Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

28. Misunderstood Love

Playlist : Wanna One – Beautiful

28. Misunderstood Love

"Gue salah lagi ya?" –Winter Archie Airlangga.

*

"Kak Iris, kita temen kan?" Juliette berbisik pada Iris begitu mereka berdua berjalan bersisian menuju ruang BK.

Iris menelan ludah, ia tidak memiliki pilihan lain selain mengangguk ketika cewek itu bergelayut di lengannya.

"Nah, karena temen...." Pegangan Juliette di lengan Iris berubah menjadi cengkraman. "Udah tau kan harus ngomong apa kalau ditanya?"

Itu ancaman. Kalau kamu pengen kehidupan sekolah yang tenang, nggak usah ngomong apa-apa. Iris memahami ucapan Juliette kira-kira seperti itu, alasan yang kembali membuatnya tidak memiliki pilihan lain selain mengangguk. Juga, hal yang membuatnya menekan kuat-kuat rasa bersalahnya kepada Summer yang sudah berada di ruang BK lebih dulu. Sejak awal cewek itu sudah mengekori Miss. Winter lebih dulu, memohon-mohon agar orangtuanya tidak dipanggil.


Maaf, Summer. Padahal kamu udah bantuin aku.

Tapi, aku nggak punya pilihan lain.

Kamu punya semua hal yang bisa buat kamu bertahan di sekolah ini, beda banget sama aku yang harus berusaha survive buat lulus.


"Saya berani bersumpah, Miss! Tidak ada masalah antara saya dan Kak Iris. Kami cuma nggak sengaja tabrakan aja, tapi Kak Summer salah paham. Karena itu Kak Summer nyerang saya. Iya kan, Kak Iris?"

Iris yang terus menunduk—tidak berani menatap Summer, mengangguk. Mengiyakan ucapan Juliette yang memberikan kesaksian di ruang BK.

"Ha! Salah paham apaan?" Protes Summer membuat Iris makin tidak berani mengangkat kepalanya. "Nggak usah sok kalem! Mana muka songong kamu tadi? Kenapa baru sekarang panggil Iris Kakak? Kamu waras? Kalau emang kamu jago acting, ikut casting aja sana. Ngapain akting di sekolah?!"

"Kak Summer. Aku nggak acting...." Juliette mengerjap takut, bersembunyi di belakang Iris.

"Kamu juga Iris, bilang yang jujur lah! Ngapain takut sama kuntilanak macam dia?!"

"Summer Airlangga! Jaga tingkah kamu!"

Bentakan Miss Winter menghentikan Summer, tapi membuat tensi di ruang BK itu makin naik. Untuk sejenak, Iris goyah. Ingin rasanya ia membela Summer yang juga sudah membelanya mati-matian, tapi cengkeraman Juliette di belakangnya membuat keraguan juga tidak bisa semudah itu meninggalkan Iris. Iris tahu, cengkeraman ini bisa berubah menjadi hal menyakitkan lain begitu ia keluar dari ruang BK ini—keluar dari sekolah. Juliette adalah salah satu bawahan Freya, Iris sudah tahu resiko jika berhadapan dengan mereka.

Apalagi yang dikatakan Summer juga benar. Juliette benar-benar jago acting. Ketika Iris meliriknya, bisa-bisanya ia menemukan raut memelas yang dipenuhi air mata di wajah Juliette.

"Iris Denada. Apa benar yang dikatakan Juliette?" kali ini tatapan Miss. Winter beralih padanya.

Iris makin menunduk, tidak kuasa melihat wajah berharap Summer ketika mereka tidak sengaja bertatapan. Tatapan Summer seakan mengatakan jika tidak apa-apa bagi Iris untuk jujur, tidak akan terjadi apa pun. Tapi, bagaimana bisa Iris percaya itu?

Dia bukan Summer yang selalu bisa mengandalkan orang-orang di belakangnya. Orangtua kaya raya yang bisa memastikan Summer tidak akan dikeluarkan dari Skyline, teman-teman yang siap membela tiap Summer bermasalah dengan Freya, hingga Rain Ganendra, anak pemilik Yayasan sekolah yang selalu berdiri di depan cewek ini.

Setelah kasus ini, Summer mungkin hanya mendapat peringatan dan semua akan terlupakan. Sementara Iris, jika saat ini ia membuat Juliette terlibat dalam masalah—kehidupannya jauh lebih buruk lagi. Dua tahun lagi. Yang Iris inginkan hanyalah menjalani kehidupan sekolah yang tenang dan lulus dengan nilai baik dua tahun lagi.

"Iris? Tidak usah takut. Saya hanya ingin tahu kebenarannya." Suara Miss. Winter melembut, seakan bisa merasakan keresahan dalam kepala iris. "Apa benar yang dikatakan Juliette?"

Maaf, Summer. Maaf.

"Be—benar, Miss. Sama sekali tidak ada masalah. Summer hanya salah paham."

"Iris! Sumpah ya kamu ini! Nggak ada masalah apaan?!" Sentakan Summer membuat Iris makin ciut. Rasa bersalah Iris bercampur dengan rasa takut mengetahui dia pasti akan dibenci cewek ini. "Tadi jelas-jelas itu anak ngerundung kamu! Summer udah bela-belain kamu, tapi kamu malah milih terus jadi pengecut gini?!

Iris makin menunduk. "Ma-maaf ya Summer. Kamu salah paham aja."

"Ngeselin kamu, Ris! Apa sih yang kamu takutin sampai bohong gitu?! Nggak usah takut! Sekolah ini aja punya Rain! Juliette itu bukan siapa-siapa!"

Itu masalahnya. Berbeda dengan Summer yang merasa Juliette bukan apa-apa, bagi Iris yang bukan siapa-siapa, anak pejabat penting itu jelas apa-apa. Iris jadi bertanya-tanya, apakah Summer memang tidak mengetahui pembagian kasta di sekolah ini?

"Nggak ada Rain juga ada Papa Summer yang bisa belain! Yang penting sekarang kamu jujur!"

"Summer!" Miss. Winter memperingatkan.

"Kita mau nuntut mereka pake jalur hukum juga nanti bisa! Yang penting sekarang kamu jujur dulu!" Perkataan Summer selanjutnya makin menyadarkan Iris betapa berbedanya mereka.

"Summer Airlangga! Apa karena sekolah ini punya Rain dan kamu memiliki Papa yang bisa membela, karena itu kamu merasa bisa mengabaikan saya?!" Nada tinggi dalam suara Miss Winter menghentikan Summer. Jangankan Summer, tengkuk Iris sampai merinding mendengar bentakan perempuan itu.

Summer langsung gelagapan, menatap Miss. Winter dengan wajah memelas. "Maaf, Miss. Bukan—maksud Summer bukan gitu."

Selain raut wajah Miss. Winter yang makin mengeras, rengekan Summer sama sekali tidak berpengaruh apa-apa. Tapi, sebelum Miss. Winter sempat berkata-kata lagi, ketukan di pintu BK mengambil perhatian mereka semua.

"Masuk," ucap Miss Winter.

Pintu lantas terbuka, menampakkan Winter Archie Airlangga dan Ibu Juliette di baliknya.

"Astaga, Juliette! Kamu nggak apa-apa, sayang?" Perempuan berusia awal 40 tahun langsung menyerbu dan memeluk Juliette. Sama halnya dengan lelaki tampan yang kini berjalan ke arah Summer.

Benar, hidup Summer terlalu sempurna. Bahkan cewek itu masih memiliki Kakak yang ada untuknya—berbeda dengannya. Harusnya terkena kasus kecil seperti ini masih bukan apa-apa.

Iris tahu, itu pemikiran yang salah untuk membuat perasaan bersalahnya menjadi lebih baik.

Namun, Summer memang benar-benar beruntung. Dengan keberuntungan yang selalu ia dapatkan, Summer tidak perlu berusaha keras. Summer dan Juliette, mereka berdua akan selalu memiliki keluarga yang mendampingi ketika terkena masalah seperti sekarang. Berbeda dengan Iris, orangtuanya yang harus bekerja, agar Iris dan adik-adiknya bisa makan malam ini. Bukankah wajar jika iris jadi iri pada mereka? Terutama Summer.

Benar, kasus ini pasti bukan apa-apa bagi Summer. Kakak cewek itu dan semua orang di belakang Summer pasti bisa menyelesaikannya dengan cepat. Iris tidak perlu merasa bersalah.

***

Summer belum sempat berbicara dengan Winter ketika Miss Winter memintanya, Iris dan Juliette keluar lebih dulu. Kelegaan seketika memenuhi Summer, padahal ia pikir Papanya yang akan datang—setidaknya Summer jadi bisa sejenak menghindari amukan Jeremia.

Namun, kelegaan itu tidak cukup untuk membuat Summer melepaskan Iris. Summer tetap membutuhkan penjelasan. Sungguh, padahal alasan yang membuat Summer terlibat dalam masalah ini karena ia membela Iris, tapi cewek ini malah menjadikannya tersangka. Summer merasa seperti terkhianati.

"Iris, ikut Summer dulu! Summer mau ngomong!" Sementara Juliette sudah beranjak kembali ke kelas lebih dulu, Summer menarik Iris ke taman samping ruang BK.

Lagi-lagi, Iris menunduk takut ketika Summer melepas pegangannya. Seakan-akan Summer sudah mencengkeramnya kelewat keras. Seakaan-akan Summer berniat memukulnya. Apa cewek ini memang sepenakut ini?

"Kenapa tadi kamu nggak jujur? Takut sama Juliette?" Summer memelankan nada suaranya, tidak ingin membuat Iris makin takut lagi.

Iris tidak juga menjawab, membuat Summer makin gemas.

Summer merasa cewek ini terlalu penakut, tidak heran dia dengan mudah bisa menjadi bulan-bulanan Freya. Tapi, sama seperti dirinya yang menyadari dia sangat menyebalkan dan cengeng—Summer tidak mau menghakimi iris karena sikap penakutnya. Bisa saja ada alasan yang membuat Iris jadi seperti ini.

"Karena kamu gitu, aku yang jadi tersangka loh, Iris." Summer sedikit merengek, mengeluarkan keresahannya. Berusaha tidak terdengar terlalu menyalahkan. "Padahal kalau kamu mau jujur tadi, kita bisa bikin Juliette yang dihukum."

"Ma-maaf, Summer," decit Iris.

"Ngapain minta maaf? Aku bukan minta permintaan maaf kamu. Aku cuma tanya kenapa tadi kamu nggak jujur." Summer mencebik, merasa sedikit kesal. Permintaan maaf Iris sekarang jelas tidak berpengaruh apa-apa. Tapi, melihat betapa takutnya Iris sekarang, Summer jadi merasa bersalah sudah berlaku sekeras ini. "Kenapa? Kenapa kamu setakut itu sama Juliette? Sumpah, Juliette itu cuma adek kelas, loh Ris. Kalau kamu diem aja digangguin dia—"

"Summer, please! Mendingan diem. Nggak usah sok baik, sok ngerti—apalagi sok belain! Aku nggak butuh! Kamu malah bakal bikin situasinya tambah parah tau nggak?!"

"Iris...." Summer nyaris tidak bisa berkata-kata, begitu terkejut dengan respon Iris. Apa tanpa sadar, Summer sudah berkata terlalu keras hingga membuat Iris marah?"

"Tingkah kamu yang gini cuma bakal bikin aku ngiri, tau! Iya emang, dengan kasta kamu, Juliette emang nggak ada apa-apanya. Tapi beda dengan aku, Sum! Di sekolah ini aku masuk kasta terbawah. Kamu denger nggak? Kasta terbawah. Jadi wajar aja kasta tengah kayak Juliette gangguin aku!"

Summer mengernyit. "Kasta bawah? Tengah? Lagian, Ris ... apa yang wajar dengan gangguin orang lain?"

"Kamu bisa ngomong karena nggak tau rasanya jadi aku! Kamu juga jangan sok nggak tahu kasta, buktinya kamu ikut nikmatin sistem kasta juga kan? Jadi nggak usah sok baik!"

Jika yang Iris ucapkan dengan menikmati adalah pembagian bangku di kantin, ia yang jarang dihukum karena terlambat karena selalu bersama Rain, hingga hukuman-hukuman yang tidak terlalu berat—maka itu benar. Hal yang selama ini selalu Summer anggap wajar karena ia dekat dengan Rain yang merupakan kapten basket, siswa berpretasi dan anak pemilik Yayasan sekolah. Summer juga tidak merasa apa-apa dengan itu selama ia tidak merugikan orang lain, tidak seperti Freya yang suka membully.

Nyatanya, semua yang ia anggap wajar selama ini ternyata mengganggu banyak orang, termasuk Iris. Apa semua itu juga yang membuat banyak beredar rumor buruk tentangnya?

"Diem kan kamu. Baru nyadar?" Iris tersenyum miris. "Kamu sama aku beda, Sum. Jadi jangan sama-samain cara kamu bisa perlakuin Juliette, Freya—semuanya. Itu cara aku bertahan di sini. Aku bukan kamu yang bisa dapet apa pun tanpa perlu usaha apa-apa."

"Nggak perlu usaha apa-apa?" Summer tersentak.

Iris mulai terisak. "Apa aku salah? Kamu itu enak. Semua hal bisa kamu dapetin secara effortless. Dari lahir, kamu udah nggak kenal hidup susah. Kamu punya Papa, Mama, sama Kakak yang sayang kamu—rela ngelakuin semuanya buat kamu. Yang nggak pernah nuntut apa-apa. Bahkan ketika kamu gagal sekalipun, mereka bakal ada buat tetep mastiin kamu terbang tinggi."


Yang nggak pernah nuntut apa-apa. Ucapan Iris terlalu mengena hingga membuat Summer tidak bisa merespon apa-apa. Iris benar, Papanya memang selalu mengusahakannya—memberinya yang terbaik, tapi itu tidak Summer dapatkan dengan cuma-cuma. Tetap harus ada yang Summer berikan sebagai timbal balik.


"Kamu nggak perlu kayak aku yang harus usaha mati-matian dengan harapan, suatu saat nilai aku yang tinggi bisa bikin aku jadi orang sukses. Perbaikin ekonomi keluarga aku. Kamu? Nilai kamu ancur aja, kamu bisa tetep jadi apa pun yang kamu mau, mau kasus kamu sebanyak apa pun—semuanya akan bisa bersih dengan uang keluarga kamu. Kamu itu dari lahir udah jadi putri! Jadi nggak usah sok-sokan bantuin aku."

Summer hanya bisa diam, sementara isakan Iris semakin keras.

"Sekarang aja kamu lihat. Kamu kena masalah aja kakak kamu datang kan? Aku? Kamu lihat ada nggak yang dampingin aku? Nggak ada, Summer. Sama halnya ketika aku dibully, aku nggak punya siapapun buat bersandar. Dari awal, cara hidup kita aja udah beda, Summer. Kamu nggak bakal ngerti!"

Semua ucapan dan isakan Iris membuat Summer ingin menangis, tapi ia menahannya. Dari perkataan Iris, Summer tahu hidup Iris sangat berat, tapi kenapa Summer tetap merasa hidupnya juga tidak semudah yang dikatakan Iris?

Sudahlah. Summer tidak ingin berdebat, adu nasib, apalagi menceritakan kehidupannya pada orang lain. Karena itu ia tersenyum. "Iya, Iris bener. Summer salah. Summer minta maaf ya."

"Kok—kok. Ngapain kamu minta maaf?" Iris tergagap, seakan tidak menyangka respon Summer akan seperti ini. "Ya udah. Aku mau ngomong itu aja. Maaf kalau kesannya nggak tau diri, udah dibantuin malah marah-marah gini," cicit Iris lagi. Cewek itu menghapus air matanya kasar sekali lagi, sebelum kemudian berderap melewati Summer.

Summer masih terdiam di tempatnya. Mengelap air matanya yang dengan bodohnya masih saja tumpah, sebelum kemudian menoleh begitu mendengar ucapan maaf Iris di belakangnya.

Menoleh, Summer mendapati Kakaknya berdiri beberapa langkah di belakangnya. Sepertinya Iris meminta maaf karena tidak sengaja menabrak Winter.

Iris kembali beranjak usai mendapat anggunkan Winter. Sementara Winter langsung berjalan menghampiri Summer, tatapannya tak terbaca.

Summer juga bergegas menghampiri Winter, hendak menjelaskan semua yang terjadi—sekaligus berterimakasih karena Kakaknya sudah datang menggantikan Jeremia.

"Kak Winter. Aku—"

"Bisa nggak sih, nahan diri buat nggak bikin masalah?" Sayangnya, nada sinis Winter dengan cepat memotong ucapan Summer. "Kamu apain anak orang sampai nangis-nangis gitu? Baru aja masalahnya aku beresin, udah bikin masalah lagi."

Tidak, sepertinya Summer salah. Kelegaan yang sempat dirasakan Summer mendapati Winter lah yang datang menggantikan Jeremia, lenyap seketika. Seharusnya memang Papanya saja yang datang. Summer merasa kemarahan Papanya pasti jauh lebih baik dibanding tatapan tajam, juga ucapan tajam Winter yang seakan tidak mau memberinya kesempatan menjelaskan.

Padahal Winter tidak tahu apa-apa.

"Tau nggak kamu apa aja yang aku korbanin demi dateng ke sini? Ngurusin kamu!"

"..."

"Aku harus reschedule meeting penting.

"...."

"Padahal harusnya Papa yang dateng. Tapi aku—"

Tangis Summer pecah. "Kalau emang seberat itu, ngapain dilakuin? Kalau Papa minta Kak Winter dateng, ya tolak! Urusin aja meeting Kakak. Nggak usah capek-capek ngurusin Summer! Summer nggak pernah minta diurusin Kak Winter!"

"Ha! Gitu cara kamu ngomong sama Kakak yang udah bela-belain kamu?!"

"Kapan?! Kapan Kak Winter belain Summer! Selama ini yang Summer lihat, Kak Winter cuma tertarik nyari-nyari kesalahan Summer aja!"

"Kamu—"

"Cengeng. Nyusahin. Suka bikin masalah. List aja semuanya. Sama kayak Kakak yang nggak pernah suka Summer lahir, Summer juga nggak pernah minta jadi adek Kakak."

Winter berdecak, menyugar rambutnya kesal. "Kebiasaan. Yang lagi diomongin apa, topiknya jadi kemana-mana."

"Biarin. Asal kakak tahu, kalau aja bisa milih, Summer pasti lebih milih mati di kandungan Mama."

"...."

"Capek tau. Selalu dituntut sempurna, sementara orang lain mikirnya hidup Summer nggak perlu usaha apa-apa. Belum lagi disalahin sama orang yang belum tahu kebenarannya. Salah satunya Kakak."

Sekali lagi, Winter hanya diam. Tapi wajah lelaki itu mengeras.

"Kata orang, punya kakak cowok itu enak. Ada yang belain. Tapi, kenapa itu nggak berlaku di Summer? Kenapa Kakak sebegitunya benci Summer? Summer salah apa?"





TO BE CONTINUED.

Spoiler next part :

"Benci sama lo? Nggak, anjir! Yang ada itu orang bucin lo parah."

*

Ada pesan buat Winter?

Ada pesan buat Summer?

Ada pesan buat Iris?

Siapa yang kamu pengeeeeen banget muncul di next part?

SPAM THUNDER BUAT THUNDER

SPAM RAIN BUAT RAIN

SPAM WINTER—kalau kamu mau WINTER muncul lagi.

Btw, Dy sempet bacain komen yang kemarin. Ada yang setuju kalau jadi anak pertama berat banget, ada juga yang kontrak—dengan bilang dia lihat kakaknya yang anak pertama, kerjanya goleran doang nggak dipermasalahin. Well, nggak ada yang salah. Dy percaya. Entah anak pertama, anak kesepuluh—sama anak tunggal sekalipun itu memiliki beban yang sama-sama berat, tergantung kondisi parenting-nya. Di cerita ini, Dy lebih pengen kita semua coba belajar liat dari berbagai sisi biar nggak gampang ngejudge orang lain.

Pernah denger quotes ini nggak? "Bukan perkara seberapa dalam airnya. Namanya tenggelam ya tenggelam."

Sama seperti Summer dan Iris. Mereka benar dalam pandangan mereka masing-masing. Iris ngerasa hidup Summer enak banget—semua yang dia mau, Summer bisa dapet. Masalah uang, Summer juga nggak perlu mikir. Beda sama Iris yang mau sekolah di Skyline aja harus dapet beasiswa + ngajar les private di mana-mana. Perjuangan dia buat sampai di titik ini gede banget. Tapi, salahnya Iris itu, dia dengan gampang bisa menjudge Summer tanpa tahu apa-apa. Di pikiran Iris, asal ada uang—separuh masalah hidup lo beres. Padahal itu nggak berlaku buat Summer. Ketika kena masalah, ya tetep aja dia harus siap-siap buat ngadepin Ayahnya.

Jadi nggak ada yang namanya mending kamu mending aku . Kalau berat ya berat aja. Nggak bisa dibandingin karena kapasitas tiap orang beda.

Ann-nya kayaknya kepanjangan yaa. See you in next chapter! Sayang kalian <3


With Love

Dy Putina

Istri Sah Jeong Jaehyun. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro