36
₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪
₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪
₪ ₪ ₪ ₪
Di antara tiang-tiang yang berbaris di sepanjang ruangan gelap tersebut, Yuraq melihat seperti ada bentuk-bentuk kelabu yang bergerak. Semakin lama, dia semakin melihat wujud mereka dengan jelas. Dari kejauhan, orang-orang itu terlihat seperti gadis-gadis berkulit pucat dan bergaun serba 'putih', namun dia masih tidak dapat menangkap wajah mereka. Gaun putih itu berombak-ombak dengan cukup kencang, seakan-akan mereka berjalan dengan langkah cepat.
Perlahan-lahan, Yuraq mulai menyadari bahwa bunyi derapan mulai terdengar dari segala arah, tak terkecuali dari ujung ruangan gelap bertiang di belakangnya. Gadis itu mulai merasakan ketakutan dalam dirinya. Ingin sekali dia segera kabur dari sini, namun ke mana dirinya bisa sembunyi?
Gadis itu menoleh ke sana ke mari untuk mencari sudut untuk bersembunyi. Saat mukanya dipalingkan kembali ke ruangan di seberang, dia melihat bahwa wujud-wujud yang tadinya kelabu kini menjadi putih. Mereka sudah lebih dekat meskipun belum cukup dekat untuk terlihat muka mereka. Sementara itu, kawan-kawan mereka juga mulai terlihat dari sepanjang ujung ruangan, nampak sebagai bentuk kelabu yang serupa.
Melihat hal itu, Yuraq pun menjadi semakin panik. Saking paniknya, dia berjalan keluar dari balik tiang persegi raksasa ke dalam lorong. Dengan terdesak, dia menengok ke ujung kiri dan kanan jalan, lalu ke langit-langit yang melengkung, lalu ke dinding-dinding bermotif rumit.
Saat matanya tertuju pada tiang-tiang besar itu lagi, Yuraq memperhatikan salah satu sudut antara tiang dan dinding yang membelakangi ujung kanan lorong. Tanpa banyak pikir — mengira bahwa orang yang datang dari sana tidak akan melihatnya, gadis itu segera berlari ke dalam sudut tersebut. Sebelum sampai di sana dengan aman, gadis itu melihat ada sosok-sosok putih di ujung lorong — mereka sudah menampakkan diri.
Gadis itu menghempaskan badannya pada sudut itu. Pandangannya tertuju pada sudut lain di seberang jalan. Dia berusaha memelankan nafasnya dan menjaga agar badannya tidak banyak, agar tidak ketahuan oleh mereka. Sementara itu, derap di balik dinding lorong sudah terdengar begitu keras, seakan mereka hanya berada beberapa rikra dari tempat dirinya berdiri sekarang.
"Aduh... tadi mereka kelihatan... mereka pasti lihat aku tadi," keluhnya dalam hati.
Gadis itu tidak menyadari bahwa tiang itu hanya menyembunyikannya dari satu ujung lorong. Saat dia memindahkan pandangannya ke depan, dia menjadi pucat pasi dan badannya bergetar dari ujung ke ujung. Dia lupa akan sesuatu.
Di ujung lorong ke mana dia menghadap, sosok-sosok bergaun putih itu juga terlihat. Orang-orang ini pasti dapat melihat kalau dirinya ada di sini. Menanggapi hal itu, Yuraq membeku di tempatnya layaknya mumi kering, tidak tahu harus berbuat apa lagi.
"Ya Tuhan, Matahari, dan sebagainya, aku mau pulang!" serunya dalam hati.
Akhirnya, saat yang ditunggu-tunggu telah datang. Orang-orang tersebut keluar dari balik dinding dalam barisan yang rapi. Mereka terlihat seperti dirinya — gadis muda berambut hitam dan berpakaian serba putih — dan tinggi badan mereka kurang lebih sama dengannya. Namun, pakaian yang mereka kenakan begitu berbeda dari tunik Yuraq. Di kedua bagian bahu, gaun putih itu memanjang hingga pergelangan tangan, menyelubungi lengan-lengan mereka dalam kain putih. Gaun itu sendiri terlihat lusuh sekaligus rapi dengan lipatan-lipatannya yang banyak, terutama di bagian dada bawah dan lengan.
Kemudian, Yuraq memandang wajah mereka. Kulit mereka terlihat begitu pucat di bawah cahaya lampu yang jingga, seakan tidak pernah keluar dari ruangan. Mulut mereka tersenyum dengan lebar, dan mata mereka terbuka lebar dan memandang lurus ke depan, seakan sedang merasa begitu bahagia.
Barisan itu terus berjalan tiada habisnya, sampai Yuraq heran sebenarnya gadis ada berapa ratus orang. Gerakan jalan mereka terlihat begitu rapi — bahkan langkah kakinya sinkron — sampai-sampai gadis itu tidak dapat melepaskan pandangannya dari barisan tersebut seakan terhipnotis.
Tak lama kemudian, barisan-barisan lain muncul dari segala arah, entah dari sisi yang berlawanan, dari sisi yang sama, maupun dari kedua ujung lorong. Kini mereka sudah dekat, dan Yuraq begitu terkejut melihat wajah mereka dari depan. Mata gadis-gadis tidak hanya terbuka lebar, namun melotot begitu lebar sehingga mata besar mereka terlihat bundar. Seumur hidupnya dia tidak pernah tahu orang bisa membuat muka semacam itu. Semakin memperseram ekspresi muka mereka adalah senyum lebar yang bahkan tidak terinterupsi oleh juluran lidah mereka di saat tertentu.
Yuraq benar-benar kaku seperti mayat saat bertatap muka dengan mereka.
Namun anehnya, gadis-gadis ini hanya melewatinya begitu saja. Menoleh saja pun tidak. Rasanya seakan dirinya tidak ada bagi mereka. Yuraq mendesah lega setelah menyadari ini. Setidaknya mereka tidak akan mengapa-apakan dia untuk saat ini.
Ruangan itu menjadi sangat sesak layaknya pasar, dengan lalu-lalangnya gadis-gadis itu. Meskipun demikian, Yuraq tidak mendengar sepatah kata dari mereka — tidak juga kata-kata yang terdengar meracau. Hanya ada hembusan nafas dan decak mulut.
Memperhatikan kerumunan itu, Yuraq menyadari bahwa tinggi badan dan muka mereka sama. Tidak ada kepala yang menonjol lebih tinggi — tinggi semua orang sama rata. Muka mereka — mengabaikan ekspresi aneh itu — bahkan tidak ada bedanya sama sekali. Kulit pucat, hidung mancung, bibir tipis, muka lonjong — semuanya sama, seakan mereka adalah kembaran.
Di tempat yang sesak di mana orang-orang dari segala arah berjalan cepat, biasanya orang-orang akan menyebar secara tidak beraturan. Namun, dalam kerumunan ini, Yuraq tidak melihat bahwa barisan-barisan itu rusak sama sekali. Yang terjadi adalah satu barisan pecah jadi beberapa barisan, yang kemudian menyatu dengan yang lain, kemudiah memecah lagi saat bertemu yang lain, dan seterusnya. Tidak ada yang berhenti, tidak ada yang tercerai berai, semuanya teratur dan dinamis.
Rasa takut yang tadi menyelimuti pikiran Yuraq, sekarang digantikan oleh rasa kagum dan penasaran. Perlahan-lahan, gadis itu mulai menggerakkan badannya. Kontras dengan langkah gadis-gadis yang cepat, dia melangkah dengan perlahan dan was-was.
Akhirnya, dia meninggalkan keamanan sudut antara dinding dan tiang itu, kini masuk ke tengah jalan yang ramai. Dia pun dihadapkan dengan barisan manusia yang padat dan tak berjeda, yang mengalangi jalannya. Sekarang bagaimana bisa dia menyeberang tanpa membuat dirinya disadari oleh mereka?
Namun di luar dugaan Yuraq — bahwa mereka akan berbuat sesuatu padanya jika ketahuan — gadis-gadis itu merubah jalurnya. Mereka yang berjalan tepat di depan gadis itu memutus barisan mereka dengan putar balik ke belakang, sehingga barisan utamanya menipis menjauhinya. Awalnya Yuraq kaget, namun akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam celah tersebut.
Saat Yuraq masuk ke dalam barisan, barisan tersebut menghentikan putar baliknya. Kini kedua sisi barisan berjalan lurus, namun membelok menjauhi gadis itu lalu bertemu lagi setelah melewati dirinya. Selagi menyeberang, pertanyaan-pertanyaan mulai bermunculan di kepala Yuraq. "Ini tempat macam apa?" "Siapa orang-orang ini?" "Apa yang ada di ujung sana?"
Tiba-tiba, gadis itu merasakan sensasi yang dingin di sekujurnya. Dia tidak tahu mengapa, namun ada perasaan bahwa sesuatu akan mendatanginya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro