17
₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪
₪
Kini di depan rumah itu, Yuraq duduk bersama Samin dan Qispi di sebelah kirinya. Tepat di depan mereka adalah rintik hujan yang cukup deras. Namun, badan mereka tidak basah — hanya sedikit lembab — berkat atap jerami yang menggantung hingga pinggiran depan rumah.
"Wah kalau kayak gini kita gak bisa langsung menanam jagungnya" keluh Samin. "Tanahnya terlalu lembab."
Qispi menghembuskan nafas dengan berat. "Bisa-bisanya ya hujan di hari ini."
Sementara itu, Yuraq hanya terdiam. Dirinya tidak tahu ingin berkata apa. Sekalipun ada yang ingin dia bicarakan dengan Samin, dia merasa enggan untuk melakukannya karena ada pria muda ini yang akan 'menguping' mereka.
Sejak percakapan kecil itu, tidak ada kata yang bertukar di antara mereka. Sekalipun ada, yang ada hanyalah pertanyaan singkat dari Samin — dengan jawaban yang setara singkatnya — tentang hal-hal sembarang dan sepele, setidaknya bagi Yuraq.
"Kalian kedinginan?" Samin bertanya lagi pada mereka.
"Hmm hmm" Yuraq mengangguk di sebelah kanannya.
"Iya sih" jawab Qispi di sebelah kirinya. "Kamu ada... eh maksudnya, di dalam ada kain atau apa gitu?"
"Kayaknya ada. Cuma di dalam gelap" balas Samin. "Gak tahu tuh, coba saja lihat di dalam."
"Omong-omong soal masuk ke dalam... kenapa kita gak pindah ke dalam saja? Kena hujan di sini."
"Di dalam sana pengap banget. Aku mending duduk di sini."
Qispi pun mengangkat badannya dari atas tanah. "Emang sepengap apa sih?" Setelah mengibas-ngibaskan bagian bawah tuniknya — menyingkirkan debu yang melekat pada kain pakaian itu — dia berjalan menuju sisi dalam rumah, meninggalkan Yuraq dan wanita muda itu di depan.
Sementara itu, bunyi rintik menjadi semakin keras. Hujan itu menjadi semakin deras. Saking beratnya hujan itu, langit menjadi kelabu gelap. Yuraq dan kawan-kawan tidak dapat melihat apa yang ada belasan rikra di depan mereka selain 'kabut' kelabu.
Setidaknya bagi Yuraq — dengan perginya Qispi ke dalam rumah — sekarang hanya ada dirinya dan kakak panutannya. Dengan hujan deras seperti ini, dan dinding batu tebal di belakang, pria itu tidak akan menguping percakapan mereka. Sekarang gadis muda itu ingin sekali membicarakan sesuatu dengan Samin.
Namun apa yang ingin dia bicarakan dengan Samin?
Rasanya dia bukan tidak punya topik untuk dibicarakan. Yuraq ingin mengungkapkan sesuatu. Barangkali hal itu berhubungan dengan rasa khawatir atau tidak nyamannya. Namun apakah itu? Yuraq berusaha memutar otaknya untuk menyadarinya, sambil menyusun kata-kata yang pas.
Tidak butuh waktu lama, Yuraq tahu apa yang harus dia tanyakan.
"Kak Samin" panggil gadis muda itu.
"Hm?" Wanita muda itu menoleh ke sisi kanannya. "Ada apa Yuraq?"
"Itu kak..." Yuraq masih agak canggung untuk menanyakannya. "Hari ini... tumben bawa teman..."
Samin memandang Yuraq dengan sedikit heran. "Bukannya aku biasanya kerja bareng teman ya?"
"Tapi Kakak gak bawa satu orang ke mana-mana seperti ini."
"Oh itu..." Samin tersenyum tenang pada Yuraq seakan-akan lega.
Belum puas dengan tanggapan seniornya itu, Yuraq kembali bertanya. "Kenapa Kakak bawa teman Kakak ke mana-mana."
"Itu rahasia" jawab Samin dengan bercanda.
Raut muka Yuraq pun berubah. Yang awalnya netral kini menjadi khas orang sebal. Hal itu membuat Samin merasa agak bersalah.
"Bercanda bercanda!" Samin berseru, sambil memegang dan menggoyang bahu Yuraq dengan tangannya. "Kamu mau tahu kenapa?"
Ekspresi Yuraq yang tadinya suram itu dengan cepat menjadi berseri-seri, lebih ceria dari tampang datarnya tadi. "Apa itu Kak?"
"Begini." Samin mengambil nafas dalam sebelum melanjutkan perkataannya. Ekspresinya juga menjadi lebih serius.
"Yuraq" panggil wanita muda itu, sambil memegang bahu sang gadis muda sekali lagi. "Kamu harus belajar bergaul dengan orang lain."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro