11
₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪
Yuraq belum sadarkan diri sepenuhnya. Dia masih memejamkan kedua matanya, dan semua masih terlihat gelap baginya.
Meskipun demikian, dia dapat mendengar rintik hujan yang cukup deras. Namun karena suatu alasan, suara hujan itu terdengar agak jauh, dan rintikan yang datang dari atasnya berbunyi keras tanpa membasahi tubuhnya, seakan dia sedang berada di dalam suatu rumah. Dugaannya itu dikuatkan oleh bagaimana keringnya tempat dia berbaring, yang memiliki tekstur seperti kain.
Sebenarnya, di manakah dia berada? Lebih tepatnya, di rumah siapa dirinya berada?
Tak lama kemudian, Yuraq membuka kedua matanya, hanya untuk mendapati bahwa di hadapannya menggantung suatu atap jerami yang disangga oleh kuda-kuda kayu. Ruangan itu cukup gelap, namun tidak terlalu gelap sehingga Yuraq tidak bisa melihat atap tersebut.
Ternyata dia memang berada di rumah seseorang. Sekarang pertanyaannya siapa yang punya rumah ini? Siapa yang membawanya ke sini?
Yuraq mengangkat badannya hingga dia terduduk. Gadis muda itu mendapati dirinya duduk di atas sehelai kain putih. Di sisi kirinya, terdapat mangkuk dan gelas keramik berwarna sawo gelap. Mangkuk tersebut berisi kinoa dan dendeng, sedangkan gelasnya berisi air. Di sisi kanannya, terdapat lipatan kain yang putih bersih, tidak seperti pakaiannya saat ini. Saat Yuraq mencoba membuka tumpukan kain tersebut, dia mendapati bahwa apa yang dipegangnya adalah set tunik. Pakaian ganti.
Siapapun yang membawanya atau memberinya tempat inap di sini pasti orang dengan niat baik, pikir Yuraq.
Rintik-rintik hujan masih berbunyi. Hujan itu sendiri masih belum berhenti, masih deras. Pemandangan di luar rumah yang Yuraq lihat melalui pintu terlihat kelabu terang. Gadis muda itu hanya bisa duduk diam di atas tikar tipis itu sambil memikirkan apa yang akan dia lakukan selanjutnya.
Kemudian di tengah rintik-rintik itu, terdengar bunyi jejak kaki. Kesannya lembab, bercipratan, seakan kaki-kaki itu menginjak kubangan. Yuraq menyadari bahwa seseorang tengah datang ke sini.
Bunyi jejak itu semakin lama semakin terdengar dekat. Akhirnya, dari balik pintu, muncul siluet seorang pria yang mengenakan tunik kelabu. Badannya besar berisi, rambutnya begitu pendek hingga ngepas dengan kepalanya, dan wajahnya susah terlihat bagi Yuraq karena gelap, namun gadis muda itu dapat melihat sangarnya muka yang berkerut-kerut itu.
Secara refleks, Yuraq menarik kedua tangan dan kakinya.
"Sudah bangun kamu" sapa pria itu, dengan suara yang sedikit lebih dalam dari suara ayahnya. Sang pria masuk ke dalam ruangan itu melalui pintu sempit yang hampir pas dengan badannya. Yuraq pun semakin memundurkan badannya. Akhirnya, pria itu berhenti di depan Yuraq untuk jongkok dan bertatapan mata dengan mata dengan gadis muda itu.
"Siang, Dek. Namamu siapa?" Pria itu memasang muka datar pada Yuraq. Gadis muda itu semakin was-was dengan sang pria.
"Aku... Yuraq, Pak." Gadis muda itu menjawabnya dengan suara pelan. Matanya mengarah ke pintu yang menganga sempit, menghindari kontak mata dengan pria itu.
"Oh, Yuraq ya. Omong-omong, ayah dan ibumu di mana? Kok kamu sendirian di Desa Rakay? Kamu asli sana ya?"
Dengan refleks, Yuraq menjawab "nggak" pada sang pria.
Sang pria mengernyitkan dahinya. "Terus di mana ayah sama ibu?"
Pertanyaan yang baru dijawab Yuraq tadi membuat dirinya terkejut. Ekspresi pria itu juga membuat dirinya semakin was-was. Masalahnya, dia mendapat firasat bahwa memberitahu pria itu kebenarannya akan membahayakan dirinya, tapi bagaimana? Gadis muda itu membisu, berusaha mencari jawaban yang 'aman' untuk digunakan.
"Kalo aku ceritain apa yang terjadi sama Ayah dan Ibu, dan dari mana aku datang... gimana kalo dia tau aku datang dari desa yang mendukung calon kaisar yang kalah, sedangkan dia sendiri datang dari desa yang calon kaisarnya menang? Gimana kalo dia tau aku kabur dari desa yang dibantai? Aku pasti bakal diapa-apain kalo mereka tau kebenarannya."
"Yaudah... kalo gini jadinya... mau gak mau aku harus bohong. Tapi aku bilang apa? Duh..." Muka Yuraq mengkerut seakan mengisyaratkan kesakitan.
Kemudian pria itu memanggil, tidak sabar menunggu jawaban sang gadis sekaligus cemas dengannya. "Dek?"
"Ah maaf, Pak." Yuraq akhirnya menjawab sang pria. "Aku... Ayah dan Ibu... waktu itu aku sama mereka lagi jalan ke luar kota. Tapi pas di tengah jalan, kami bertiga dirampok. Ayah dan Ibu dibunuh sama mereka, tapi aku berhasil kabur."
"Terus kamu di desa itu ngapain?" Sang pria menjadi semakin penasaran.
"Aku habis jalan jauh, nyari makanan tapi gak ketemu juga. Terus aku sampai di desa itu, tapi gak nemu makanan di sana. Terus aku pergi dari sana, tapi pas aku baru keluar, aku gak ingat lagi apa yang terjadi."
"Kamu habis itu pingsan" tambah pria itu. "Jadi gitu ya... turut berduka ya Dek."
Yuraq meringkuk di atas tikar kecil itu, memeluk kedua kakinya. Badannya sudah tidak setegang tadi. "Makasih Pak..." Dalam hati, Yuraq lega karena pria asing itu tidak mencurigainya.
"Oh iya Dek, maaf lupa kenalin diri. Om namanya Hakan."
Yuraq hanya diam di depan Hakan, tidak tahu harus menjawab apa.
"Hmm... kamu gak punya tempat tinggal ya berarti? Gak dapat makanan juga ya?" Hakan mengangkat badannya dari lantai, kemudian mulai berbalik ke arah pintu. "Kalo gitu kamu bisa tinggal di sini, dan kami bisa nyediain kamu makanan."
"Terima kasih, Pak." Yuraq menjawabnya dengan suara pelan.
Sesampainya pria itu di dekat pintu, sebelum dia menghilang dari pandangan Yuraq, Hakan menyempatkan diri untuk memberi pesan. "Oh iya. Tapi aku mau minta kamu buat kerja di ladangku. Kamu bisa kan?"
Tanpa menoleh, Yuraq menjawab Hakan. "Iya Pak, aku bisa."
"Oke kalo gitu. Besok aku kasih tau kamu harus ngapain aja, sama kenalin kamu ke karyawan-karyawan lainnya." Sesudah berkata demikian, Hakan pergi dari rumah itu. Jejak-jejaknya yang becek gemericik, terdengar semakin jauh hingga hilang dalam bunyi rintik hujan yang kini telah menjadi gerimis.
Di dalam ruangan yang gelap itu, Yuraq masih meringkuk. Namun, dia begitu bukan karena takut, melainkan kedinginan. Dalam hati, gadis muda itu merasa lega karena tidak terjadi hal buruk apapun pada dirinya. Selain itu, dia mendapat rumah baru dan makanan, tapi akankah dia mendapat keluarga baru?
"Ayah, Ibu. Aku gak tau apa yang bakal terjadi padaku di masa depan. Tapi mulai dari sekarang aku gak bakal kelaparan lagi. Aku dapat tempat tinggal. Akhirnya aku bisa berjalan maju dan melanjutkan hidup demi Ayah dan Ibu. Tapi aku gak yakin aku akan mendapat kehangatan seperti yang Ayah dan Ibu berikan."
ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ
Malam itu, Yuraq akhirnya dapat tidur dengan perut kenyang. Setelah beberapa hari luntang-lantung kelaparan dan tanpa tempat tidur yang nyaman, Yuraq dapat tidur dengan pulas.
Kemudian, mentari menampakkan dirinya di cakrawala timur. Di saat yang sama, Yuraq bangun dengan rasa segar, walaupun dia tidak merasa bersemangat sebenarnya.
Meskipun demikian, dia yakin bahwa ini adalah permulaan dari hidup barunya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro