Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

24

₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪

₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪

Rombongan manusia dan lama memulai perjalanan mereka di sepanjang jalan yang melintasi terasering.

Di kiri, mereka bersebelahan dengan dinding yang tersusun atas batu-batu kelabu yang tak beraturan. Di atas dinding itu, terdapat tumbuhan-tumbuhan tinggi dengan berkas-berkas kekuningan. Terkadang, di antara dinding itu dengan rombongan terdapat pohon-pohon berdahan rendah yang menghalangi.

Di kanan, rombongan dapat melihat lereng menurun dari terasering ini bersama ladang-ladangnya. Dari kejauhan, tingkatan-tingkatannya itu menyerupai panggung atau anak tangga yang ditumbuhi lumut. Di antara 'lumut-lumut' itu terdapat sosok-sosok kecil yang sebagian berdiam di tempat, dan sebagian pergi lalu lalang. Mereka adalah para buruh tani pada siapa Hakan telah menitipkan ladang-ladang ini.

Setelah berjalan puluhan rikra¹, mereka bertemu dengan dinding yang memotong terasering ini dari atas ke bawah. Sama seperti dinding pada umumnya, bata yang menyusunnya memiliki beragam bentuk dan ukuran. Di depan mereka, dinding itu terpotong dari satu bahu jalan ke bahu jalan yang lain, membentuk semacam gerbang.

Yuraq penasaran dengan apa maksud dari adanya dinding ini. Nampaknya dinding ini merupakan pembatas antara satu daerah dengan daerah yang lain. Namun pengetahuannya — sebagai orang yang tak pernah meninggalkan kawasan ini — kurang dapat diandalkan.

"Kak." Selagi berjalan, gadis itu memanggil Samin di sisi kanannya. Wanita muda itu pun menoleh padanya.

"Ya Yuraq?"

"Kok di sana ada dinding?" Yuraq mengacungkan telunjuknya pada susunan batu tersebut. "Memangnya yang punya ladang-ladang di sana beda ya orangnya?"

Hakan — yang berjalan di belakang mereka berdua — menjawab Yuraq sebelum Samin sempat berkata-kata. Gadis dan wanita itu pun menoleh ke belakang, memperhatikan sang penjawab.

"Iya Dik," jawabnya. "Kamu tahu... terasering ini terlalu luas buat dimiliki satu orang. Makanya aku cuma bertanggung jawab atas yang di sini. Habis kita lewat dinding itu, kita numpang lewat di ladang-ladang orang lain."

"Ah... gitu ya," tanggap Yuraq pelan. "Terima kasih Pak."

Tanpa dirasa, mereka hampir melewati gerbang itu.

ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ

Sejam kemudian, rombongan keluar dari kawasan ladang. Kini mereka mendapati diri berada di tengah-tengah pasar. Kios dan tikar tersebar di sepanjang pinggir jalan, lengkap dengan daging, pakaian, perhiasan, perkakas, dan barang dagangan lainnya. Para pedagang duduk atau berdiri di tempat mereka masing-masing, sedangkan pembeli dan hewan seperti lama dan alpaka lalu lalang baik di sepanjang maupun menyebrangi jalan yang rombongan lalui sekarang.

Jalan itu sendiri tidak biasa dibandingkan dengan jalan pada umumnya — lebarnya mencapai sekitar 4 rikra. Barangkali jalan ini bisa seluas itu karena medannya yang datar dan luas. Yang jelas, jalan ini menghadap langsung dengan tujuan rombongan selanjutnya — Pegunungan Timur. Meskipun dikaburkan oleh biru udara, Yuraq dapat menangkap wujudnya dengan jelas.

'Dinding-dinding' batu yang adalah gunung itu sama sekali tidak menyerupai dinding buatan manusia. Masing-masing dari mereka nampak seperti satu batu, dan semuanya sangat tidak beraturan baik dalam bentuk maupun susunan. Di mata Yuraq, pegunungan itu menyerupai pecahan keramik raksasa yang memamerkan sisi-sisi tajamnya. Gadis itu berpikir bahwa barangkali Tuhan atau seorang dewa tak sengaja memecahkan piringnya, sehingga dia membuang beling-belingnya ke bumi.

Dan di puncak serta sela-sela pegunungan itu tentu saja ada salju. Warnanya yang putih bersih kontras dengan massa pegunungan yang hitam dan suram.

Meskipun dingin — tentu saja — Yuraq merasakan dorongan untuk segera menyentuh dan bermain dengan salju itu. Dia suka teksturnya yang lembut, dan — tidak seperti tanah atau pasir — salju tidak berlama-lama menempel di kulit dan tidak bikin gatal. Sayangnya, berlama-lama menyentuh salju dapat menyebabkan luka, dan Yuraq tahu akan hal itu.

Setelah puas dengan memandang pegunungan, Yuraq menurunkan pandangannya. Gadis itu agak terkejut mendapati bahwa pasar tersebut sudah digantikan oleh padang rumput.

Di kiri dan kanan jalan batu, rumput-rumput pendek menutupi seluruh permukaan tanah. Di beberapa titik, terdapat batu-batu besar serta pohon-pohon berdahan rendah dan berdaun tipis. Lahan padang rumput itu tidak datar, melainkan sedikit melengkung dan menanjak naik ke kiri. Di sebelah kanan, rombongan dapat melihat pemandangan dataran rendah dan perbukitan. Di sebelah kiri, jalan itu berlanjut di sepanjang lereng yang lebih miring, lurus menuju Pegunungan Timur.

Sementara itu, langit tampak mendung. Langit terlihat kelabu bersih dengan sedikit gurat-gurat awan. Meskipun matahari tertutup oleh awan seperti, Yuraq tidak merasa hari ini akan hujan, entah bagaimana dia tahu.

"Berhenti!" Tiba-tiba Hakan berseru demikian. Rombongan itu pun menghentikan langkah mereka.

Hakan langsung berjalan ke sisi kiri jalan sambil menghadap mereka. "Kita istirahat dulu. Perjalanan dan waktunya masih panjang."

Maka Yuraq dan lainnya berpindah ke pinggir jalan.

Di atas rerumputan itu, pertama-tama mereka meletakkan tas dan mengikat lama pada pohon terdekat. Anggota keluarga yang sudah almarhum — mumi-mumi kering itu — diturunkan dari punggung lama dengan hati-hati dan penuh perhatian oleh Hakan dan kedua putranya. Istri Hakan — Ukllu namanya — mempersiapkan panci, perapian, dan sekarung jagung dan kentang untuk membuat makan siang, dibantu oleh putrinya. Nina, Pacha, dan Mayu mengangkat beban-beban dari punggung para lama untuk meringankan beban makhluk-makhluk itu, sedangkan Yuraq dan Samin memberi lama itu makan.

Sesudah tugas mereka selesai, Yuraq dan lainnya beristirahat dengan duduk dan berbaring di atas tikar yang dibentangkan di atas rumput. Terdapat 2 tikar di sana — yang hitam-merah dan yang hitam-putih — dan Yuraq duduk di yang hitam-merah bersama Samin. Sambil menunggu makan siang jadi, mereka berbincang dengan satu sama lain atau tidur siang. Lagipula tidak banyak pekerjaan yang harus orang-orang itu lakukan di sini — mereka berhenti di sini hanya untuk makan siang, bukan untuk tidur. Dalam sejam atau lebih sedikit, mereka akan pergi dari sini.

Meskipun mulai lapar, Yuraq menghibur dirinya dengan memandangi perbukitan dan dataran rendah yang ada di selatan. Namun terkadang, dia menyempatkan diri untuk melihat ke bawah, di mana anggota rombongan lainnya berada. Orang-orang itu sedang asyik dengan urusannya masing-masing, sedangkan Ukllu duduk menonton panci yang pantatnya terbakar oleh api. Di sana juga ada para mumi, duduk berjejer memandang pemandangan yang sama dengan Yuraq. Gadis itu penasaran siapa mereka.

"Samin." Yuraq memanggil wanita muda yang duduk di kanan sambil memeluk kedua lututnya. "Mereka siapa? Mumi-mumi itu?"

"Kalau gak salah sih..." Samin mengerutkan mukanya seakan berusaha melihat lebih jelas. "Mereka ayah dan ibunya Pak Hakan, terus ada ayah dan ibunya Bu Ukllu juga."

"Oh gitu ya..." Sudah puas dengan jawaban tersebut, gadis itu kembali mengalihkan perhatiannya pada perbukitan dan dataran rendah. Sementara itu, Samin memperhatikan bahwa Yuraq begitu menikmati apa yang dilihatnya.

ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ

Keterangan:

¹1 rikra ≈ 1.829 m.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro