Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

25

₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪

₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪

Sesudah jam istirahat itu, perjalanan dilanjutkan.

Peralatan masak dan makan seperti panci, piring, dan gelas mulai dirapikan. Tikar mulai digulung. Mumi-mumi keluarga mulai dipajang di punggung lama. Barang-barang dimasukkan kembali ke tas, dan tas-tas itu mulai diangkut oleh rombongan, baik manusia maupun lama.

Yuraq melonggarkan tali terakhir pada lama mereka, kemudian menarik hewan tersebut berjalan ke pinggir jalan, di mana orang-orang dan lama-lama lain telah menunggu. Di sana, dia dapat melihat bahwa Hakan sedang menunjuk-nunjuk orang di sekelilingnya — kelihatannya dia sedang memastikan tidak ada orang, lama, dan barang yang hilang.

Akhirnya mereka semua berada di pinggir jalan.

"Sudah siap semua kan?" Hakan berseru.

"Sudah Pak!" Pacha menyahut.

"Sudah." Orang lain juga menyahut, satu per satu dan bersamaan.

"Baik kalau gitu," tanggap Hakan. "Kita lanjut jalan."

Langkah maju pun mereka ambil. Perlahan-lahan mereka mulai meninggalkan tempat itu.

Yuraq yang berjalan di belakang rombongan menyempatkan dirinya untuk melihat pinggir jalan itu. Lahan menanjak tersebut semakin mengecil dari pandangannya.

Sementara itu, saat ini masih sore — matahari baru saja meninggalkan zenit, belum ¼ jalan menuju cakrawala. Meskipun demikian, langit itu begitu gelap karena mendung.

ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ

Yuraq dan rombongannya melalui beragam tempat, namun tidak banyak yang berbeda dari sebelumnya.

Setelah meninggalkan padang rumput itu, mereka disambut oleh suatu desa yang — meskipun tidak seramai desa yang mereka lalui sebelumnya — cukup banyak dilalui orang. Di sana mereka membeli air serta bahan makanan yang tidak mudah rusak seperti kentang, jagung, dan kinoa untuk mengganti yang sudah mereka pakai tadi siang. Saat mereka berada di sana, awan-awan menyingkir dari langit, memperlihatkan mentari yang sudah bergeser menjauh dari zenit.

Kemudian sekali lagi, rombongan itu mendapati diri mereka berjalan melalui lereng perbukitan yang miring. Kali ini, rumput di sana lebih pendek — tidak lebih panjang dari jempol kaki manusia. Warna rerumputan itu bergradasi dari hijau kekuningan ke kuning kejinggaan. Di sepanjang lereng ini jarang sekali ada permukiman — desa dan kota terdekat yang mereka jumpai berada di dataran rendah, sekitar beberapa tupu¹ dari jalan ini.

Perjalanan sore itu cukup membosankan bagi Yuraq. Di kiri hanya ada hutan atau semak belukar yang membelakangi hutan dan semak belukar lain di dataran rendah, jika bukan pemukiman warga. Di sebelah kanan hanya ada padang rumput dengan sedikit pohon dan semak belukar. Pegunungan Timur tidak terlihat karena tanjakan perbukitan itu menghalanginya. Meskipun demikian. Bukit itu tidak cukup menanjak sehingga sang mentari — yang kini berada ⅓ jalan dari cakrawala — tidak terhalang, sehingga sinarnya menghujani diri gadis itu dan rombongannya.

Di saat yang sama, terik matahari ini mengundang masalah bagi para mumi yang mengendarai lama. Pada dasarnya mumi adalah jenazah yang pembusukannya ditunda oleh mereka yang hidup, sehingga pada cuaca ini mereka mulai mengeluarkan bau yang mengundang lalat. Dalam keadaan seperti ini, keluarga Hakan serta para bawahan akan melakukan hal yang warga Tawantinsuyu biasa lakukan.

"Kura! Samin!" seru Ukllu pada anaknya dan sang buruh tani, yang berjalan paling dekat dengannya. "Tolong keluarkan kipas!"

Dengan segera, mereka bertiga meraih tas masing-masing, lalu mengeluarkan kipas dari dalamnya. Samin dan Kura mendapat 2 kipas, dan tanpa banyak pikir dia mengulurkan salah satu pada Yuraq yang berjalan tepat di sebelah kirinya.

"Yuraq!" Samin memanggil.

Gadis itu segera menoleh kepadanya, terbangun dari lamunan. "Iya Kak?"

"Nih ambil. Kita mengusir lalat." Yuraq segera meraih benda itu. Bentuknya menyerupai segitiga, dan sebagian besar massanya terbuat dari tali-tali kecil yang diikat jadi satu. Pada satu sisi terdapat bulu-bulu hitam dan kelabu yang terikat pada tali-tali tersebut.

Sesudah kipas itu berada di tangan Yuraq, Samin pergi mendekati seekor lama yang beradai di paling depan, kemudian mengipasi sang penumpang yang telah melampaui hidup. Mau tidak mau, gadis itu akan mengipasi mumi yang berada tepat di sebelah kanannya.

Yuraq mendekati mumi tersebut yang kini dikitari oleh lalat-lalat hijau dan hitam layaknya bumi yang dikitari oleh bulan. Bau busuknya — meskipun jauh lebih tidak terasa dari bau mayat biasa — dapat gadis itu cium. Maka tidak heran jika serangga-serangga ini dapat menemukannya.

Kemudian, Yuraq mulai mengayun-ayunkan kipasnya. Angin yang dikibaskan berhasil membuat lalat-lalat itu tercerai-berai hilang keseimbangan, meskipun mereka selalu kembali berusaha mendarat pada tubuh sang pendahulu.

Setidaknya pekerjaan ini membuat perjalanan ini sedikit lebih tidak membosankan, pikir gadis itu. Barangkali karena dia melakukan sesuatu yang berbeda. Barangkali karena dia asyik melihat lalat-lalat itu terlempar dari mangsanya. Yang jelas, gadis itu menikmati tugasnya.

"Kasihan kamu, Kakek. Harus kena cuaca kayak gini."

Perkataan bernada iba itu datang dari sisi lain lama. Yuraq kaget dengan suara gadis itu. Saat dia berjalan mundur sedikit, ternyata di sana ada seorang gadis.

Gadis itu terlihat lebih tua darinya, terlihat dari badannya yang sedikit lebih tinggi. Rambutnya hitam dan lurus. Matanya sama seperti milik ayahnya — sempit dan dalam. Dia adalah Kura, anak perempuan satu-satunya dari Hakan.

Tidak butuh waktu lama bagi gadis itu untuk menyadari keberadaan Yuraq.

"Oh, gak apa-apa Dik. Yang ini aku yang urus," kata Kura pada Yuraq.

"Ah, tapi..." Yuraq menengok ke belakang, lalu memandang ke depan lagi. Ternyata mumi di belakang sudah dikipasi oleh Pacha — yang mendapat kipas dari Kura — dan yang di depan oleh Ukllu.

"Aku terlanjur dikasih (kipas ini)..." Yuraq menambahi. "Lagipula aku lagi gak ada kerjaan."

Kura tersenyum ramah padanya. "Oh, baiklah. Kalau gitu bantu aku di sini."

Mereka berdua pun melanjutkan tugas mengipasi mumi tersebut tanpa bertukar kata. Setidaknya sampai gadis itu mengajak Yuraq berbicara kembali.

"Dik," panggil Kura.

"Iya?" Yuraq bertanya.

"Namamu?" tanya Kura.

"Aku Yuraq Kak," jawab Yuraq.

"Oh... Yuraq ya?" Kura menanggapi. "Kamu asal mana?"

Pertanyaan itu mengganggu Yuraq dalam hati. Bukan hanya dia dipaksa mengingat tragedi apa yang terjadi di sana, namun bahaya apa yang akan terjadi padanya jika orang tahu desa yang mana. Lagipula, dia sudah lupa namanya.

Beruntung bagi Yuraq, dia sudah lupa nama desa itu. Dia tak perlu berbohong.

Sementara itu, Kura sedikit mengerutkan dahinya. "Apa topiknya membuat dia gak nyaman ya?" pikirnya dalam hati, memperhatikan raut muka Yuraq yang nampak cemas.

"Maaf Kak... aku sudah lupa," Yuraq menjawab sebisanya.

"Oh gak apa apa," balas Kura. "Kalau kamu merasa gak nyaman buat menjawab jangan dipaksakan."

"Baik Kak..."

Percakapan itu pun berakhir di sana.

ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ

Keterangan:

¹1 tupu ≈ 7.7 kilometer.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro