35
₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪
₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪
₪ ₪ ₪
Perlahan-lahan, Yuraq mendapat kesadarannya kembali. Dia mulai memperhatikan uap yang berhembus dari mulutnya.
Gadis itu mendapati dirinya duduk di sudut gua, ditemani oleh potongan kayu, carik kain, dan pecahan keramik. Meskipun sama seperti isi rumah yang berdinding batu, ‘Ruangan’ itu sama sekali tidak mulus seperti ruangan yang dibuat oleh manusia — baik lantai, dinding, dan langit-langitnya yang tinggi penuh akan bongkahan, lekukan, tonjolan, dan terkadang runcingan. Gadis itu bergerak gelisah berusaha mencari posisi nyaman di antara batu-batu itu.
Di sebelah kirinya, dia melihat mulut gua itu. Bukaan tersebut nampak seperti suatu jendela atau pintu yang sangat lebar, dan dari jendela itu dia dapat melihat bahwa badai salju masih lebat di luar sana. Salju mungkin tidak dapat masuk lebih dalam ke dalam gua, di mana dia saat ini duduk. Namun angin badai itu — bersama dengan dinginnya yang menusuk tulang — masih dapat menjangkau Yuraq. Gadis itu semakin mengeratkan selimut-selimutnya pada tubuh.
Barangkali tempat dia duduk saat ini terlalu dingin. Barangkali jika dia pindah sedikit lebih ke dalam, dia akan merasa nyaman karena udaranya cukup hangat. Dengan pikiran demikan, Yuraq menoleh ke sebelah kanannya, di mana terdapat suatu terowongan yang menganga lebar dan mengarah pada ujung gua. Gadis itu sudah menduga bahwa gua itu begitu gelap — terlebih mengingat bahwa sekarang adalah malam hari — namun dia tidak menyangka bahwa akan sedalam ini. Dia sampai tidak dapat melihat di mana gua itu berakhir. Mungkinkah jika dia berjalan terus ke dalam terowongan ini, dia akan sampai di dunia bawah, di mana Supay¹ dan bangsanya tinggal?
Pemikiran itu membuat dirinya enggan untuk masuk lebih dalam. Melakukan hal yang macam-macam di dalam gua adalah mengganggu alam bawah dan para supay. Kalau mereka marah, mungkin mereka akan membunuhnya, atau orang-orang di daerah ini yang akan kena. Yang jelas, membuat masalah dengan mereka akan berakibat bencana. Lagipula — tanpa supay sekalipun — dia tidak tahu seperti apa gua itu jauh di dalam sana. Bisa saja di dalam sana ada permukaan yang bisa membuatnya meleset, atau batu yang bisa menyandung, menghantam, atau menusuknya, atau lubang ke dalam mana dia dapat jatuh. Kedinginan di sini bukanlah apa-apa dibandingkan apa yang dapat terjadi dalam gelap itu.
Yuraq pun memutuskan untuk duduk diam di sana. Pandangannya tertuju pada hujan salju yang turun deras tiada henti. Dia memperhatikan bahwa salju telah menumpuk begitu tebal, hingga pinggirannya mulai bertemu dengan kakinya, dan tingginya mencapai ulu hatinya saat badannya duduk. Gadis itu merasa bersyukur telah menemukan gua ini — seandainya dia telat, dia sudah terkubur di dalam putih-putih itu.
Di saat yang sama, hatinya bertanya-tanya cemas.
“Mereka pasti nunggu aku kan di sana?” tanyanya dalam hati. “Mereka pasti nunggu aku. Gak mungkin mereka lanjut jalan dengan cuaca seperti ini, ya kan? Habis badainya reda, mereka bakal nyari aku kan?”
Penuhnya kepala akan pikiran dan kecemasan — ditambah dengan udara yang dinginnya membuat beku — menghabiskan tenaga Yuraq meskipun tadinya sempat sadar. Kini badannya malas bergerak, kedua matanya menjadi berat, dan persepsinya akan dunia luar mulai kabur kembali.
Seakan muak dengan berjatuhannya butir-butir putih itu, Yuraq memalingkan mukanya dari mulut gua. Kini pandangannya tertuju pada benda-benda yang berserakan di antara sudut-sudut batuan. Ada kain polos dan bercorak kotak-kotak yang compang-camping. Ada pecahan keramik yang serba melengkung namun memiliki beragam ukuran, barangkali dulunya adalah gelas atau kendi atau mangkuk atau wadah semacamnya. Ada potongan kayu yang berbentuk balok atau tabung tipis, yang entah apa mereka dulunya.
Semua ini menunjukkan bahwa seseorang pernah berada di sini. Atau mungkin, gua ini pernah dikunjungi orang-orang, dan mereka sampai di sini untuk berlindung dari badai salju seperti ini. Namun, mungkin mereka tidak ke sini melulu untuk berteduh dari badai. Gua ini menjadi tempat perhentian yang baik untuk mereka yang jalan ke luar kota. Meskipun demikian, dengan berantakannya barang-barang di gua ini, dia mendapat kesan bahwa orang-orang ini datang dan pergi dalam keadaan darurat. Barang ditelantarkan begitu saja, seakan-akan tidak ada waktu tersisa untuk mengangkutnya.
Saat Yuraq memikirkan hal itu, dia merasakan ada sesuatu di pikirannya. Semacam ingatan. Ada hubungannya dengan gua ini. Gua yang sempat diceritakan oleh Nina dan Mayu di api unggun dan tepat sebelum badai ini terjadi. Apa hubungannya dengan tempat berteduhnya saat ini?
Sebelum gadis itu ingat, penglihatannya menjadi gelap. Kesadarannya akan baik barang-barang yang berserakan di gua, terowongan menuju dunia bawah, maupun badai salju yang mengganas di luar sudah lenyap.
ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ
Entah bagaimana dinding, lantai, dan langit-langit gua yang tidak rata itu kini menjadi rata. Terowongannya yang tidak beraturan kini berbentuk persegi yang melebar. Kelabu batu yang mengisi ruang ini kini digantikan oleh dekorasi yang terlihat penuh di mata.
Pola kotak-kotak yang berseling antara krem dan hitam menjadi corak ubin mengkilap yang melapisi lantai ini. Dinding-dinding dihias oleh tiang-tiang kotak yang melengkung lebar di atas. Pada bagian atas dinding — di antara tiang-tiang tersebut — terdapat motif-motif ukiran yang rumit. Bentuknya nampak seperti daun-daun tumbuhan dengan hewan-hewan dan manusia di antara dahan-dahannya. Di sana, Yuraq dapat menemukan hewan seperti rubah, burung, kadal, dan hewan aneh berkepala rubah, berbadan burung, dan berekor kadal.
Di sepanjang dinding terpasang apa yang nampak seperki kerangkeng hitam dengan nyala api di dalamnya, menerangi terowongan itu dengan cahaya jingganya hingga ke ujung. Yuraq menoleh ke atas, dan mendapatkan langit-langit yang melengkung jauh di atas sana. Gadis itu dapat melihat pola persegi yang berselang-seling antara krem dan hitam layaknya ubin-ubin raksasa.
Namun pertanyaannya sekarang, di manakah dia berada?
Dia kembali melihat sekeliling lorong itu. Dinding-dinding itu tidak sambung-menyambung menjadi satu, melainkan terpotong-potong pada beberapa sisi di antara dua tiang. Di dalam bukaan-bukaan tersebut, dia melihat bahwa di sana terdapat tiang-tiang yang lebih kecil. Tiang-tiang tersebut berbentuk tabung yang mulus. Mereka ada begitu banyak — mencapai ratusan lebih — sampai-sampai tiang hanyalah apa yang dilihatnya di sana hingga kegelapan.
Seumur hidupnya, dia belum pernah melihat arsitektur seperti ini. Di mana bata-bata yang tak beraturan itu? Kenapa semuanya terlihat begitu mulus seakan-akan merupakan satu bagian? Bagaimana bisa mereka menaruh api di dalam kerangkeng-kerangkeng itu? Siapa yang membangun semua ini?
Selagi gadis itu bingung dengan tempat misterius ini, derap mulai terdengar dari sisi kiri ruangan, dari hutan tiang itu. Derap itu terdengar menggema, seakan-akan ada lebih dari satu orang yang sedang datang ke sini.
Tanpa banyak berpikir, Yuraq pun kabur ke balik tiang besar. Dari belakang balok tinggi tersebut, kemudian dia mengintip ke arah sumber bunyi.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro