☼𝟹.𝟹
"Bedebah ini harus diberi pelajaran rupanya!"
"Sadari posisimu, kau hanya pesuruh, jadi jangan membangkang!"
"Yaampun, kasihan sekali utututu... Ups maaf, aku tidak sengaja menginjak kaca matamu."
"To-tolong ampuni saya..."
"Kalau mau memohon lakukan sambil bersujud, jalang!"
"Hahaha... Dia beneran sujud dong!"
Rasanya seperti melihat gambaran dirinya di masa lalu. Hanya saja ini versi yang terlalu pasrah. Kalau saja waktu itu Haitani Ran tidak membebaskannya, mungkin saat ini [Name] masih menjadi budak para iblis.
Berbicara soal Ran, [Name] sangat ingin bertemu dengannya. Setelah malam yang diakhiri kecupan singkat. Haitani tertua kembali menghilang. Pesan dan panggilan hawa berakhir diabaikan. Bahkan sosoknya yang biasa ia jumpai di jalan pun seolah tertelan bumi.
Barangkali sibuk. Selalu ia meyakinkan diri dengan alibi itu. Tapi setelah seminggu berlalu lalu, pikiran positifnya mulai goyah.
"Aw sakit!"
"Hey jangan injak tangannya, lebih baik kepalanya saja!"
"Begini?!"
"Hahaha lucu sekali!"
"To-tolong ampuni saya..."
"Diam kau! Ini akibatnya karena mencoba mengadu ke guru!"
Sial, anak-anak iblis memang tidak pernah kapok rupanya. Karena tidak bisa mengusik [Name] mereka mencari mangsa lain.
Mungkin jika mangsa baru mereka berhasil melarikan diri. Akan ada anak baru yang menjadi korban. Dan siklus itu akan terus berlangsung sampai kiamat datang. Menyebalkan.
"Bangunlah, mereka tidak layak menerima sujudmu." seketika [Name] jadi atensi. Mata para iblis memicing tajam. "Kalian tidak pernah berubah ya."
"Hey kami tidak mengusikmu, jadi jangan ikut campur ya!"
"Kata siapa. Kalian mengusikku. Suara kalian mengganggu."
"Kau--"
"Sudah jangan berurusan dengan dia. Lebih baik kita pergi."
Mereka tidak takut pada [Name]. Nama Haitani Ran yang selalu di kantongilah yang mereka takutkan. Tidak ada yang tahu, kalau Ran tidak pernah lagi membalas panggilan dara.
Ini menyakitkan.
———
"Hey kau!"
Mata terbelalak, dengan tergesa ia menghampiri si pemanggil. "Haitani-san, sudah lama tidak bertemu."
"Kau... tidak sedang menunggu aniki kan?"
Tertangkap basah. Sejak sulit dihubungi, ia memang biasa menunggu sampai sore bahkan pernah sampai malam. Namun tidak semudah kala itu, Tuhan seolah mempersulit dirinya untuk bertemu pemilik surai dwi warna yang selalu terkepang rapih.
Berbagai cara sudah ia coba. Tapi Ran terlalu pandai bersembunyi.
"Sebenarnya ini bukan urusanku. Tapi, ku beritahu kau satu hal. Jangan pernah merasa spesial, karena aniki memang seperti itu. Dia suka menggoda wanita, dan saat bosan di pergi begitu saja."
Musim panas begitu cerah. Tak ada awan mendung di langit. Namun hatinya serasa tersambar petir.
"Berhenti menunggu aniki. Kau hanya membuang-buang waktu."
Rindou sudah beranjak pergi. Sementara [Name] masih terpaku ditempat. Perih, tak pernah ia merasa seperti ini sebelumnya.
Apa karena ia sudah berharap terlalu dalam pada sulung Haitani. Ah, harusnya dari awal ia tetap menjaga hati. Membiarkan dinding menjadi pembatas keduanya.
Terlepas dari itu, bukankah ia harusnya sadar diri. Ran Haitani terlalu hebat untuk manusia seperti [Full name].
———
"Kau bertemu dengannya?"
"Iya."
"Kau mengatakannya?"
"Aku mengatakan sesuai dengan apa yang aniki suruh."
"Bagus. Bagaimana reaksinya?"
"Hanya diam."
"Diam?"
"Daripada diam, lebih seperti orang terkejut sih."
"Terimakasih Rindou."
"Kau aneh aniki. Kenapa harus berbohong seperti itu."
Sang kakak hanya tersenyum kecil. Senyum yang berbeda dari biasanya. "Bukankah ini wajar. Saat melihat sebuah mahakarya kita tidak hanya ingin memilikinya. Tapi juga timbul perasaan untuk menjaganya dengan baik."
"Aku tidak mengerti kak."
"Mungkin nanti kau akan mengerti, Rindou."
Ponsel diatas meja berdiring. Rupanya email dari nona musim panas.
Kisah yang berawal di awal musim panas bermula. Bukankah harus ikut berakhir juga dipengujung musim panas.
——————
fin
.
.
30 april 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro