Prolog
Jika hadirmu menghalangi kebahagiaanku, maka salahkah aku yang ingin menghilangkanmu dari hidupku?
- Zerda, bocah cowok ingusan kelas 6 SD
🎶Now playing : Tanpa Cinta - Yovie and Nuno🎶
Sebuah benda persegi yang terbungkus rapi dengan motif berbagai jenis kaktus itu telah tergeletak rapi di mejanya. Tak lupa sebuah kue berbentuk lingkaran dengan topping berwarna coklat menyelimuti sisinya langsung menyapa manik mata Zerda ketika tiba di kelas.
Zerda melangkah pelan menuju kursinya yang berada di pojok kanan paling belakang. Sesekali ia mengedarkan pandangan ke penjuru kelas, mencari tahu siapa yang memberinya.
Ia menengok ke arah sahabatnya yang tengah duduk di pojokan lainnya. Gesekan sol sepatu berwarna hitam beradu dengan lantai putih itu menimbulkan suara berisik yang menggema di ruangan sepi ini, hal itu membuat sahabatnya menggerutu kesal.
"Itu yang di mejaku dari kamu?" tuding Zerda sambil menunjuk sahabatnya.
"Eh, bukan. Itu ... Itu dari ...," Matanya melirik ke belakang Zerda membuat Zerda ikut berbalik badan, namun lebih dulu ia tahan.
"Dari siapa??" tanya Zerda gemas. Ia sangat penasaran sekarang.
"Cari tahu sendiri," jawab sahabatnya singkat, "aku gak bisa kasih tahu kamu, kata dia ini rahasia."
Zerda menghela napas kecewa. Ditatapnya sekali lagi manik mata gadis dengan rok lipit berwarna merah itu. Sahabatnya selalu berkata jujur, jadi tidak mungkin kalau Zerda tidak mempercayainya.
"Oke, deh. Aku kira itu dari kamu." Zerda berbalik badan, lalu kembali menyeret kakinya untuk kembali ke kursi. Tas hitam yang sejak tadi masih tersampir di bahunya, kini telah berpindah dan tergeletak di atas kursi.
Zerda menarik kursi itu ke belakang hingga menimbulkan suara decitan yang kurang mengenakkan. Netranya tak lepas dari kue coklat dan bungkusan kado di hadapannya. Otak kecilnya terus berputar memikirkan asal kedua benda yang tiba-tiba berada di mejanya.
Namun, semakin lama dipandang, kue itu terlihat semakin menggoda. Jari kanannya kini mulai menyentuh sisi kanan kue coklat itu. Ia mencoleknya dengan jari telunjuk, lalu memasukkan lelehan coklat itu ke dalam mulut. Lelehan coklat yang semanis senyuman doi itu menyentuh indra perasanya. Seketika matanya berbinar.
"Ini enak banget! Parah!" serunya takjub membuat beberapa temannya menengok dengan tatapan heran.
"Dari siapa, sih?" tanya Zerda masih penasaran. Ia melirik bingkisan bergambar kaktus itu. Ada sebuah post-it di sana. Seharusnya ia sadar sejak tiba tadi, tetapi karena terlalu penasaran ia jadi tidak memperhatikan.
Tanpa menunggu lama, tangan kirinya yang bersih segera mengambil bingkisan itu, lalu membacanya dalam hati. Ia sangat mengenali tulisan yang seperti lereng gunung itu—sangat menanjak dan berantakan— bahkan, ia hampir melihat tulisan itu setiap hari.
Happy Birthday Jerda jelek!
HAHAHA. Mau lulus SD jangan tambah cuek dong, Jer, aku kan jadi sedih.
Oh ya, ada yang mau aku omongin sama kamu. Tapi aku harap setelah ini kamu enggak tambah cuekin aku ya.
-Teman sebangkumu yang cantik jelita, Ranya.
"Ranya?" gumam Zerda pelan. Matanya melirik ke kursi yang ada di sebelah kanannya, kursi terpojok yang ada di kelas ini.
Zerda baru menyadari tas coklat milik Ranya yang seharusnya tergantung di sandaran kursi itu belum ada di tempatnya. Tak biasanya Gadis itu datang lebih lambat dari Zerda.
Namun, rasanya tidak mungkin jika Ranya belum tiba. Jelas-jelas kue dan kado pemberiannya sudah ada di atas meja Zerda. Lagi-lagi Zerda mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas. Sekarang kelasnya lebih ramai dari sebelumnya.
Jeduk. Suara kepala yang terhantup bagian bawah meja itu langsung mengejutkan Zerda. Ia jadi sedikit berjingkat tatkala mendengar suara ringisan dari bawah sana.
"Aduh, kepalaku!"
Zerda membungkukkan badan untuk melihat ke bawah meja. Tangan kirinya ia letakkan di atas meja sebagai tumpuan. Betapa terkejutnya ia saat menemukan siapa pemilik suara ringisan tersebut.
Gadis itu sedang mengelus kepalanya sambil merutuk tidak jelas. Saat ia tersadar bahwa udara di bawah sana semakin pengap, ia segera menengok pada seseorang yang baru saja menemukannya.
"Hai, Jerda," sapanya sambil menyengir kuda.
"Ngapain, sih, di situ?" tanya Zerda tak habis pikir, "keluar, banyak nyamuk!" titah Zerda.
Gadis itu segera keluar dari tempat persembunyiannya, lalu merapikan rok merah serta seragam putihnya yang lusuh karena bersembunyi terlalu lama.
Setelah semua rapi, ia berseru senang, "Happy birthday, Jer! Semoga panjang umur, sehat selalu, rejekinya melimpah, tambah pinter, sayang orang tua–"
"Ini semua dari kamu?" Belum selesai Ranya berbicara, Zerda lebih dulu memotongnya.
Ranya mengangguk antusias. "Iya! Gimana kuenya? Enak gak?"
"Enak," jawab Zerda jujur. Lalu ia kembali berbicara, "kamu bilang ada yang mau kamu omongin. Soal apa?"
Ranya mendelik kaget. Teman sebangkunya ini sangat to the point. Tidak bisakah Zerda bercanda atau berbasa basi dulu dengannya? Ranya tidak ingin membicarakan itu secepat ini.
"Nanti aja, Jer. Habisin dulu kuenya," jawab Ranya mengalihkan.
"Aku mau sekarang, Ranya."
"Nanti aja, Jerda," balas Ranya sedikit memelas.
"Sekarang." Ucapan Zerda tak lagi terbantahkan.
"Oke, oke," ucap Ranya mengalah. "Aku mau ngomongin soal ... Duh aku malu, Jer," cicit Ranya pelan.
Zerda menatap Ranya heran. Pagi ini sikap Gadis itu sangat aneh. "Cepet, Nya," ucap Zerda tak suka menunggu.
"Iya, iya. Aku mau ngomongin soal perasaan," balas Ranya cepat.
Zerda masih menatap Ranya heran. "Apa? Perasaan? Kamu lagi naksir sama anak kelas, Nya? Siapa? Sini aku bantu kamu bilang ke orangnya," ucap Zerda mendadak antusias.
Jika Ranya menyukai orang lain, itu akan memudahkan Zerda untuk mendekati perempuan yang ia suka. Karena semenjak Zerda duduk sebangku dengan Ranya, banyak perempuan yang takut berteman dengannya.
Ranya terlalu protektif dan itu membuat Zerda merasa terganggu.
"Bukan orang lain, tapi kamu, Jerda."
Seketika tubuh Zerda membeku. Sorakan antusiasnya mendadak terhenti. Senyumnya menghilang begitu saja.
"Maksud kamu?" tanya Zerda ingin memastikan bahwa telinganya tidak salah tangkap.
"Aku suka kamu, Jer. Aku sedih banget karena belakangan ini kamu jadi cuek sama aku," jawab Ranya dengan polosnya.
"Aku gak suka kalau ada teman-temanku yang suka kamu juga karena itu aku sering marah kalau kamu dekat sama mereka."
Zerda berusaha mencerna kata demi kata yang diucapkan gadis lugu itu. Zerda semakin kesal dengan sikap Ranya. Perasaan Ranya adalah beban ternesar baginya. Ia tidak bisa. Lama-lama ia bisa gila jika terus sebangku dengan Ranya.
"Terimakasih untuk kue dan kadonya, Ranya. Tapi maaf, aku gak bisa," Zerda memasukkan kado pemberian Ranya ke dalam tas, lalu ia bangkit dari kursi dan berjalan meninggalkan Ranya yang masih diam mematung.
Zerda memutuskan untuk bertukar tempat dengan teman sebangku sahabatnya. Ia letakkan kue itu di atas meja, lalu duduk di pojok kiri sambil tersenyum manis dan mengajak gadis di sebelahnya itu untuk makan kue bersama.
Tanpa menyadari perasaan Ranya yang tersakiti di ujung kelas lainnya.
Terimakasih buat kalian semua yang sudah mampir di sini!💙
• Jangan lupa untuk vote+komennya yaa•
• Aku bukan penulis yang profesional, tapi setidaknya aku masih ingin terus belajar•
• Jadi, jangan sungkan-sungkan buat memberikan krisar dengan bahasa yang sopan•
Makan basreng sambil menghalu
Zerda ganteng pamit dulu✨
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro