam air.
"Hati-hati, pancinya gampang pecah." Peringatan bersuara serak itu membuat Yuraq agak kaget, sehingga tongkol itu jatuh ke dalam panci, kini tenggelam bersama kawan-kawannya.
"Ah iya," tanggap Yuraq. Gadis yang baru saja berbicara padanya adalah Achira, salah satu pekerja di rumah ini. Dia adalah seorang gadis remaja — kira-kira seumuran Titu — dengan rambut berantakan dan badan yang kekar namun langsing. Sikapnya yang tidak basa-basi membuatnya terlihat tambah sangar.
"Sudah di dalam semua kan?" tanya gadis itu.
"Sudah," Yuraq membalas. "Boleh minta tolong nyalain apinya?"
"Sebentar." Achira bergegas menuju pojokan dapur di sebelah kiri pintu keluar. Dari sana, dia membawa sepasang batu putih. Gadis itu jongkok di depan panci — hingga badannya kalah tinggi dari wadah tembikar tersebut — lalu mulai menggesekkan kedua batu itu terhadap satu sama lain. Percikan-percikan api meloncat dari pertemuan dua batu itu ke dalam lubang api berisi jerami dan potongan kayu di atas mana panci tersebut berdiri. Dengan seketika, api berkobar di pantat tembikar itu.
"Terima kasih," Yura berkata.
"Iya." Achira meninggalkan ruangan itu, barangkali ada sesuatu yang dia kerjakan di luar sana.
"Yuraq!" panggil Samin dari sebelah kanannya. Di depan wanita itu terdapat wadah-wadah keramik dengan berbagai ukuran dan isi — masing-masing berisi makanan seperti sup, kinoa, daging bakar, dendeng, koka, dan sebagainya. Di sekitarnya juga terdapat 4 orang gadis dan wanita muda yang Yuraq masih belum hafal baik muka maupun namanya.
"Iya?"
"Ayo bantu aku bawa ini," ajak Samin.
"Tapi chicha-nya?"
"Aman saja kok. Kan ada yang lainnya yang jagain."
"Ooh, baik bak."
ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ
Mereka berenam pun keluar dari ruangan yang ramai tersebut ke depan rumah, masing-masing membawa wadah-wadah keramik dalam kedua tangan. Yuraq kebetulan membawa yang paling ringan, yaitu setumpuk piring berjumlahkan 8 buah. Sementara itu, Samin membawa kendi air yang besarnya hampir sedada.
Di seberang jalan, Yuraq dan Samin bertemu 3 orang rekan laki-laki mereka. Di seberang jalan, ketiga pria itu hanya kelihatan kepalanya karena mereka berbaring di atas lahan rerumputan yang landai menjauh. Kenapa mereka begitu santai?
"Woi! Nganggur saja!" seru Samin.
Pacha memutar badannya ke arah Samin dan memandang mereka. "Kerjaan kami kan sudah tuntas. Sekarang tinggal yang gadis-gadis yang masak."
"Sialan kalian lelaki!" Samin menyahut dengan canda.
Kemudian, tiga pria itu hilang dari pandangan para gadis. Mereka kini sudah sampai di tempat pesta itu akan berlangsung — halaman berumput di sebelah kanan rumah, di sisi yang rombongan Yuraq dan Samin kemarin lihat saat datang. Tikar lebar yang didominasi oleh warna putih, hitam, dan merah sudah dibentangkan di sana.
Satu persatu wadah diletakkan di atas tikar tersebut. Kemudian, gadis-gadis lainnya datang dari depan rumah dengan membawa wadah-wadah lain. Sesudah Yuraq, Samin, dan lainnya selesai, mereka berjalan kembali ke dapur, entah untuk kembali memasak ataupun membawa masakan ke luar lagi.
Di tengah jalan, mereka bertemu dengan seorang pria dengan jubah merah muda, tunik kotak-kotak cokelat, kalung emas yang besar, serta hiasan kepala berupa bulu warna-warni, yang membawa seekor lama putih dengan karung di kedua sisinya. Dia datang dari jalan yang rombongan Hakan lalui.
ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ
Saat matahari berada tepat di atas kepala, kerumunan orang yang terdiri atas baik anggota keluarga maupun pelayan berdiri mengelilingi halaman di sisi kiri rumah. Para mumi juga ikut menyaksikan prosesi itu, dibopong oleh mereka yang masih hidup. Pacha, Nina, Titu, dan Hakan adalah yang membawa mumi itu dari sisi keluarga mereka.
Di tengah-tengah lingkaran manusia itu upacara sedang berlangsung. Away dan Aya kini bertatapan muka satu sama lain, sedangkan imam yang kepalanya berhiaskan bulu warna-warni itu mengucapkan doa. Pakaian kedua pengantin itu terkesan sama necisnya dengan yang dikenakan pria itu, meskipun kesannya lebih sederhana dengan warnanya yang serba putih, dan mereka tidak mengenakan alas kaki apapun.
Sesudah sang imam menyelesaikan lantunan doanya, dia memberikan sang pengantin pria sebuah sandal wol berwarna putih keabu-abuan. Pria yang awalnya berdiri itu pun mulai membungkuk dan berlutut di depan sang pengantin wanita.
Di antara hadirin yang menontonnya, ada Yuraq yang kebetulan berdiri di depan Samin serta di antara Puma dan Kura. Saat gadis itu menonton upacara khidmat itu dengan penuh perhatian, dia merasakan senggolan sikut yang pelan pada lengan kanannya.
"Kenapa Puma?" bisik Yuraq kepada anak laki-laki itu.
"Kapan kita menikah kayak gitu?" kata Puma dengan senyum jahil.
"Apa?" Tak bisa berseru, Yuraq menunjukkan keheranannya dengan tampang kecut yang memerah.
"Wah ada yang naksir nih," komentar Kura.
"Kalau kalian gak diam aku lempar kalian ke hutan ya," peringat Samin.
Dengan penuh perasaan, sang pengantin pria mengangkat kaki sang pengantin wanita. Kemudian, sandal wol itu didorong dengan tangan kanannya, hingga kaki sang wanita mengenakannya sepenuhnya. Sesudah itu, dia meletakkan kaki sang wanita kembali ke tanah dan mengangkat badannya. Sang imam melanjutkan upacara itu dengan doa dan pemberkatan sebelum benar-benar selesai.
Pada hari itu, Away dan Aya hampir resmi menjadi sepasang suami istri.
ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ
Setiap upacara diakhiri dengan pesta syukuran, tak terkecuali dengan yang satu ini. Di sisi lain rumah itu, mereka makan siang beramai-ramai.
Anggota keluarga saling menanyakan dan menceritakan keluarga mereka masing-masing, terutama Hakan dan Churi. Mumi-mumi duduk bersama sesama mumi, meskipun saling berdiam-diaman tanpa orang yang berbicara bagi mereka. Pelayan-pelayan Churi berkumpul dengan lingkaran mereka dan bergosip layaknya wanita-wanita muda, dan di antara mereka ada Pacha, Nina, dan Titu yang berusaha mencari pacar.
Dan sekali lagi, Yuraq berada di dekat Samin, Puma, dan Kura. Mereka berlima duduk melingkar di tengah tikar, kini dengan Achira bergabung bersama mereka.
"Maksudmu apa tanya begitu?" tanya Yuraq pada Puma tepat sebelum menggigit sepotong dendeng.
Puma hanya bisa tersenyum ketir, canggung dengan Yuraq yang sekarang kelihatan marah. Sementara itu, Samin melihat mereka berdua dengan senyum bergigi, seakan-akan hendak ketawa.
Sejak anak laki-laki itu tadi menanyakan pernikahan itu, hati Yuraq menjadi bercampur aduk. Menikah... berarti hidup bersama untuk seterusnya. Bukannya dia tidak mau seperti itu dengan Puma, tapi pikiran semacam itu memberinya perasaan mengganjal yang susah dipahami...
"Maksudnya dia suka kamu," tambah Kura.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro