☼𝟸.𝟷
"Haitani-san, kau yakin?"
"Ya, kenapa memang?"
"Bukankah ini tidak sebanding. Kau hanya minta aku mentraktirmu burger sebagai bayaran untuk menghajar mereka. Ini terlalu murah bukan."
"Jadi, kau mau jadi pesuruhku?"
"Tidak!"
"Yasudah terima saja," balasnya santai. "Kau juga makanlah, burger ditempat ini sangat enak."
Sedikit, hanya sedikit ia menggigit bagian patty. "Kau benar, ini enak."
"Coba juga kentang gorengnya. Ini enak."
Seperti teman yang sudah akrab, mereka menghabiskan makanan sambil bercengkrama. Orang awam mungkin akan berpendapat kalau keduanya merupakan sejoli yang tengah berkencan sepulang sekolah.
Senyum yang mekar di wajah [Name] begitu lepas juga bebas. Bersifat magnetik lantaran mampu membuat sulung Haitani ikut menarik sudut-sudut bibirnya.
Obrolan ringan yang melenceng ke berbagai arah. Tak pernah terbesit dalam pikiran bahwa sang kharisma Roppongi akan menikmati saat-saat seperti ini. "Ini pertama untuk ku."
"Apanya? Makan burger disini?"
"Bukan. Aku sudah sering makan disini dengan adikku."
"Lalu?"
"Pertama kali merasa sesenang ini hanya karena makan burger."
"Benarkah? Sepertinya ku juga begitu hahaha..."
Debut pertama tawa jelita mampu mencuri penuh atensi sepasang violet. Degup jantung meletup tiada henti seperti kembang api pada malam festival musim panas.
"Burger disini sangat enak. Lain kali aku akan mentraktirmu lagi, Haitani-san." senyum tak lekang dari wajahnya begitu berseri. "Kalau traktir sekali, ku rasa belum cukup."
Ran tidak pernah tahu kalau [Name] bisa secerah mentari musim panas. Ia pikir gadis itu selamanya terjebak dalam musim dingin yang menggigit. Padahal, ia hanya memberikan pelajaran pada para cecunguk. Tapi dara tampak sebahagia orang yang memenangkan lotre.
"Tahu diri juga kau. Kalau begitu, aku tunggu traktiran yang kedua."
"Pasti!"
"Bagaimana kalau bertukar nomor ponsel. Bukankah itu akan mempermudah untuk mengatur janji temu."
"Kau benar."
Kedua ponsel dikeluarkan dari kantong masing-masing. Saling menyebutkan nomor, menyimpannya dengan nama yang tidak pernah diketahui pemiliki.
Hanya rahasia mereka dan tuhan.
'Tuan Pahlawan'
'Nona musim panas'
———
Menikmati pagi nan damai di sekolah, sama sekali tak pernah terbayangkan dalam benaknya. Rutinitas tiap sampai ke kelas pasti selalu disuruh menyalin tugas untuk anak-anak iblis.
Namun berkat sulung Haitani, mereka tak berani mengusik dara. Walau sesekali tatapan sinis masih bermuara. Tapi tak apa, toh hal seperti itu tak kan membunuh bukan.
"Aw!"
[Name] memutar bola mata dengan malas. Kebiasaan memang hal yang mengerikan. Padahal sudah diperingatkan, tapi masih suka mencari ulah. Apa mereka merasa gatal kalau tidak mengganggunya sehari saja. "Kau sengaja?"
"Kenapa menuduh begitu. Lihat, jalannya sempit jadi aku tidak sengaja menabrak mu."
"Kau masih bisa melipir sedikit ke kanan."
"Hey, lorong ini bukan milik nenek moyanmu ya!"
Menghela napas, seperti berdebat dengan kera saja. "Kalau memang begitu, minta maaflah."
Senyumnya terkesan mengejek. "Hey jangan mentang-mentang ada Haitani dibelakangmu, kau jadi sok begini!"
"Kenapa?" Dengan pongah ia maju selangkah. Melipat tangan didepan dada, menunjukan siapa penguasa disini. "Kau juga sok karena ada Akito kan."
"Jangan sok tahu!"
"Itu fakta."
"Jalang ini, harus ku pukul rupanya!"
Dering ponsel memecah ketegangan. [Name] menyeringai mendapati siapa nama yang tertulis di layar ponsel.
"Halo Haitani-san?" Jelas sekali ia sengaja meninggikan volume suara. "Ah itu, soal mereka..." Lirikannya tajam, membuat si gadis iblis gemetaran.
"Aku minta maaf, jadi tolong jangan beritahu Haitani," ucapnya panik. Kemudian berlutut, membuang congkak yang selama ini dipelihara. "Aku mohon, aku minta maaf. Jangan beritahu dia."
"...mereka sama sekali tidak mengnggau ku. Sepertinya sudah jera."
Tubuh lemas seketika. Namun ia merasa lega. Setiap sel tubuh mengingat jelas bagaimana kebengisan Ran Haitani. Kalau bisa, ia tidak ingin bertemu lagi dengan lelaki itu.
[Name] menjauhkan ponsel dari mulut. Kembali pada lawan bicara pertamanya. "Lain kali, aku tidak akan segan. Jadi bertindaklah dengan cermat."
Urusan yang tuntas, membuat dara melipir guna mencari tempat yang lebih kondusif. "Maaf Haitani-san, tadi sempat ada masalah."
"Kau tidak apa-apa?"
"Ya, berkat kau."
"Kau bilang akan mentraktirku lagi kan. Bagaimana kalau sepulang sekolah?"
"Tidak masalah. Aku senggang."
"Baik, ku tunggu didepan gerbang."
"Haitani-san!"
"Ya?"
"Sekali lagi terimakasih."
"Aku jadi terpikirkan sesuatu."
"... apa itu?"
"Haruskah aku berterimakasih juga padamu?"
"Untuk?"
"Entahlah. Menurutmu karena apa."
—————
.
21 april 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro