Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

23

₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪

₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪

Matahari sudah menampakkan diri di cakrawala — di balik Pegunungan Timur. Langit yang awalnya tua menjadi cerah, kini memperlihatkan birunya yang dalam serta deretan awan-awan yang menyerupai sisik. Angin yang berhembus sepoi-sepoi membuat tetumbuhan — tak terkecuali jagung dan kinoa di ladang — melambai-lambai dengan gemerisik yang lembut.

Hari yang ditunggu akhirnya tiba juga.

Sebelum pemandangan ini muncul — saat langit masih gelap — Yuraq sudah bangun untuk mempersiapkan barang bawaan. Sayangnya, subuh itu masih begitu gelap — semua yang bukan langit terlihat hitam — sehingga sang gadis hanya bisa mengumpulkan barang-barang kecil yang berada pada jangkauannya.

Namun dengan terbitnya matahari, kini dia mulai melanjutkan aktivitas mengepak barangnya.

Peralatan makan seperti piring, gelas, dan tikar sudah diletakkan di atas sehelai kain lebar berwarna merah tua yang terbentang di sisi kanannya. Yang dia perlu ambil lagi sekarang adalah pakaian ganti dan — tentu saja — bekal. Maka dia berdiri dari atas tikarnya, bersiap meraih mereka.

Muka gadis itu menghadap ke dinding kiri rumah. Pada kedua ujung bawahnya terdapat 2 barang yang dia maksud. Di pojok belakang ada tumpukan kain putih kusam yang terlipat rapi — tunik-tuniknya. Sementara itu di pojok depan — dekat dengan pintu — terdapat karung kelabu dari serat tumbuhan yang mulutnya ditutup dengan disampul. Karung yang terlihat penuh itu cukup besar — jika Yuraq membopongnya maka akan terasa seperti memeluk seseorang. Isinya adalah bahan makanan — lebih tepatnya tongkol jagung dan kentang. Kemarin sore Hakan membagikannya pada mereka untuk bekal hari ini.

Kain merah itu sendiri nantinya akan menjadi tas untuk membawa karung, pakaian, serta barang-barang Yuraq lainnya. Saat digunakan, ukurannya cukup besar, yaitu sebesar badan Yuraq. Seandainya gadis itu tidak membawa bekal, tas itu akan nampak sangat kusut dan tipis, seakan-akan isinya di ujung bawah sana hanyalah sebongkah batu kecil.

Dan sekarang — tanyanya dalam hati — "ambil yang mana dulu ya?"

Yuraq menoleh pada tumpukan-tumpukan kain itu, kemudian mengalihkan perhatiannya pada karung makanan.

"Hmm..." gumamnya. "Kalau aku masukin tuniknya duluan, nanti bekalnya mudah diambil di jalan. Lagipula kami bakal lebih sering ambil makanan daripada ganti pakaian. Yaudah kalau begitu."

Yuraq berjalan menuju tumpukan pakaian. Tepat saat dia meraihnya, sesuatu terlintas di pikirannya.

"Ah tapi... tunik-tuniknya gak banyak. Harusnya gak terlalu nutupin mulut karung. Tapi aku masih bisa ngambil pakaian tanpa harus membuka tasuku lebar-lebar."

Yuraq tetap mengambil tumpukan pakaian itu lebih dulu. Namun, rencananya kini berubah. Karungnya akan dimasukkan duluan, sesudah itu baru tuniknya.

Gadis itu menaruh tunik-tuniknya di atas kain tas — di salah satu pojoknya — lalu berjalan menuju karung makanan.

Sebelum meletakkan karung itu di atas kain tas, Yuraq merapikan piring dan gelas yang sudah ada di sana, memberi tempat untuk karung. Sesudah itu, dia meletakkan lipatan-lipatan pakaiannya di atas karung. Kemudian dengan segera, dia menarik keempat ujung kain tas, mendekatkan keempatnya terhadap satu sama lain sehingga barang-barang gadis itu terbungkus oleh kain tersebut.

Dengan sekuat tenaga, Yuraq mengangkat tas itu ke punggungnya dengan menarik ujung-ujung kain merah itu ke atas. Kemudian dia tidak membuang-buang waktu untuk menyampul mati ujung-ujung kain tas di depan dadanya. Pada akhirnya, tas itu sudah memeluk badannya dengan erat dan tak mungkin jatuh.

Gadis muda itu siap untuk berangkat.

ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ

Matahari sudah lepas dari cakrawala — jaraknya dari perbatasan tersebut sebesar lebar sang mentari itu sendiri. Meskipun demikian, mereka belum melangkah sama sekali, apalagi meninggalkan perladangan ini.

Kini Yuraq duduk di pinggir jalan, menghadap lansekap terasering dengan pemukiman dataran rendah dan perbukitan jauh di depan. Di sebelah kirinya terdapat Samin — wanita muda itu duduk dengan Pacha dan Nina di kirinya. Sementara itu, di sebelah kanan Yuraq berbaring tasnya, memperlihatkan isinya yang adalah karung bekal dan tunik.

Gadis itu sebal dan bosan karena mereka harus menunggu. "Kok mereka lama sih?" Keluh Yuraq.

Sambil memeluk tas besar di pangkuannya, Samin melihat ke belakang — ke arah jalan — sebelum berpaling pada Yuraq yang cemberut.

"Aku denger-denger sih ada masalah sama salah satu lamanya." Kemudian, Samin berpaling kepada Nina. "Bener gak sih?"

"Hmm..." Nina bergumam mengiyakan. "Kata Mayu sih lamanya sakit, jadi mereka merawat yang itu sebentar sambil nyari yang lain yang bisa."

"Memangnya sakit apa?" Samin bertanya penasaran.

"Gak tahu sih. Aku bukan ahli lama soalnya."

Sementara itu, Yuraq yang mendengar percakapan mereka mendapati suasana hatinya yang sebal mereda. Mungkin karena ini menyangkut lama, hewan kesukaannya. Dia jadi ingin melihatnya sendiri. Lagipula, sudah menjadi tugasnya untuk menjaga lama yang akan berjalan bersama mereka dalam rombongan.

"Lamanya di mana Kak?" Yuraq bertanya.

Samin kembali berpaling pada gadis muda itu. "Oh di atas sana," jawabnya sambil mengacungkan jari telunjuknya ke sisi teratas terasering. "Kamu mau lihat?"

"Iya," jawab Yuraq antusias.

Di saat yang sama, mereka mendengar derap kaki yang pelan dari jalan. Sebagian terasa seperti ujung lunak yang menyentuh batu yang keras, sedangkan yang lain terdengar lebih keras — decakan benda keras dan lebar terhadap permukaan yang sama.

Yuraq dan kawan-kawan menoleh ke kanan. Ternyata, di sana terdapat rombongan orang dengan 4 ekor lama mereka.

Rombongan itu terdiri atas 2 orang perempuan — istri dan putri Hakan — serta 4 orang laki-laki — Hakan, 2 putra termudanya, serta Mayu. Sang istri adalah seorang wanita paruh baya dengan ekspresi muka yang ceria, tidak seperti anak dan suaminya. Sang putri dan putra bungsu terlihat lebih tua dari Yuraq, namun lebih muda dari Samin, sedangkan sang putra tengah kira-kira seumuran dengan wanita itu. Hakan terlihat seperti biasa — berbadan besar dan berpenampilan tangguh. Begitu juga Mayu dengan tampangnya yang berumur. Mereka berenam terlihat berbeda satu sama lain, namun semuanya membawa tas besar dengan beragam corak di punggung masing-masing.

Sementara itu, para lama — sama seperti tuan manusia mereka — juga membawa tas di punggung mereka. Namun tidak seperti para manusia, masing-masing dari mereka membawa 2 tas di sisi kiri dan kanan punggung, serta mumi di antara keduanya. Mayat-mayat kering itu sudah diikat sedemikian rupa dengan tali pada badan hewan tersebut sehingga tidak akan jatuh.

"Woi!" Hakan memanggil dari kejauhan. "Sudah siap kan? Ayo berangkat!"

"Iya Pak!" Sahut Samin. "Ayo Yuraq. Nina. Pacha."

Keempat orang itu menegakkan badan mereka dari sisi jalan, kemudian mengangkat tas masing-masing ke punggung sebelum berjalan mendekati rombongan. "Akhirnya!" Yuraq berkomentar dalam hati.

Suasana hati gadis muda itu berseri karena perjalanan panjangnya melintasi negeri ini akan segera dimulai.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro