16
₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪
Tanpa siapapun sadari, langit menjadi semakin gelap meskipun hari semakin siang. Sepertinya awan sedang berkumpul dan hujan akan terjadi.
Sementara itu, masih tidak ada sepatah kata pun bertukar antara Yuraq dan Qispi. Keduanya juga mulai berjalan ke mana-mana, diam-diam menjauhi satu sama lain. Mereka berusaha mengalihkan perhatian mereka pada hal-hal lain, seperti tanaman dan langit yang mendung.
Kemudian, Samin pun menampakkan diri di pintu, dari balik kegelapan interior rumah. Tangan kirinya membawa kantong wol berwarna kelabu kusam dengan tali di mulutnya. Tangan kanannya mulai melambai kepada dua rekannya di seberang tangga.
"Woi! Ayo mulai kerja!"
Yuraq dan Qispi dengan seketika menoleh ke arah sumber suara. Akhirnya, suasana canggung itu berhenti juga. Pria muda itu segera menanggapi Samin dengan berjalan mendekati wanita muda itu.
"Oke mana bibitnya?" Qispi bertanya, tepat setelah dia berada pada 1 rikra di depan Samin, yang menunggu di bukaan pintu.
Dari kejauhan, di pinggir petak jagung yang hampir setinggi pinggang anak seumurannya, Yuraq menonton sepasang pria dan wanita muda itu berbincang-bincang. Dia tidak tahu apa yang mereka bicarakan — mereka berdiri cukup jauh darinya.
Namun Yuraq tahu bahwa menunggu seperti ini begitu membosankan.
"Ah yang benar saja!" Yuraq mengeluh dalam hati. "Apa sih yang mereka omongin? Kalau kayak gini gak kerja-kerja juga."
Di saat yang sama, gadis muda itu merasa kesepian. Samin yang biasa berbincang dengan dirinya kini bersama pria itu. Dia merasa seakan temannya direbut oleh orang lain, dan kini dia dilupakan.
Tiba-tiba, Yuraq menangkap alur pikirnya itu. "Apa yang aku pikirkan? Kok malah tentang Samin dan aku? Harusnya... ini karena mereka gak fokus dengan kerjaan. Kenapa..."
Seiring menit berlalu, Yuraq mulai menyadari bahwa dirinya tidak benar-benar ingin bekerja. Dia hanya bekerja untuk bertahan hidup — untuk mengabulkan permintaan terakhir sang ayah — dan meskipun pekerjaan ini tidak menyusahkan hatinya, dia tidak terhibur oleh itu.
Namun, ada keinginan tersembunyi yang dirinya tidak sadari. Keinginan yang mengganggunya sebelum dia dipungut oleh Hakan. Sesuatu tentang kehangatan, perhatian, dan hal-hal membahagiakan yang lain.
Tanpa disangka, Yuraq pun mendapat terang tentang apa yang mengganggunya. Alasan sebenarnya dari ketidaknyamanan gadis muda itu pun menampakkan diri.
Dia tidak ingin sendiri. Dia ingin kembali berada dalam keluarga yang menyambut dan menyayanginya, dan Samin adalah hal terdekat dengan seorang figur ibu. Seseorang yang ramah padanya, yang mengajari dirinya bagaimana hidup di dunia ini...
Oleh karena itu, selama ini, Yuraq hanya ingin bersama Samin. Semua kegiatan berburuh tani ini hanyalah alibinya. Wanita itu adalah satu-satunya yang dia miliki semenjak ayah dan ibunya meninggalkan dunia ini. Dia saja sudah cukup, dirinya tidak perlu orang lain lagi.
"Yuraq! Sini!" Samin memanggil sambil melambaikan tangan.
Panggilan yang keras itu menyadarkan Yuraq dari permenungannya. Gadis muda itu mengarahkan pandangannya ke wanita di depan gubuk, sebelum menoleh kiri dan kanan untuk melihat keadaan.
Tanpa disangka, langit sudah menjadi kelabu. Pecahan-pecahan awan yang gelap dan besar hanyut di udara, dekat dengan permukaan tanah.
"Oiii!" Wanita itu berseru lagi. "Bentar lagi hujan! Ayo berteduh dulu!"
Tanpa banyak pikir, Yuraq mulai berlari ke arah Samin dan Qispi. "Iya Kak!"
Sementara itu, tetes air mulai turun dari langit, satu per satu.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro