22
₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪
₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪
"Kok aku?" Yuraq bertanya dalam hatinya.
"Yang sudah aku tunjuk bisa di sini sebentar ya habis jam istirahat," Hakan menambahkan. "Nah, yang lain — yang bakal tetap di sini — tolong jaga ladang-ladang ini sama rumah kami ya. Kalau ada masalah..."
Yuraq diam tidak percaya bahwa dirinya sekali lagi akan bersama-sama dengan Samin. Kenapa dirinya — yang tidak berpengalaman maupun berkemampuan — yang ditunjuk?
Sementara itu, Hakan kali ini menunjuk beberapa orang untuk mengawasi ladang di tempatnya. Kemudian, jam istirahat ini ditutup dengan sedikit pengumuman tambahan. Setelah pengumuman itu selesai, para buruh melanjutkan makan siang mereka yang sudah hampir selesai, sebelum pergi meninggalkan rumah untuk kembali bekerja di ladang.
Yuraq, Samin, dan 3 orang lainnya berdiri di depan rumah bersama Hakan. 3 orang tersebut adalah Nina, Pacha, dan Mayu. Nina adalah pria muda bertubuh tinggi, besar, dan bundar. Yuraq tidak yakin apakah dia nampak berisi karena gemuk atau kekar, namun pria itu terlihat kuat. Kemudian ada Pacha, yang badannya kurus namun berotot. Dan yang terakhir adalah Mayu yang lebih pendek dari mereka berdua. Badannya lebih berisi dari Pacha namun lebih langsing dari Nina. Dia juga terlihat jauh lebih tua dari mereka semua dengan keriput di sekitar matanya.
Di hadapan mereka berlima, Hakan mulai menjabarkan tugas mereka. Nina bertugas mengangkut dan memindahkan barang-barang berat, tentu saja. Pacha bertugas mengantar pesan atau barang ke tempat yang rombongan nanti tidak mungkin untuk raih — pada dasarnya dia menjadi semacam chaski. Mayu bertugas menyajikan makanan dan — jika perlu — membangun kemah. Samin bertugas untuk berkomunikasi dengan dari warga lokal, entah untuk mencari arah atau belanja. Dan Yuraq sendiri tugasnya adalah menjaga lama yang akan rombongan bawa. Semuanya memiliki satu tugas yang sama, yaitu membantu Hakan dan keluarganya mengangkut dan memindahkan barang pada umumnya.
Yuraq senang bahwa dia bisa jalan-jalan bersama Samin. Meskipun demikian, dia masih bertanya-tanya kenapa dirinya yang ditunjuk, dari puluhan buruh tani yang sudah dewasa dan bekerja lebih lama dari dirinya.
"Gimana?" Hakan bertanya. "Sudah paham tugas-tugasnya? Atau ada yang mau ditanyakan?"
Sekarang adalah saatnya untuk bertanya, Yuraq sadari.
Gadis itu mengangkat tangan kanannya setinggi dada. Hakan mengalihkan perhatiannya pada sang gadis.
"Ah, iya Yuraq?" Hakan bertanya.
"Permisi, saya mau nanya..." Yuraq berusaha menyusun pertanyaannya. "Saya masih kurang... berpengalaman, jadi... kenapa saya dipilih untuk acara sepenting ini?"
"Hmm gitu ya..." Hakan menanggapi.
"Memang sih kamu belum berpengalaman. Tapi justru karena itu — menurutku — kamu harus ikut acara ini. Di jalan kamu akan belajar caranya hidup dan bekerja — diajarin sama kakak-kakakmu ini. Mereka ini orang yang ahli di bidangnya."
Hakan mengambil nafas sebelum melanjutkan wejangannya. "Selain itu — sebagai anak buahku — kamu harus tahu adat keluarga kami. Kamu tahu anakku ada berapa?"
Yuraq benar-benar tidak tahu siapa lagi, selain putra sulungnya yang menikah itu. Yang jelas dia bukanlah anak tunggal.
"Dua Pak?" Yuraq menjawab dengan ragu.
"Salah" seru Hakan. "Yang benar ada empat. Kasihan loh yang dua dilupain."
"Ah... maaf Pak." Yuraq menjawab gugup.
"Yang lain sudah tahu kok. Makanya, kamu ikut kami ke luar kota. Paham?"
"Baik iya Pak," Yuraq berseru.
Jadi begitu maksud atasannya itu. Cara Hakan menanyai Yuraq ada berapa anaknya terkesan aneh bagi dirinya. Namun intinya jelas — dia adalah anak yang tidak berpengalaman dan dia harus menjadi berpengalaman. Kalau dipikir-pikir, nasihat itu punya jiwa yang sama seperti nasihatnya Samin.
Hampir satu jam itu mereka habiskan untuk bertanya-tanya seputar perjalanan ini. Meskipun demikian, Yuraq tidak lagi berkata-kata setelah satu pertanyaan itu, bingung dengan apa yang orang-orang di sekitarnya bicarakan. Di tengah percakapan itu, Hakan memberitahu mereka bahwa mereka akan berangkat lusa pagi.
"Sudah kan?" Hakan bertanya, menandakan berakhirnya pertemuan mereka. "Gak ada yang mau ditanyakan lagi? Kalau gitu balik ke ladang."
"Baik Pak!" Yuraq dan keempat rekannya menjawab dengan serentak, lalu berjalan meninggalkan rumah.
Kini Yuraq berjalan bersama Samin melalui jalan terasering yang berubin batu, pergi menuju suatu petak.
"Ternyata kita barengan lagi," Samin berkomentar. "Apa ini beneran takdir?"
Yuraq tertawa mendengar candaan seniornya. "Gak tahu kak... tapi yang jelas pengalaman ini..."
Nada gadis itu bicara menjadi serius. Meskipun demikian, keceriaan Samin nampak tidak terganggu oleh hal itu.
"Aku pernah jalan ke luar kota, tapi belum pernah ke Pegunungan Timur, apalagi dengan pekerjaan seperti ini." Yuraq melambatkan langkahnya sambil menoleh ke Samin. Ekspresinya memohon, entah sengaja atau tidak.
"Kalau aku bingung, tolong bantuin aku ya Kak?"
Yuraq heran dengan tingkahnya sendiri. Dirinya memang 'nempel' dengan Samin, tapi tidak pernah memelas seperti ini. Dengan segera dia memalingkan muka dan bungkam dalam rasa malu.
Sementara itu, Samin tersenyum padanya. "Iya Yuraq," jawabnya dengan keibuan. Sesudah itu, mereka berdua berjalan tanpa bertukar kata.
Dalam hati, Samin terhibur dan puas melihat ekspresi sang junior. "Dia sudah membuka diri ternyata."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro