2. Truth
"Tadaima," ucap Minato ketika memasuki rumah bergaya eropa klasiknya.
Membuka sepatu sekolah dan menggantinya dengan sandal rumah. Tidak ada sambutan hangat dari kedua orang tua nya, tidak ada senyum tawa dirumah ini, yang ada hanyalah suasana sepi seperti di pemakaman.
Minato memang sudah terbiasa dengan suasana seperti ini. Sejak 2 tahun lalu Minato tinggal sendiri, kedua orang tuanya tewas dalam kecelakaan pesawat dan jenazah mereka masih belum ditemukan.
"Okaerinasai Minato," terdengar sambutan dari sebrang Minato. Suara dingin nan mengintimidasi langsung terdengar oleh pancaindra Minato.
Minato mengatup rahangnya dengan keras ia benci suara ini, ia benci dengan seseorang yang memiliki suara dingin ini. Minato mematung ditempat berdirinya, ia bahkan belum sampai diruang tengah tapi malah terjebak dilorong rumahnya bersama seseorang yang ia benci.
"Ternyata kau selalu pulang malam hari seperti ini yah! Hmm, menarik."
"Apa yang kamu mau, hah!"
"Aku? Yang aku inginkan gadis itu. Gadis keturunan spesial. Kau pasti tahu maksud ku, kan!" Sambil memberi senyum yang menyebalkan orang itu berjalan mendekati tempat Minato.
"Sampai kapan pun aku tidak akan menyerahkan Kushina kepada kalian para serigala buruk!"
"Buruk? lihat dulu dirimu Minato. Dengar sepuluh hari lagi supermoon akan terjadi dan pemimpin terbesar kita ingin gadis itu secepatnya," orang itu dengan cepat berubah menjadi seekor serigala hitam bertubuh besar dan keluar lewat jendela.
Minato mengepalkan tangannya, ia sudah muak dengan semua ini. Ia tidak masalah bila dirinya yang menjadi korban tapi sahabat sekaligus seseorang yang berharga baginya juga ikut menjadi korban.
Secara cepat Minato ikut berubah menjadi serigala dengan bulu bewarna emas dan badan yang cukup besar bagi seekor serigala. Minato meloncat keluar lewat jendela tanpa ia sadari sedari tadi ada sepasang mata violet yang sedang memerhatikannya dengan tatapan kaget,kecewa dan sedih yang bercampur menjadi satu.
"Minato, kenapa?" Gumam nya dengan suara yang sangat kecil.
🌙🌙🌙
Ditempat lain yang diselimuti oleh kegelapan, terlihat seorang pria paruh baya sedang duduk di singgasana nya ia terlihat berwibawa meskipun umurnya sudah memasuki 1000 tahun.
"Jadi apa jawaban dari serigala baru itu, hm?"
"Dia tidak memberi kita sebuah kepastian. Tapi aku percaya bila kita terus mendesaknya ia pasti akan menyerahkan gadis itu."
"Terserah padamu tapi aku ingatkan padamu supermoon sepuluh hari lagi. Dan hanya gadis itu yang dapat membuat kita kuat."
"Baik tuan!" Kedua orang itu tertawa puas, seolah mereka yang akan memenangkan permainan takdir.
🌙🌙🌙
Minato terus meloncat melewati gedung-gedung pencakar langit dengan tubuh hewan serigala ia bisa dengan mudah meloncat. Malam semakin larut namun ia tidak kunjung berhenti dari larinya.
Terus berlari melewati kabut-kabut malam, Minato tidak tahu sekarang pukul berapa. Namun Minato percaya bahwa sekarang belum melewati tengah malam.
Ia tiba ditengah-tengah hutan. Nafasnya berburu dengan cepat, berlari ribuan kilometer tentu membuat ia kehilangan beberapa oksigen.
"Auww...” Teriakan yang penuh dengan rasa sedih dan dilema. Minato merasa bahwa dirinya tidak berguna, bagaimana mungkin ia bisa menarik sahabatnya kedalam permainan takdir yang kejam?
"Aku pikir yang bersuara bukan kau, Minato."
Minato hanya mendengus mendengar suara berat dari belakang tubuhnya itu, ia terlalu lelah dengan permainan takdir ini. Bahkan ke-empat kakinya sudah tidak bisa menahan beban berat tubuh. Seperti medan gravitasi semakin besar.
Fugaku menghampiri sahabatnya dengan tenang, tidak merasa risih dengan bentuk Minato saat ini. Walau harus diakui Fugaku awalnya merasa takut akan keberadaan Minato disampingnya. Namun dengan berjalannya waktu kini mereka dekat kembali.
"Apa kau sudah memberitahunya tentang supermoon?" Fugaku bertanya kepada Minato dengan wajah stoic-nya. Kini Fugaku sudah berdiri disamping Minato.
Minato tidak menjawab pertanyaan dari sahabatnya itu, namun dilihat dari kebungkaman Minato Fugaku sudah tahu apa jawabannya. Mereka akhirnya berjalan ke tepi sungai dan duduk disana.
Tidak ada obrolan mereka hanya duduk dan melihat pantulan bulan purnama.
Merenungi nasib mereka masing-masing. Apa yang akan terjadi esok hari? Apakah baik atau buruk? Ya, pertanyaan yang selalu diulang oleh setiap insan, yang terkadang membuat sang waktu jengah akan pertanyaan tersebut.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro