Sun: Kembalilah Matahariku
(Videonya jan diplay dulu ya gays tunggu aba-aba)
Aku berjalan dengan tenaga yang tersisa. Tubuh dan tanganku penuh luka. Orang itu telah melukai rakyat dan semua orang disini! Aku pastikan bahwa aku lah yang akan membunuhnya.
Dengan apapun caranya aku tak peduli! Walaupun cintaku lenyap, walaupun kasih sayang lenyap, bahkan nyawaku pun jadi taruhannya aku tak peduli!
Hujan telah menjadi saksi apa yang aku ucapkan. Bahu yang basah dan bergetar, kaki yang hampir tak sanggup menopang tubuhku. Disini aku ucapkan yang terakhir kalinya!
---0---
6 bulan lalu.
Seorang pria sedang berjalan menuju kerumunan orang. Sesampainya di belakang kerumunan dia hanya diam dan melihat ke arah sebuah kertas yang baru saja dipasang di mading. Pria tersebut maju beberapa langkah. Bukan, bukan untuk menyelinap ke dalam kerumunan lalu membaca tulisan di kertas itu, tetapi...
"Ehem."
Deheman pria tadi sontak membuat kerumunan yang awalnya berada di depan mading sekarang telah berbaris rapi di samping dan menyisakan jalan untuk pria tadi. Pria itu langsung melangkah maju dan melihat berada di manakah kelasnya. Yah, pria itu sedang berada di sekolah.
Tanpa disadari pria tersebut, ada seorang gadis berkacamata berlari ke arahnya dari lorong kantin. Dia berlari tanpa memperdulikan tatapan orang lain terhadapnya. Yang penting bagi perempuan itu adalah datang tepat waktu atau kalau tidak dia akan dibully habis-habisan.
Perempuan itu berusaha menyelinap dari kerumunan orang di depan mading—lebih tepatnya di samping. Tanpa melihat ke atas, dia tertabrak oleh seseorang. Dan orang itu adalah pria tadi. Pria berambut merah ke orange dan bermanik kuning.
Perempuan itu tahu siapa yang ditabraknya. Dia langsung membungkuk dan meminta maaf kepada pria tersebut.
"Maafkan hamba Pangeran, telah menabrak Anda dengan lancang. Saya sedang terburu-buru, jadi permisi!" Ujar gadis itu dengan setengah berteriak. Setelah mengatakan maaf dia langsung berlari menuju gudang. Bukan, bukan gudang yang menantinya tapi seseorang didalamnya yang menanti gadis itu.
Saat pengawal pria berambut orange itu ingin mengejar gadis tadi, pria itu menahannya. Setelah melihat dia berada di kelas apa, dia langsung pergi dari situ. Tetapi pria bermanik kuning keemasan itu tidak ingin ke kelasnya, tetapi ke taman belakang sekolah yang dikenal angker.
"Jangan ikuti aku!" perintahnya pada para pengawalnya.
--0--
Brukk...
"APA YANG MEMBUAT MU LAMA MEMBELI MAKANAN HAH?! GADIS SIALAN, APAKAH KAU TIDAK TAU BAHWA AKU SEDANG KELAPARAN?!"
Terlihat seorang gadis berambut hitam sepunggung yang sedang terjatuh tak berdaya di atas kardus dan barang berdebu.
"Ma-maaf kan aku, t-tadi aku menabrak seseorang. M-makanya agak mengulur wak-waktu," ujar gadis itu terputus-putus karena merasakan punggungnya yang sakit karena menabrak benda keras.
'Padahal lukaku yang mereka buat kemarin belum sembuh, sekarang ditambah luka lagi? Apa yang akan ku katakan pada petugas UKS nanti?' ujar gadis bermanik ungu itu.
"SEKARANG KAU KELUAR DARI RUANGAN INI! AKU SEDANG TIDAK INGIN MELIHAT WAJAHMU! AWAS SAJA JIKA KU PANGGIL NANTI, KAU BELUM DATANG!" Ujar pembully itu dengan ancaman.
"B-baik...."
Gadis berambut hitam itu keluar dengan keadaan berantakan, rambutnya berantakan, terdapat lebam di pipinya serta, tangan dan kakinya yang membiru.
Tanpa memperdulikan lukanya dia langsung berjalan tertatih-tatih menuju tempat persembunyiannya.
'Aku tak bisa meminta bantuan petugas UKS untuk mengobatinya, lebih baik aku obati sendiri, walaupun tidak begitu efektif.'
Sedangkan disisi lain, Pria berambut orange itu sedang berjalan menuju taman belakang sekolah untuk menenangkan diri. Saat di perjalanan dia melihat gadis yang menabaraknya tadi sedang jalan tertatih-tatih masuk ke hutan. Tanpa disadari pria itu dia malah mengikuti gadis yang menabaraknya tadi menuju hutan.
Dia mengikuti gadis itu mengendap-endap seperti sedang ingin mengambil sesuatu dengan cara mencuri. Gadis itu merasa diikuti dia langsung menoleh kebelakang dan tidak melihat siapa-siapa.
Pria itu sendiri dia langsung bersembunya di balik pohon besar.
Setelah merasa aman gadis maupun pria itu lanjut berjalan, dengan cara yang berbeda tentunya. Setelah pria itu melihat gadis berambut sepunggung itu berhenti, dia berfikir gadis itu pasti sudah sampai di tujuannya.
Dia melihatnya memanjat pohon yang cukup tinggi, reflek dia nelihat apa yang ada di bagian pohon itu, dilihatnya sebuah rumah pohon yang tidak terlalu besar, tetapi cukup untuk 5-7 orang. Setelah melihat gadis tadi sudah di rumah pohon pria bermanik kuning itu berfikir,
'Untuk apa aku susah-susah mengikutinya hingga kesini? Ada apa denganku?'
Saat berniat meninggalkan hutan, dia mendingar ringisan lumayan kencang dari rumah pohon,
"Shh... Lebih sakit daripada yang kukira."
Tanpa berfikir panjang pria berambut orange itu memanjat pohon untuk mencapai rumah pohon dan melihat keadaan gadis itu. Saat sudah sampai diatas dia melihat gadis itu hanya mengenakan pakaian sport yang terbuka (itulohh yang hmm celana pendek sama atasan yang sebatas diatasnya pinggang). Perhatiannya langsung teralih pada punggung gadis itu yang lebam.
"Mereka benar-benar ingin membunuhku secara perlahan. Shh, ini sudah batas wajar, tapi jika aku mengatakan nya kepada kepala sekolah kasus ini akan lebih panjang. Eh, tapi, aku tidak ingin mati konyol hanya karena dibully sih :'v," ujar gadis itu bermonolog.
"Aishh, bagaimana aku bisa mengobati luka dibagian punggung? Ughh, andai saja ada Seiya, mungkin bisa membantuku untuk mengobati luka ini," ujarnya menggerutu.
Tanpa disadari pria itu berjalan mendekat menuju gadis bermanik biru itu. Dia memegang luka di punggung gadis itu, yang reflek membuat gadis berambut hitam itu menoleh kebelakang dan hendak berteriak, tetapi sebelum dia bertetiak panjang pria bermanik kuning keemasan itu membekap mulutnya,
"AH-"
"Shh, aku hanya ingin membantumu, jadi diamlah!" ujarnya sedikit mengancam.
Tanpa diperintah, gadis itu mengangguk dan menghadap ke depan lagi.
"Jika dilihat lihat kau seperti seseorang. Siapa kau?" ujar pria berambut orange itu.
"Menurutmu siapa aku?" jawab gadis itu dengan tenang dan seperti menyembunyikan sesuatu.
"Kau terlihat seperti—" ujar pria itu menggantung karena dia berusaha mengingat-ingat siapa yang wajah nya mirip seperti gadis didepannya ini.
"Putri Leivana?" tambahnya ragu-ragu.
"Nilai seratus untuk anda Pangeran Liordan," ujar gadis yang dipanggil Leivana.
---0---
Leivana POV
Setelah kejadian tadi siang, Pangeran Liordan langsung pergi dari rumah pohonku—tentunya setelah ia mengobati lukaku. Kurasa dia benar-benar shock melihat bahwa Putri Leivana—seorang putri dari kerajaan Roumer—masih hidup. Setelah penyerangan habis-habisan yang dilakukan oleh keluarga dari pangeran Liordan.
Kalian pasti bertanya kan, mengapa aku tidak mengambil alih kerajaan ku. Jawabannya simpel, karena mereka memang pantas memimpin Kerajaan Roumer. Bukan bermaksud untuk mengatakan bahwa mendiang Ayahanda tidak pantas menjadi Raja, tetapi Ayahanda sendirilah yang mengatakan bahwa Raja Delios—Ayah Liordan—pantas menjadi raja. Jadi aku hanya bisa mendukung keluarga kerajaan yang baru dari belakang panggung. Sudah 2 tahun aku membantu mereka dari belakang panggung. Selama 2 tahun itu pula aku mengenal kerajaan.
Dulu sebelum Raja Delios merebut kerajaan, aku adalah orang yang manja, selalu menyukai perhiasan, menggunakan pakaian yang cantik, tapi itu dulu. Sekarang aku adalah seorang Leviana, petualang yang mengelilingi seluruh kerajaan untuk membantu kemakmuran seluruh kerajaan dari belakang panggung.
Tuk tuk
A-apa itu?
Percayalah aku bukan pecinta horor dan yang paling penting aku adalah orang yang gampang parno kalau berurusan dengan hal seperti ini.
Reflek saja aku langsung bersembunyi di bawah selimut tebal. Kalau kalian bingung kenapa rumah pohonku ada selimutnya, itu karena aku lebih sering tidur disini daripada di asrama. Ok, kembali ke cerita.
Kurasa orang—atau sebuah makhluk itu sudah sampai di rumah pohonku.
"Apa yang kau lakukan di dalam selimut itu?"
Oh, aku tau suara ini. Ini suara....
"Apakah kau tuli?"
Mendengar kata-kata setengah kasar itu aku langsung membuka selimutku dan reflek bangun dari tidurku.
"Maaf, pangeran Liordan yang terhormat. Aku sama sekali tidak tuli. Aku hanya---"
"Sudahlah, keluar dari selimutmu. Ada yang ingin kubicarakan kepadamu."
Ck, dasar pangeran sialan! Dia memotong kalimat ku seenak jidatnya saja. Untung dia adalah pangeran, kalau bukan, ingin ku tenggelamkan dia di laut.
"Apa yang ingin kau bicarakan pangeran?" tanyaku to the point.
"Apa yang kau lakukan selama 2 tahun ini? Tentu tidak berdiam diri saja kan?" tanya pangeran Liordan tanpa menghadap kepadaku.
"Tentu saja aku tidak hanya berdiam diri pangeran, aku melakukan petualangan. Mengelilingi kota-kota kecil. Membantu orang yang kutemui. Menolong orang yang sedang terluka, dan masih banyak lagi. Sudah banyak hal yang terjadi selama 2 tahun ini."
Setelah aku mengatakan hal itu, pangeran Liordan hanya diam. Kurasa dia memikirkan sesuatu untuk ditanyakan kepadaku.
"Apa kau melakukan petualangan itu sendiri?" tanyanya.
"Tentu saja tidak! Aku nelakukannya bersama Dieros. Kami melakukan petualangan hanya dengan berbekal berlian yang kupakai, pakaian, dan nyawa. Kami menyusuri hutan hingga bertemu seorang lelaki bernama Nero. Dia seorang petualang juga seperti ku. Akhirnya dia memutuskan ikut denganku."
Cerita ku terus berlanjut, aku juga menceritakan bagaimana aku bertemu dengan seorang Pendeta. Pendeta itu menyarankan aku untuk berjalan kearah barat, yang membuat ku bertemu dengan Seiya, seseorang yang pandai mengobati. Awalnya agak susah mengajaknya, tetapi akhirnya dia mau berpetualang bersamaku, Dieros, dan Nero.
"Bersama, kami berempat membantu kerajaan ini dari belakang panggung."
Setelah aku menceritakan kisahku. Rumah pohonku lengang sejenak. Tidak ada yang berbicara, kami asik dengan pikiran kami masing-masing.
"Apakah boleh aku bertanya?"
"Itu kau sudah bertanya bodoh," ujarku dengan kekehan kecil.
"O-oi..., kau tadi mengataiku bodoh? Ah, ya sudahlah."
"Apa tujuan mu untuk kembali kesini? Tidak mungkin kan, kau kembali tanpa alasan yang jelas," lanjutnya.
"Kalau itu, itu semua terjadi saat aku berada di kerajaan seberang, aku mendengar desas desus bahwa mereka akan menyerang akademi ini untuk mencuri anak yang berpotensi—"
"Yang benar saja?! Kenapa kau tidak memberi tahu dari awal?!"
"BAGAIMANA AKU INGIN MEMBERITAHU JIKA AKU BUKANLAH SIAPA-SIAPA DI KERAJAAN INI?!"
Aku benar-benar emosi sekarang. Apa dia tidak tahu betapa susahnya aku untuk kembali kesini. Betapa susahnya aku melupakan kajadian kelam yang diperbuat keluarganya. Masuk daerah inti kerajaan ini saja aku sudah berusaha. Apalagi jika aku masuk ke istana. Bukankah itu lebih menyakitkan?
Tanpa kusadari, air mataku turun. Mulai membasahi pipiku yang dingin akibat angin malam.
"M-maaf kan aku, aku tidak bermaksud seperti itu. Hanya saja, kau kan bisa mengatakan hal ini kepada Kepala Sekolah. Lagipula Kepala Sekolah adalah Pamanmu bukan?" tanyanya.
"Kakak macam apa yang melupakan adiknya? Paman macam apa yang melupakan keponakannya? KAKAK MACAM APA YANG BAHKAN TIDAK BERSEDIH SAAT MENGETAHUI BAHWA ADIKNYA TELAH MENINGGAL?!"
Ya, saat pertama kali aku bertemu denganya setelah 2 tahun berlalu dia tak berubah. Dia bahkan menjadi lebih ceria sejak kejadian mengenaskan itu. Auranya pun tidak memancarkan kesedihan sedikitpun.
"Bagaimana bisa aku mengatakan hal seperti ini kepadanya? Kau tahu, aku bahkan sudah meminta penyerangan ini dibatalkan. Aku memintanya langsung ke Raja Gred. Tapi dia malah memanfaatkan itu dengan cara menukarnya denganku. Jelas, Seiya, Nero, dan Dieros menolak mentah-mentah. Setelah mereka menolak tawaran Raja Gred, kami semua langsung diusir dari kerajaan mereka. Sejak itu kuputuskan untuk melawannya secara langsung."
"Lalu, kemana Dieros, Nero, dan Seiya?"
"Aku menyuruh mereka kembali kekeluarga mereka. Aku tak ingin mereka terlibat lagi. Mereka adalah rakyat dan aku adalah mantan Putri kerajaan ini. Sudah seharusnya aku melakukan ini tanpa mereka. Aku bahkan sudah bersumpah didepan mayat Ayahanda dan Ibunda untuk membantu kerajaan ini walaupun nyawaku adalah taruhan."
"Kau terlalu naif. Bagaimana mungkin kau bisa mengalahkannya?"
"Aku masih belum tahu soal itu. Tetapi aku pernah mendengar sebuah legenda, 'Matahari dan Bulan bersatu, kekuatan yang tiada tara akan tercipta. Raja yang paling kuatpun dapat dikalahkan dengan kekuatan tersebut.
Kekuatan yang paling terkuat di seluruh negri. Kekuatan itu adalah kekuatan cinta. Kecintaan Matahari dan Bulan terhadap masyarakat membuat mereka menjadi yang terbaik.' Aku sudah berusaha mencari apa maksud dari Bulan dan Matahari. Tetapi, aku belum menemukannya hingga sekarang."
Aku sudah putus asa untuk mencari tahu tentang 'Bulan' dan 'Matahari'. Aku juga bingung bagaimana kekuatan cinta bisa menjadi kekuatan terhebat yang pernah ada.
"Kurasa aku tahu maksud dari itu. Dulu ibu sering mengatakan bahwa aku adalah 'Bulan'. Aku tidak mengerti maksud Ibu apa. Tetapi setelah kau mengatakannya aku mengerti. Aku mencintai para rakyat, seperti cinta 'Bulan' terhadap masyarakat. Dan juga lihatlah ini," katanya sambil menyingkirkan baju bagian pundak. Setelah melihat apa yang ada dipundaknya aku kaget.
"Lihatlah ini, bukankah ini 'Bulan' yang kau maksud? Sejak dulu aku selalu bingung. Bagaimana tanda ini bisa menyesuaikan ukuran sesuai dengan pemilik tubuh. Lalu aku sadar, ternyata 'Bulan' adalah takdirku, dan 'Matahari' adalah takdirmu," ujarnya seraya tersenyum tulus kepadaku.
"Eh? Aku? 'Matahari'? Bagaimana mungkin aku adalah 'Matahari' yang dimaksud," ucapku seraya menggelengkan kepala. Tentu saja itu tidak mungkin kan.
"Kau memang 'Matahari' yang dimaksud. Tadi saat aku mengobatimu, aku melihat lambang 'Matahari' ada di punggungmu. Apa kau tidak merasakan panas di punggungmu? Setiap kau bertambah umur, lambang itu juga akan lebih besar, biasanya menyebabkan rasa panas pada lambang itu berada," jelasnya.
"Eh, memang saat hari ulang tahunku aku merasa punggungku panas sih, dan yang paling menjengkelkan adalah setelah itu aku langsung sakit," ujarku dengan wajah kesal.
"Tenyata tubuhmu tidak kuat ya. Kalau aku mungkin akan merasakan nyeri pada pundak yang membuatku tak bisa menggerakkan tangan kiriku selama seharian. Pernah saat itu aku tak bisa menggerakkan kedua tanganku," ujarnya.
"Bagaimana kalau kita bekerja sama?" tanyaku.
"Eh?"
"Kita bekerja sama. Kau tadi bilang kan, kalau aku sang 'Matahari' dan aku tau kau adalah sang 'Bulan' jadi ayo kita bekerja sama. Yang didasarkan oleh cinta kita kepada rakyat," ujarku sambil menatapnya seraya tersenyum tipis.
"Yah, ayo kita bekerja sama demi mengalahkan Raja sialan itu!" ujarnya bersemangat.
---0---
Hari demi hari, kami lalui bersama. Kami belajar semua tentang 'Matahari' dan 'Bulan'. Kami melatih kekuatan, kamipun membagi senjata apa yang akan digunakan. Aku memilih panah dan dia memilih pedang. Yah, aku ini memang pemegang senjata jarak jauh sih.
Tak terasa, sudah 6 bulan kami bersama. Dan kami semakin dekat. Kekuatan kami pun meningkat. Dan yang paling penting, hari ini telah tiba.
Hari dimana Raja sialan itu akan datang kesini. Mungkin kalian bertanya-tanya mengapa aku bisa tahu dia akan datang hari ini. Sudah jelas aku mengirimkan burung hantu untuk mengintai ke kerajaan seberang. Aku sudah mendapat banyak info tentang mereka, entah itu taktik mereka, entah itu cara mereka melawan musuh.
"Apa yang sedang kau pikirkan Lei?" tanya Lio yang berada disampingku.
"Ah tidak, aku hanya berpikir. Apakah kita akan menang?" tanyaku.
Deg
Deg
Deg
Jika kalian mendengar suara detak jantung itu adalah milikku. Tidak, aku tidak tegang soal penyerangan itu. Tetapi, entah mengapa saat aku bersama Lio dari beberapa bulan yang lalu, detak jantungku selalu lebih cepat.
Aku benar-benar bingung. Ah, masa bodo lah. Yang penting aku harus menyelesaikan masalah ini dulu.
Booom!!!
"Apakah mereka sudah sampai?"
"Kurasa begitu, jadi lebih baik kita menuju kesana!" ujarku.
Kami berlari melewati lorong yang ramai dengan anak-anak. Mereka sejalan dengan kami. Mereka ingin tahu apa yang terjadi di gerbang sekolah ini.
Sesampainya kami disana halaman depan sekolah hancur, aku bisa melihat para guru disana, dan juga para kakak kelas yang tadi berada di halaman depan sekolah.
Dan dibalik asap itu, aku dapat melihat bayang seseorang. Yah dialah Raja Gred. Tetapi, dia hanya seorang diri?!
"Yo, sudah lama tak bertemu ya Leivana. Sudah berapa bulan? Hmmm, 8 bulan mungkin?" ujarnya menyebalkan.
"Siapa yang dipanggil Raja Gred Leivana?"
"Bukankah Putri Leivana telah tewas?"
Ck, ini menjengkelkan. Mereka bahkan mengataiku sudah tewas? Yang benar saja.
"Beneran nih? Dia Raja Gred? Dia kelihatan masih muda," ujar orang sebelahku. Siapa lagi kalau bukan Lio.
"Asal kau tahu yah, dia sudah berumur ratusan tahun. Keluarga Raja Gred memang istimewa. Mereka diberkahi umur panjang hingga ribuan tahun jadi jangan heran jika wajah mereka masih tampak muda," ujarku.
"Kau sangat tidak sopan Putri Leivana. Aku menantimu disini loh, bagaimana mungkin kau mengabaikanku," ujarnya yang membuatku semakin kesal dengannya.
Aku mulai melepas kacamata ku dan berjalan kearah depan dengan kepala menunduk. Kuabaikan teriakan Lio. Kuabaikan tatapan heran mereka padaku.
Saat sudah sampai barisan paling depan, aku langsung mengangkat wajahku. Aku menatap Raja Dreg datar.
"Apa yang kau inginkan Raja Dreg yang terhormat?"
"Tentu saja aku ingin membawamu ke istanaku, dan menjadikanmu seorang Permaisuri."
"Maaf saja Pangeran Dreg, tetapi aku lebih baik mati melawanmu daripada harus menikah denganmu," ujarku tenang.
"Benar-benar, Putri jangan mau dinikahi oleh pria tua bangka ini," ujar seseorang yang suaranya sangat ku kenal. Aku menoleh ke samping kanan, disana terdapat Dieros, Nero, dan Seiya.
"Siapa yang kau sebut pria tua, ha bocah?" oh, kurasa Raja Dreg kesal.
Tanpa menjawab, Dieros langsung menyerang Raja Dreg dengan membabi buta. Yah, itu memang tabiatnya sih. Dan juga Nero membantu Dieros. Tumben mereka akur?
"Lio, kita tidak boleh kalah, oke. Latihan kita selama 6 bulan ini tak boleh sia-sia. Serang Raja sialan itu. Aku akan fokus pada healing dan membuat pelindung. Jadi sebisa mungkin jangan sampai energi mu berkuras banyak ya!" ujarku berteriak.
"Bolehkah aku membantu?" tanya orang disebelah kananku. Dan aku melihat Paman Rein.
"Tentu saja, tapi awas sampai kau tidak melakukannya dengan baik. Aku akan benar-benar membunuhmu!" desisku.
Mereka semua bertarung dengan sengit, pelindung maupun healing tidak akan menghasilkan apa-apa. Dan yang paling penting, Pama Rein memang sudah mengamankan para murid di penghalang yang ia buat, tetapi bagaimana keadaan orang diluar sekolah ini? Sekolah ini begitu dekat dengan pemukiman.
Semoga saja mereka baik-baik saja.
Booom!!!
Ledakan itu lagi! Aku tak dapat melihat mereka. Paman Rein langsung menggunakan sihirnya untuk menepis debu dan asap yang ada.
Setelah debu dan asap menyingkir aku dapat melihat bahwa Nero, Dieros, dan Seiya sudah terkapar di tanah. Langsung saja aku berlari kearah mereka, tanpa memperdulikan Raja Dreg.
Wush!!
Brak!!!
Tiba-tiba saja tadi aku merasa ada angin yang nenerpaku, sehingga aku menabrak pohon. Ugh, ini benar-benar sakit.
Aku sama sekali tidak melihat keberadaan Lio. Aku melihat Dreg berjalan kesini. Dia menangkup kedua pipiku dengan satu tangan dan mencengkramnya dengan kuat.
"Kau telah menolakku Putri kecil, dan sekarang kau harus rasakan akibatnya!"
Raja Dreg melemparkan ku pada pelindung yang dibuat oleh Paman dengan kuat.
Crak!!
Brukk!!!!
Walaupun ini sihir, tetap saja ini menyakitkan.
Dia memang lawan yang hebat. Apakah aku harus menggunakan itu sekarang? Tetapi jika kugunakan sekarang, sama saja tidak berguna aku tak melihat Lio.
Bug!!!
Aku mendengar sebuah pukulan yang cukup keras. Dengan sekuat tenaga aku mencoba bangun dan nendapati Lio sedang melawan Dreg sendirian. Lio tidak memiliki banyak luka, tetapi kurasa energinya terkuras banyak. Aku menyalurkan energi ku kepadanya sebanyak mungkin dan juga aku membuat pelindung untuknya.
Mereka mulai mengeluarkan pedang masing-masing dan saling menyerang. Aku tahu dia mencoba mencari celah untuk melakukan 'itu'.
'Lei, aku tak bisa melakukannya. Kuserahkan 'itu' kepadamu,' ujarnya.
Yah, kami bisa telepati. Walaupun hanya sebentar sih.
Aku mulai membaca situasi, mencoba untuk konsentrasi.
"O light that begins to fade, please rise up!
Clear The darkness with your light!
Light from the feeling of all people in this country!
Feeling sad, happy, and angry, being on!
The power of light!"
Aku sama sekali tidak merasakan kekuatan besar mengalir ditanganku. Ini hanya seperti sihir biasa.
Aku melihat serangan itu menuju Dreg, tetapi dia menghindarinya kurasa hanya terkena bagian rambut. Energi ku sudah terkuras.
"KAU MULAI MEMBUATKU MARAH GADIS KECIL! KAU AKAN MERASAKAN KEKUATAN KU YANG SEBENARNYA!"
Pria berambut keemasan itu mulai membalas serangan Lio dengan membabi buta. Bahkan itu sangat tidak mungkin jika dilihat dengan kemampuan mata biasa.
Bruk!!!
Lio terlempar jauh, itu menyakitkan pasti. Dreg berjalan kearahku. Dia berjalan dengan santai. Tetapi perhatianku terfokus apa yang ada dibelakangnya. Pemukiman hancur. Terjadi kebakaran disana. Bahkan kurasa api itu akan segara menyebar lebih luas lagi. Tanganku mulai mengepal. Dreg telah menyebabkan ini. Apalagi efek serabgannya begitu besar. Paman yang belum sempat membuat pelindung untuk warga sekolah, membuat warga sekolah terluka parah. Efeknya tidak begitu terasa padaku, karena aku sendiri memang sudah dilindungi oleh pelindung sejak aku lahir.
(play video di mulmed guys biar kerasa)
Tanpa kusadari dia telah berada di depanku dengan senyum menjijikkannya. Dia menendangku dengan kuat. Aku sudah tidak kuat lagi dengan kelakuannya!
"Ada apa denganmu gadis kecil? Kehabisan tenaga? Cih, dasar makhluk rendahan. Jika ingin mengalahkanku, kau harus belajar selama 300 tahun gadis kecil," ujarnya sombong.
Hujan mulai turun, sepertinya langit sedang mengerti kedaanku. Aku mencoba bangun dengan sekuat tenaga.
Aku berjalan dengan tenaga yang tersisa. Tubuh dan tanganku penuh luka. Orang itu telah melukai rakyat dan semua orang disini! Aku pastikan bahwa aku lah yang akan membunuhnya.
Dengan apapun caranya aku tak peduli! Walaupun cintaku lenyap, walaupun kasih sayang lenyap, bahkan nyawaku pun jadi taruhannya aku tak peduli!
Hujan telah menjadi saksi apa yang aku ucapkan. Bahu yang basah dan bergetar, kaki yang hampir tak sanggup menopang tubuhku. Disini aku ucapkan yang terakhir kalinya!
"O light that begins to fade, please rise up!
Clear The darkness with your light!
Light from the feeling of all people in this country!
Feeling sad, happy, and angry, being on!
The power of light!"
Aku merasakan kekuatan besar berada di tanganku. Aku mulai mengarahkan kepadanya. Dengan sekuat tenaga aku kendalikan kekuatan ini agar hanya menuju kepadanya.
Di detik-detik terakhir ku, aku lemparkan bola cahaya itu kepadanya. Dan tepat sasaran.
"DASAR KAU BOCAH—" ucapannya terpotong karena dia sudah menghilang.
Dan kurasa, sebentar lagi aku akan mengilang. Aku akan menjadi serpihan debu dengan cepat.
"Lei?" aku tahu suara itu.
"Lio, sudah waktunya aku pergi. Jadi selamat tinggal," ujarku.
Liordan POV
"Lei?" tanyaku saat tubuhnya mulai berubah menjadi sebuah serpihan cahaya.
Entah kemana rasa sakitku tadi. Aku bejalan menuju Lei.
"Lio, sudah waktunya aku pergi. Jadi selamat tinggal," ujarnya dengan senyuman lembut.
Tidak, aku tidak ingin dia pergi. Aku bahkan belum mengatakan perasaanku padanya.
"Lei, aku mencintaimu, benar-benar mencintaimu. Walaupun hanya pertemuan singkat, itu sangat berharga!"
"KUMOHON KEMBALILAH MATAHARIKU!" Teriakku frustasi. Air mataku sudah tak terbendung lagi. Dadaku rasanya sakit.
"Lio, aku juga mencintaimu. Jadi jaga dirimu baik-baik. Suatu saat nanti kita akan bertemu. Aku janji."
Ya Lei, aku akan percaya janjimu. Sampai kapanpun aku menunggu itu tidak masalah. Aku akan menunggu. Kembalilah Matahariku.
------------------The end------------------
YE SELESAIII BANZAIII!!!!
BUT INI ABSURD GILA!
oke aku mulai agak miring.
Maaf kali ga nge feel sm sekali
Terimakasih sudah membaca cerita ini gaes😊
Btw jangan tanya kenapa aku pake cast dari anime ini jawabannya absurd :33
Btw ini cast pemain nya.
Ini Liordan ama Leivana (Emiya Shirou and Tohsaka Rin)
Ini si Raja Gred (Gilgamesh)
Salam damai ya ka ryan😁
Oh iya mampir ke work kami yang lain yaaa
Sampai ketemu di project selanjutnyaa~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro