3
₪ ₪ ₪
Ternyata Tuhan sudah berkehendak lain.
Beberapa bulan setelah upacara itu, Kuya, ibu dari Yuraq, meninggal dunia.
Semua usaha Yuraq tidak ada artinya ternyata.
ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ
4 tahun telah berlalu. Yuraq sudah merelakan kepergian sang ibunda.
Meskipun demikian, dia sudah belajar bahwa tiada gunanya meminta pertolongan pada yang Maha Kuasa, pada sosok yang memilih untuk tidak membantunya meskipun mampu. Apa yang dapat dirinya lakukan, jika dia bergantung pada belas kasihan sosok yang bertindak semaunya?
Sekarang, satu-satunya keluarga yang dia miliki hanyalah ayahnya. Dia yang bersama sang bunda membesarkan dirinya dengan kasih sayang. Dia yang ini masih bernafas di sisinya. Dia tidak tahu bagaimana harus menghadapi kenyataan, seandainya sang ayah meninggalkan dirinya seperti sang ibu.
Keluarga. Yuraq ingin melindungi apa yang tersisa dari keluarganya.
"Aku mungkin hanyalah anak kecil yang lemah dan gak tau apa-apa, tapi aku akan berjuang keras agar Ayah tetap hidup dan bahagia. Gak ada berdoa, hanya usahaku sendiri yang dapat berarti."
ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ
Upacara akan dimulai siang ini. Pagi itu ramai dengan aktivitas, di mana orang mengangkut barang, memasak makanan, dan mempersiapkan tumbal.
Sementara itu, Yuraq tidak tertarik untuk melakukan apa yang tetangganya lakukan. Dia sedang sibuk membajak ladang keluarganya yang berada di depan rumah. Menggemburkan tanah yang sawo gelap itu dengan bajak yang orang-orangnya sebut sebagai taklla. Kaki kanannya menekan pijakan di ujung bawah bajak. Tangan kanannya memegang pegangan yang diikat pada batang bajak dengan tali tambang, dan membengkok tegak lurus terhadap batang itu. Sementara itu, tangan kirinya memegang batang bajak itu secara langsung. Dengan sekuat tenaga, dia dorong, dorong, dan dorong bajak itu ke tanah, menghancurkannya jadi gumpalan yang lunak di mana akar tanaman dapat tumbuh.
Sementara itu, Kusi yang baru saja selesai mendandani mumi istrinya, keluar dari rumah mereka yang berbatu-batu. Di balik lalu lalang orang-orang, dia dapat melihat putrinya yang baru beranjak remaja itu bekerja keras, mengabaikan persiapan upacara di sekitarnya.
Kusi paham dengan apa yang Yuraq rasakan. Saat seseorang sudah berdoa sungguh-sungguh dan berusaha keras agar permintaannya dikabulkan, dan yang terjadi adalah sebaliknya, akan mudah bagi dirinya untuk menyalahkan yang Maha Kuasa. Meskipun demikian, Tuhan dan dewa-dewinya berhak atas doa dan persembahan yang mereka berikan.
"Yuraq!" Kusi memanggil dari sisi lain jalan. Yuraq menghentikan aktivitas membajaknya, lalu menoleh padanya.
"Udah dulu kerjanya! Sini temani Ayah dulu bawain Ibu! Upacaranya bakal segera dimulai!"
"Iya Yah!" Yuraq menjatuhkan bajaknya di tengah ladang, segera berlari ke sisi lain jalan.
ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ
Prosesi itu berlangsung kurang lebih seperti upacara yang mereka adakan 4 tahun yang lalu, setidaknya demikian bagi Yuraq yang masih polos. Saat matahari hampir berada di atas kepala semua orang, upacara dimulai. Hadirin, baik manusia hidup, mumi, maupun hewan tumbal berdiri mengelilingi plaza, di mana sang imam melakukan ritual dan memanjatkan doa kepada dewa-dewi yang mewakili Tuhan.
Dalam doa itu, Yuraq mendengar 2 nama, yaitu Waskar dan Atawallpa. Nama itu sudah dia dengar sejak hampir 4 tahun yang lalu, pada masa-masa di mana ibunda meninggal.
Dari kabar yang beredar di antara warga-warga, Yuraq mengetahui bahwa kedua orang ini adalah putra dari kaisar mereka sebelumnya, Wayna Qhapaq. Sang kaisar meninggal dunia di saat ibu Yuraq dan warga desa lainnya menderita penyakit aneh itu. Sejak saat itu, kedua putranya berusaha merebut kekuasaan sebagai seorang kaisar, dan terjadilah perang saudara di antara mereka.
Yang membuat Yuraq takut adalah dampak dari pertarungan sengit ini. Kabarnya, desa-desa yang tidak mendukung Atawallpa dibantai oleh pendukung Atawallpa. Sebaliknya, desa-desa yang tidak mendukung Waskar dibantai oleh pendukung Waskar. Yuraq sempat berpikir untuk mengajak ayahnya kabur dari desa itu.
Setidaknya, desa mereka mendukung Waskar, berdasarkan dari bagaimana seringnya nama calon kaisar itu disebut di antara tetangga-tetangganya. Mereka punya setengah kemungkinan untuk selamat, jika ada calon kaisar yang menang.
Meskipun demikian, desa di mana dia tinggal dapat dibilang beruntung: selama 4 tahun perang saudara itu, tidak ada konflik apapun yang menyentuh desa ini. Sementara itu, desa lainnya mendapat serangan bertubi-tubi. Menyadari hal itu, Yuraq berpikir bahwa barangkali desa itu adalah tempat teraman bagi mereka, dan tidak ada tempat lain untuk kabur.
Kembali ke masa sekarang, Yuraq menonton llama-llama yang sudah menunggu di bawah terik matahari digorok lehernya bersama-sama oleh para pembantu imam. Sang imam tetap melanjutkan lantunan doanya, hingga doa itu berakhir. Kemudian, suasana sunyi upacara itu berganti menjadi sorak sorai, dengan orang memainkan gendang, seruling, dan alat musik lainnya, serta tarian-tarian di plaza.
"Yuraq." Sang ayah memanggilnya.
"Iya Yah?"
"Ayo kita ambil piring dan gelas. Hidangannya udah jadi nih."
"Iya Yah!"
Saat mereka akan kembali ke rumah untuk mengambil peralatan makan tersebut, Yuraq melihat di kejauhan ada seorang pria bertunik kelabu, datang dari luar desa. Yuraq tidak dapat melihat mukanya dengan jelas, namun dia terlihat begitu lelah dan ketakutan, seakan habis dikejar sesuatu.
Orang semacam, dalam bahasa mereka, dikenal sebagai "chaski". Mereka adalah orang yang pergi dari satu daerah ke daerah lain untuk membawa pesan dan kabar. Dan nampaknya, kabar yang dibawa chaski ini adalah kabar buruk. Orang itu dan kerumunan lainnya akhirnya tertutup dari pandangan Yuraq oleh rumah-rumah, namun dia dapat mendengar bahwa keributan pesta itu menjadi keributan yang kacau.
"Ada apa ya di sana?" Kusi bertanya pada Yuraq.
"Gak tau, Yah. Kayaknya buruk."
Tak lama kemudian, dugaan Yuraq itu terbukti benar.
Yuraq dan ayahnya kembali ke kerumunan yang tadinya berpesta itu. Mereka melihat orang-orang gusar, dan nama-nama seperti "Waskar" dan "Atawallpa" disebut. Ada juga yang sampai menyumpahi nama-nama itu, dan akibatnya ada yang beradu jotos di antara mereka.
Kusi berjalan menuju seorang pria yang adalah tetangga mereka. Yuraq memperhatikan mereka berdua membicarakan sesuatu, sebelum ayahnya meninggalkan pria itu dan kembali kepadanya. Dari ekspresi ayahanda yang serius, Yuraq yakin ini benar-benar masalah serius.
"Yuraq." Sang ayah memanggil namanya.
"Ada apa Yah? Apa yang terjadi?"
"Begini... calon kaisar yang desa kita dukung, Waskar... ternyata sudah kalah kemarin lusa. Sekarang calon kaisar yang satunya mengirim pasukannya ke desa-desa pendukung Waskar, termasuk yang ini."
"Ayah, berarti..."
"Berarti kita bakal kabur dari sini. Ayo kemas-kemas." Kusi memegang bahu Yuraq, mengajaknya kembali ke rumah segera.
Tepat saat keduanya akan meninggalkan kerumunan sekali lagi, mereka melihat seorang chaski lain berlari menuju desa itu, dengan raut muka ketakutan. Warga desa menyambutnya dengan ekspresi was-was.
"Pasukan mereka sudah datang!" Sang chaski berseru.
ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ
Cek juga karya-karya berikut di Wattpad! Di sini juga ada setting masyarakat Jawa di zaman Hindia Belanda,
Seperti "Soerat Djoerijah" oleh elsyjessy_, dengan perjuangan seorang biasa menjadi seorang artis musik,
Dan dilema antara cinta dan patriotisme oleh fidy23_.
Cek karya mereka dan berikan banyak vote dan comment!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro