Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

38

₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪

₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪

₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪

Matahari sudah berada di puncak langit, namun wujudnya yang bundar disembunyikan oleh bentangan awan yang mulus dan tak terbentuk. Langit siang itu polos putih benderang.

Di atas jalan berbatu yang bersebelahan dengan lereng berumput, Yuraq memandang ke sebelah kanan di mana lembah berada. Awan dan kabut putih nan tipis mengisi dataran rendah yang diisi oleh pohon-pohon yang padat. Hutan ini tidak mirip dengan hutan di sisi lain pegunungan — pohon-pohonnya terlihat jauh lebih tinggi dan warna daunnya begitu hijau gelap, memberi suasana yang lembab.

2 hari telah berlalu setelah rombongannya melewati dataran tinggi bersalju itu. Gadis itu sudah cukup kuat untuk berjalan sendiri — demam itu sudah sembuh sejak mereka menapakkan kaki tanah tak bersalju Daerah Timur. Tidak ada lagi dingin yang membekukan badan, yang ada hanyalah udara yang semakin lama semakin lembab dan hangat.

Sementara Yuraq asyik memandangi hutan di bagian depan rombongan, dia tidak menyadari bahwa ada yang membicarakannya di belakang rombongan.

"Guanya kayak gimana memang?" tanya Mayu. "Ada begini gak... guanya ada di lereng, terus di sebelah kirinya ada lembah?"

"Ah iya kayak gitu," seru Nina.

"Nah itu..."

"Memangnya kenapa Mayu?" Samin bertanya. "Guanya cocok sama yang kamu ceritain waktu itu?"

"Curiganya gitu, Samin. Gak. Pasti itu."

"Harusnya kamu ke sana juga kemarin lusa," Pacha berkomentar.

"Aku lagi gak bisa waktu itu. Aku jagain lama."

"Soalnya kamu yang pernah datang langsung ke sana. Mungkin kamu bisa nilai kalau itu guanya apa bukan."

"Iya sih," tanggap Mayu. "Tapi orang yang tidur di gua itu bakal dapat itu tuh... mimpi anehnya. Kalau dia mimpi begitu, sudah nggak salah lagi, itu pasti guanya."

"Ah iya! Mimpinya," seru Nina. "Apa kita tanyain ya ke dia?"

"Ah, Samin," panggil Pacha sambil menyenggol pelan wnaita itu dengan sikutnya.

"Hm? Tanyain?"

"Iya. Kamu kan yang paling dekat sama dia."

"Siap!" jawab Samin tersenyum.

Di tengah-tengah keasyikannya menonton hutan, Yuraq merasakan bahwa jalan itu sedikit landai ke depan — tanda bahwa mereka menuruni dataran tinggi ini. Tapi sampai sejauh mana?

"Yuraq," panggil Puma di sebelah kirinya.

"Iya?" Terdistraksi, Yuraq menoleh ke arah anak laki-laki itu.

"Menurutmu kita bakal masuk ke sana gak," tanya Puma sambil menunjuk hutan itu.

"Aku gak tahu, maaf," jawab Yuraq. "Soalnya aku belum pernah ke sana... maksudnya, ke rumah pengantin kakakmu."

"Sama, aku juga gak tahu. Omong, omong, gimana kalau kita... maksudnya, kalau rumah si pengantin ada di dalam hutan?"

"Memangnya mungkin? Kelihatannya sih, pohonnya terlalu padat. Gimana rumah bisa muat di sana?"

"Hmm, iya juga sih." Puma memandang gadis itu dengan tatapan khas "kamu kok nggak asyik sih".

"Tapi anggap saja, Yuraq, kalau di sana ada rumah. Anggap saja kamu tinggal di sana."

"Terus?" tanya Yuraq penasaran sekaligus heran.

"Terus..." Puma bergumam seakan lupa akan apa yang hendak dia ceritakan. "Terus... gak apa-apa."

"Yaah, maksud kamu gimana sih?" Yuraq kesal merasa dikibuli. Puma hanya bisa tertawa.

ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ

Di bawah langit yang merah muda, dengan mentari yang sudah mengambang di dekat di atas cakrawala barat, rumah-rumah di sisi kanan suatu bukit kecil berdiri mengelilingi rombongan itu. Hari sudah mulai gelap, namun masih belum begitu gelap sampai bangunan-bangunan ini hanya terlihat siluetnya.

Di desa itu, orang-orang masih lalu-lalang, sibuk beraktivitas. Ada yang membawa kendi atau keranjang atau karung atau rerumputan, ada yang memasak di luar, ada yang memalu dan memotong kayu, dan sebagainya. Yuraq dan yang lainnya beruntung bisa sampai di desa tujuan sebelum matahari terbenam.

Meskipun demikian, mereka belum sampai di rumah sang pengantin. Berdasarkan dari apa yang Hakan beritahu, tempat perhentian mereka adalah sebuah rumah di balik bukit kecil itu. Rumah itu katanya cukup besar — sekitar 6 hingga 10 kali luas rumah Yuraq. Namun, rumah ini masih belum terlihat dari jalan ramai ini. Mereka masih harus berjalan lebih jauh.

Sesampainya mereka di sisi lain perumahan itu, Yuraq mulai merasakan bahwa jalan itu menanjak. Perlahan-lahan, mereka menaiki bukit tersebut. Melengkapi jalan itu adalah pemandangan di kiri dan kanan yang sepi. Tanah di kedua sisi jalan tertutup oleh rumput-rumput pendek. Pada lapangan-lapangan itu masih ada rumah, meskipun tersebar jauh dan jarang.

Akhirnya, suatu siluet berbentuk kotak terlihat dari balik lereng bukit. Rumah itu mulai menunjukkan wujud aslinya, dengan atapnya yang tinggi dan lancip. Yuraq mendapati bahwa tampangnya membesar dan memaju di hadapan mereka. Semakin diperhatikan, semakin terlihat baginya bahwa rumah ini sebenarnya memanjang sepanjang.

Dan ternyata, mereka tidak sendiri di sana. Di depan rumah itu, terlihat ada 3 sosok yang berdiri dan berpindah dari sisi lereng ke sisi jalan. Mereka pasti pemilik rumah ini, pikirnya.

Sesampainya rombongan di depan rumah, Yuraq dapat melihat penampilan 3 orang itu. 2 di antara mereka adalah pria yang mengenakan tunik merah dengan garis-garis kuning dan putih — yang satu muda dan yang satu mukanya keriput seperti Hakan. Yang satu lagi adalah seorang wanita muda berambut lurus panjang yang mengenakan tunik dan lliklla¹ putih dengan pola garis-garis kuning di dekat sisinya. Mereka bertiga terlihat necis dan rapi.

Ketiga orang itu tersenyum ramah pada rombongan sambil melambaikan tangan, menandakan bahwa mereka disambut di rumah ini.

"Hakan!" seru pria tua itu dengan akrab. "Untung kamu gak kemalaman!"

Hakan — disusul oleh anggota keluarga lainnya — meninggalkan rombongan untuk menghampiri mereka. "Oh, jangan sampai." Hakan menghampiri pria itu, lalu mereka berdua berpelukan. "Anakku aman kan? Awas kalau kenapa-napa."

Sapa akrab antara dua orang yang berbeda itu — antara si ramah dan si penggerutu — cukup menggelikan bagi diri Yuraq, yang melihat dari tengah jalan bersama Samin dan yang lainnya.

"Memangnya itu siapa berdiri di sana?" tanggap pria itu sambil menunjuk yang muda.

"Oh. Bagus."

Yuraq pun mengalihkan perhatiannya pada pria muda itu. "Jadi itu ya anak sulungnya Hakan," pikirnya. Selaki gadis itu menonton, Hakan dan keluarganya menyalami sang wanita dan pria tua itu dengan menunduk, serta sang putra bungsu dengan memeluknya. Ada begitu banyak perasaan yang dapat dia lihat, mulai dari kangen, sayang, canda... Perasaan itu terasa familiar dan mengganggunya.

"Jadi begini rasanya punya keluarga?" katanya dalam hati.

"Yuraq!" gadis itu terkejut saat Samin menyentuh bahunya.

"Ah, iya Kak?" Dia mendapati bahwa Nina dan yang lainnya tengah membawa lama-lama itu ke dalam rumah.

"Ayo selesaikan kerja kita," ajak Samin. "Biar kita cepat istirahat, biar besok ada tenaga buat upacara dan pesta."

"Ada pesta?" tanya Yuraq.

ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ

Keterangan:

¹Kain persegi yang menutupi bahu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro