Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

23. Hanya Boleh Ada Kita

Playlist : SEVENTEEN (세븐틴) 'Ready to love'

23. Hanya Boleh Ada Kita

"Kamu sama aku cuma lagi main peran. Kamu yang bertingkah seakan nggak ada apa-apa, sementara aku yang pura-pura gapapa."

*

"Cuk! Liat deh liat! Summer beneran sama Thunder sekarang?!"

"Tuan muda Ganendra gimana? Dibuang?"

"Dia kali yang dibuang. Cewek modelan gitu doang. Rain katanya kan lagi deket sama Iris anak IPA."

"Tapi bukannya yang bucin itu Rain ya?"

"Nggak tau juga sih. Mungkin Summernya selingkuh duluan, makanya Rainnya lebih milih Iris. Goblok sih. Kalau aku jadi Summer, yakali buang Tuan Muda Ganendra buat Thunder. Emang pro-player sih dia, tapi gituan emang tahan berapa lama? Mana badung lagi. Mending yang udah jelas-jelas anak tunggal kaya raya."

"Bener kayaknya kata orang kalau jodoh itu cerminan diri. Pembully kayak Summer ya cocoknya sama Thunder." '

"Tapi dua-duanya sama-sama cakep. Kualitas super! Si Summer pake pelet apa coba?"

"Kasian banget si Rain, dimainin cewek modelan gituan. Jalang abis taik."

"Pengen rasanya liat momen itu cewek kehilangan semuanya."

"Iya. Biar nggak seenaknya aja jadi manusia."

Iris sudah mencoba fokus pada pertandingan SIRIUS, enggan memedulikan pembicaraan para cewek penggosip di depannya. Tapi, selain karena suara mereka lumayan keras, itu menjadi hal yang sulit ketika namanya dan Rain disebut. Alasan yang mungkin membuatnya jadi terus memperhatikan cowok itu, mengagumi kelihaian Rain bermain basket dalam tempo keras, sekaligus makin menyadari jika ucapan semua orang tentang Rain Elkana Ganendra adalah bintangnya Skyline memang benar.

Rumor tentang mereka berdua jelas salah, dalam sekali lihat Iris jelas tahu Rain tidak tertarik padanya. Akan tetapi, entah kenapa Iris jadi mempertanyakan hubungan Rain dan Summer. Apa Summer benar-benar membuang cowok itu untuk memilih Thunder? Apa dia bodoh?

Iris sudah melihat sendiri bagaimana perhatian yang Rain berikan untuk Summer. Dia juga sadar, betapa besarnya pengaruh Summer dalam tiap tindakan cowok itu. Kenapa dengan mudahnya Summer menggantikan Rain dengan orang baru?

"Nih." Ingatan memutar saat ketika Rain mengulurkan payung ketika menghampirinya di halte.

Saat itu, Iris seketika mengerjab. Tidak menyangka seorang Rain Ganendra turun dari mobil hanya untuk melakukan ini. Mereka tidak seakrab itu. "Ha? Buat aku?"

"Disuruh Summer," ucap cowok itu datar, sedatar tatapannya yang jika dilihat lebih jelas tampak menyimpan kejengkelan. "Cepetan ambil. Summer nungguin."

Nada tidak sabar Rain membuat Iris bergegas mengambil payung Rain, sementara cowok langsung bergegas kembali ke mobil tanpa mengatakan apa-apa lagi. Iris masih ingat dengan jelas, punggung Rain yang menjauh tampak sangat dingin—tak tergapai, bahkan lebih dingin dari hujan yang turun hari itu. Tetapi, hal itu tidak menghapus fakta jika Rain adalah cowok yang baik.

"Duduk sini kalau mau. Dari pada digangguin." Ucapan Rain ketika Iris membagikan minuman untuknya tadi makin menguatkan pemikiran Iris.

Sejak rumornya dan Rain menyebar karena insiden payung itu, geng Freya memang makin gencar merundungnya—mengatakan kalau Iris tidak tahu diri karena mencoba dekat dengan Rain, bahkan tidak segan memukul dan menarik rambutnya. Anak-anak cheerleaders itu bahkan masih merundungnya beberapa saat sebelum acara pembukaan DBL, hal yang tidak Iris sangka ternyata disadari Rain, bahkan membuat cowok itu menunjukkan kepedulian. Sesuatu yang tidak dilakukan teman-teman yang lain. Kenapa bisa-bisanya Summer menyia-nyiakan Rain yang sebaik itu? Sungguh, jika dia adalah Summer, Iris yakin, sedikit pun ia tidak akan memilki keinginan meninggalkan Rain hanya untuk Thunder.

Peluit panjang tanda pertandingan telah berakhir mengeluarkan Iris dari pikirannya, sekaligus membawa kemenangan telak dengan skor 84-62 untuk Skyline.

"Yuk, turun." Yuda, anggota OSIS yang memiliki jadwal tugas dengannya bangkit berdiri, mengisyaratkan pada Iris jika sudah waktunya bagi mereka untuk kembali memberikan konsumsi pada anggota SIRIUS.

Iris dengan sigap mengikuti Yuda, turun dan mengambil beberapa botol minuman untuk dibagikan. Hingga, sampai gilirannya untuk memberikannya pada Rain, dan entah kenapa itu membuat dada Iris berdebar. Apalagi ketika matanya menatap wajah datar Rain yang sialnya makin tampan dengan guyuran keringat.

"Beneran nggak ikut makan sama kita-kita?" Suara Teye terdengar begitu Iris mendekati cowok itu.

"Nggak," jawab Rain singkat sambil mengambil tas perlengkapannya.

"Nggak seru, asu!"

"Udah biarin. Dari pada bad moodnya ngefek ke kita," tanggap Lucas cepat, tawa terselip di antara ucapan cowok itu sementara Rain tampak melangkah menjauh—menuju ke arah Iris. "Padahal salahnya sendiri. Kalau suka itu ngomong! Biar kalau ketikung kayak tadi punya alasan ngamok!"

"Rain." Mengabaikan Lucas, entah keberanian dari mana yang membuat Iris memiliki nyali menghadang Rain, sekadar untuk mengulurkan botol minum untuk cowok itu. "Kamu mau ini juga?"

"Rain! Wih, yang barusan menang." Bertepatan dengan itu, teriakan Summer terdengar. Menoleh, Iris menemukan cewek itu sudah berjalan menghampiri mereka, melambaikan tangan dengan senyum yang sampai ke mata. Thunder berdiri tepat di belakang Summer, raut wajahnya tampak meremehkan seperti biasa. "Summer pulang duluan ya kalau gitu. Yang penting Summer udah setor muka, habis ini Rain kan masih harus kumpul sama—"

"Nggak. Kita pulang bareng," tukas Rain sambil beranjak menghampiri Summer, benar-benar sepenuhnya mengabaikan Iris dan botol minuman yang ia ulurkan.

Seketika sesuatu terasa menohok di dada Iris, hal yang aneh mengingat bukankah harusnya ia sudah terbiasa diabaikan seperti ini? Tapi, kenapa kali ini rasanya lain?

"Lah." Raut Summer tampak bingung, tapi Iris juga merasakan cewek itu beberapa kali melirik ke arahnya. "Rain bukannya biasanya tiap habis tanding selalu makan bareng dulu? Summer lagi nggak pengen ikut."

Rain berhenti tepat di depan Summer, tapi tatapan tajamnya tertuju pada Thunder. "Sekarang nggak. Capek," ucap Rain sembari menarik Summer mendekat, menyeka keringatnya dengan tangan, lalu dengan sengaja mencipratkannya pada Summer.

"Ih, Rain! Apaan sih!" Summer menatap Rain penuh protes dengan bibir mengecurut, sementara kekehan geli mengudara dari bibir cowok itu.

Thunder sendiri hanya berdecak, menarik tisu dari saku sebelah tas Iris, lalu memberikannya pada Summer. "Lap. Awas kuman."

Namun, masih dengan wajah datar, Rain mengabaikan ucapan cowok itu. "Telpon pak Ilham lagi aja kalau udah terlanjur, suruh batal jemput kamu. Pulang bareng aku."

"Summer belum nelpon Pak Ilham kok."

"Gitu tuh kamu ngomong mau pulang duluan."

"Gue yang anter dia ke sini, jadi gue yang bakal anter balik." Thunder menyela, di tengah tatapannya yang meremehkan, cowok itu menarik lengan Summer, sengaja menjauhkan Summer dari Rain, kemudian merangkul pundaknya. Seringainya seakan menunjukkan rasa puas melihat keterkejutan Rain "Kedepannya juga Summer nggak perlu lo antar jemput. Itu udah jadi tugas gue sebagai gebetan."

"Thunder! Lepasin! Nggak usah rangkul-rangkul!" Summer berusaha melepaskan rangkulan Thunder, tapi cowok itu malah makin menariknya mendekat.

"Kan gebetan? Masa ngerangkul aja nggak boleh? Itu kecebong aja barusan meluk kamu."

"Beda! Rain itu sahabat Summer dari kecil, jadi gapapa." Summer merengut, sama sekali tidak menyadari ucapannya membuat wajah Rain jadi keruh. "Pokoknya nggak boleh aneh-aneh. Kalau aneh-aneh, trial jadi gebetannya habis!"

"Lah! Perasaan tadi bukan trial?!"

"Kan terserah Summer!"

"Tunggu. Gebetan?" Nada terganggu Rain mengambil perhatian Thunder, membuat cowok itu menoleh, menatap Rain.

"Ya, kenalin. Terhitung hari ini gue gebetan Summer." Thunder menyeringai menyebalkan sambil mengulurkan tangan, seakan menunggu balas jabat tangan dari Rain. Akan tetapi, mendapati cowok itu tidak berniat merespon uluran tangannya sama sekali, Thunder menariknya lagi. "Lo sebagai sahabat yang baik, kasih kami dukungan ya. Oh ya, gue jadi inget. Sahabat doang kan ya? Kenapa pas itu Lo sok ngaku-ngaku jadi pacar?"

"Thunder!"

"Kenapa sih? Kan biar sahabat kamu sadar posisi," elak Thunder penuh penekanan.

"Udah ah! Males banget Summer sama Thunder." Summer memukuli lengan cowok itu sebelum beranjak dari sana. Tepat ketika Thunder berniat menyusulnya, Summer berhenti—berbalik dan memberikan tatapan peringatan. "Jangan ikutin Summer! Summer mau pulang sama Rain."

"Eh! Mana bisa gitu!"

"Thunder mau turun tingkat?!" ancam Summer.

Selama beberapa detik, mereka berdua saling memberikan tatapan ancaman. Hingga, dengan ajaibnya seorang Thunder akhirnya mengalah. "Oke! Fine!"

"Nah, gitu dong" Summer tersenyum. "Makasih buat tebengannya tadi. Bye-bye. Yuk Rain!" ucapnya sembari melambai, lalu kembali melangkah lebih dulu usai mengajak Rain.

Tidak ada jawaban dari Rain, dan bukannya mengikuti Summer, Rain malah mencekal pundak Thunder begitu Summer menjauh.

"Jauhin Summer," bisik Rain penuh penekanan. Matanya menatap Thunder tajam.

Thunder menyeringai. "Kalau gue nggak mau, lo bisa apa?"

Lalu, tanpa menunggu jawaban cowok itu, Thunder menghempaskan tangan Rain, berlalu sambil menyikut pundak cowok itu dengan sengaja.

***

"Rain kenapa sih? Mukanya ditekuk mulu perasaan. Lagi laper ya?" Summer menoel-noel lengan Rain, tersenyum lebar untuk menggoda cowok itu. Sengaja mencairkan suasana keheningan di mobil Rain yang tercipta sejak mereka keluar dari DBL Arena.

Sambil terus mengemudi, Rain menoleh. "Kamu laper?"

"Dikit."

"Makan dulu aja sebelum pulang. Mau makan apa?"

"Terserah Rain. Summer ngikut."

"Mcd gimana?"

Summer merengut, menggeleng. "Nggak mau. Pengen yang berkuah terus pedes gitu."

"Nah, kebiasaan kan. Tadi katanya terserah." Rain terkekeh, sementara sebelah tangannya yang bebas mengelus kepala Summer. "Ya udah ayo putusin, mau makan apa?"

"Mie pedas di restoran deket rumah gimana?"

Rain menatap Summer intens, terdiam beberapa saat, hingga akhirnya menjawab. "Ya udah, kita ke sana," katanya, yang kemudian menjadi penutup percakapan mereka.

Summer kembali menatap jalanan, sesekali menatap Rain—bertanya-tanya apa yang tengah cowok ini pikirkan, sekaligus lega mendapati mereka bisa bersikap seperti biasa lagi setelah pertanyaan bodohnya.

Apa Rain sadar apa yang membuat Summer mengajaknya makan di sana? Apa Rain masih ingat kebiasaan mereka? Hubungan pertemanannya dengan Rain bukan yang selalu mulus, tanpa pertengkaran. Beberapa kali mereka pernah tidak bertegur sapa—tepatnya, Summer yang tidak mau berbicara dengan cowok itu yang selalu terselesaikan karena Rain yang mengalah. Dan setiap itu terjadi, mie pedas di dekat rumah selalu jadi tanda permintaan maaf.

"Summer, makan mie pedas deket rumah yuk. Pengen," ucap Rain biasanya tiap cowok itu berniat memperbaiki hubungan mereka, dan Summer yang juga tidak pernah betah berlama-lama marah pada Rain tidak akan menolak.

Namun, setelah pertanyaan tidak seharusnya yang ia ucapkan, saat ini Summer lah yang ingin meminta maaf. Sekalipun tidak secara langsung.

Hujan tiba-tiba turun deras beberapa saat sebelum Rain memarkirkan mobilnya di restoran bergaya kuno yang berjarak tidak jauh dari kompleks perumahan elite mereka.

"Jangan keluar dulu. Tungguin," ucap Rain sembari mengambil payung, turun dan memutari mobil ke pintu sebelah Summer. Lalu, ia memayungi Summer.

"Rain gimana sih bawa payungnya! Itu lengan Rain basah." Summer memprotes, menepuk lengan Rain yang basah begitu mereka sampai di bagian depan restoran.

Rain menjawab sambil meletakkan payungnya di tempat payung. "Hujannya kan emang deres."

"Tau! Tapi kan kalau jelas kena, tadi payungnya rada diarahin ke Rain aja."

"Bawel banget sih. Yang penting kan kamu nggak basah."

"Ih, Rain! Kalau dibilangin!"

"Udahan ngomelnya." Rain berdecak, memutar tubuh Summer dan mendorong pundaknya dari belakang. "Ayo duduk, katanya laper. Yang pedesnya paling rendah kan?"

"Bodo. Summer ngambek," ucap Summer, bibirnya mengerucut. Tapi, dia juga berjalan ke bangku paling ujung yang kerapkali menjadi favorite mereka.

"Bodo. Aku juga lagi ngambek."

"Dih! Sok banget. Ngambek kenapa?"

"Pokoknya ngambek."

"Ya udah jangan duduk sama Summer." Summer duduk di tempatnya, lalu menjulurkan lidahnya pada Rain. "Kok masih di sini?"

"Ngambeknya nggak jadi." Rain yang sudah duduk di depan Summer, menyilangkan tangannya di depan meja, lalu menyandarkan dagunya di sana. "Mana bisa aku jauh-jauh?"

"Tadi pagi bukannya Rain juga ngehindari Summer kan?"

"Hah?"

"Eh—enggak-enggak." Summer yang baru menyadari apa yang barusan ia katakan buru-buru menggeleng—meralat. Ngeselin! Bukankah ia kemari untuk memperbaiki hubungannya dengan Rain? Kenapa ia malah mengungkit-ungkit hal itu lagi? "Lupain aja. Summer cuma asal ngomong."

Beruntung, di saat itu juga pelayan datang, menanyakan pesanan mereka. Tapi, mungkin itu juga tidak bisa dibilang keberuntungan, karena usai pelayan itu pergi, keheningan kembali menyelimuti mereka. Padahal biasanya ia dan Rain tidak pernah seperti ini. Apa pertanyaannya saat itu dan perasaan yang Summer miliki untuk Rain memang kesalahan?

Summer mengembuskan napas panjang, memilih menatap derasnya hujan lewat jendela alih-alih membuka perbincangan mendapati raut tidak terbaca Rain. Khawatir dia akan mengatakan hal yang tidak seharusnya lagi.

Sampai akhirnya pelayan tadi kembali membawakan pesanan mereka, dan Rain membuka kembali pembicaraan mereka.

"Tadi sebelum acara pembukaan, aku lihat Iris digencet sama geng Freya." Bukan topik yang Summer inginkan. Tapi Summer tidak bisa menyembunyikan wajah terkejutnya.

"Digencet gimana? Rain bantuin iris?" Summer bertanya, sementara Rain membantunya mencampurkan bumbu mie.

"Nggak. Tapi pas dia bagiin minum, aku tawarin dia duduk bareng aku."

Sejak kapan Rain mempedulikan orang lain seperti ini? Apa ini alasan yang membuat suasana hati Rain tampak memburuk selama di DBL Arena? Apa Rain benar-benar menyukai Iris?

Butuh usaha keras bagi Summer untuk mempertahankan raut wajah agar terlihat biasa, juga perasaan tercubit di dadanya. Ngeselin. Kenapa dia harus sedih? Bukannya yang Rain lakukan adalah hal yang baik?

"Mungkin kamu udah baca di base. Aslinya nggak kayak yang diceritain. Aku bener-bener nggak ada apa-apa sama Iris," ucap Rain lagi sambil mengembalikan mangkuk mie Summer.

Berbanding terbalik dengan pikirannya yang mulai berkecamuk, Summer tersenyum. "Syukur deh Rain bantuin. Summer kasihan sama Iris, dia kok diem aja sih digituin Freya. Kalau Summer, udah pasti Summer gencet ba—"

"Kamu nggak marah?"

"Ha? Marah kenapa?"

"Aku keliatan berdua sama Iris."

"Hehe, ngapain marah." Summer mengulaskan senyum lebar hingga matanya menutup, buru-buru memakan mienya untuk menahan tangis yang ingin keluar. "Nggak lah. Nggak marah. Kan Summer juga pernah minta Rain buat cari temen lain."

Kenapa seperti ini? Summer kesal dengan dirinya yang ingin menangis hanya karena hal seperti ini. Yang Rain lakukan sudah benar, apalagi selain menyarankan Rain untuk mencari teman lain, beberapa kali ia sendiri yang menyuruh Rain membantu cewek itu.

"Iya juga sih. Aneh ya, bisa-bisanya aku pengen kamu marah."

Summer mengerjab. "Huh?"

"Ya gitu. Soalnya aku marah lihat Thunder bareng kamu."

Dada Summer berdebar keras mendengar itu, tapi ia sadar, tidak seharusnya ia berharap karena ini. "Kenapa? Rain takut sahabatnya diambil?" kekeh Summer, menutupi kegetiran hatinya tiap kali mengingat kata sahabat.

"Mungkin. Aku kedengeran ngeselin ya?" Ucapan Rain membuat semuanya jadi makin jelas. Mereka hanya sahabat, tidak lebih dari itu.

Tidak boleh serakah—tidak boleh mengharap lebih dari ini. Summer berkali-kali menggumamkan dirinya, tapi itu malah membuatnya makin tidak tahan untuk menangis, matanya mulai panas. Summer takut, saat ini matanya sudah memerah.

"Mienya kenapa pedes banget deh ya?" Summer mengipasi wajahnya, sengaja menciptakan alibi.

Rain dengan sigap mengulurkan minuman ke arahnya. "Kamu nggak lagi sakit perut kan?"

Summer hanya menggeleng sambil meneguk minuman yang diulurkan Rain cepat-cepat, sengaja mengalihkan pandangan. Pembohong. Summer jadi kesal dengan dirinya, sejak kapan dia jadi pembohong yang baik seperti ini?

"Summer." Hingga, mau tidak mau panggilan Rain membuatnya harus kembali menatap cowok itu. Apalagi di saat yang sama cowok itu meraih tangannya yang bebas, menggenggamnya. "Boleh nggak kita tetep gini?"

Tetap menjadi sahabat? Dada Summer terasa seperti teriris mendengar itu.

"Maksudnya?"

"Cuma kita berdua aja, bisa nggak? Nggak ada tambahan orang lain." Ucapan Rain membuat Summer jadi bingung. Hingga, cowok itu menambahkan. "Aku tahu ini kedengaran egois, kamu juga mungkin akan benci aku karena ini, Tapi aku nggak pernah tahan dengan pikiran aku bakal kehilangan kamu. Apalagi lihat kamu lebih deket sama cowok lain dibanding aku."

Seketika Summer kehilangan kata-kata, sementara air mata mulai menggenangi matanya. Apa baru saja ia sungguh-sungguh mendengar hal yang sangat ingin ia katakan keluar dari mulut Rain?

"Bisa nggak?" tanya Rain lagi, tatapan lembut cowok itu seakan menunggu.

"Bisa lah. Dasar. Kirain apaan." Summer tersenyum, menarik tangannya dan bergegas makan untuk menutupi perasaannya yang meletup-letup. "Awas aja kalau sampai nanti Rain duluan yang geser Summer gara-gara punya pacar."

"Mana ada. Aku kan udah bilang, nggak akan." Di mata Summer, tawa Rain terlihat begitu indah. "Berati fix ya. Nggak boleh ada gebetan-gebetan."






TO BE CONTINUED.

HOPE YOU LIKE IT!

JANGAN LUPA VOTE, KOMEN + SHARE KE SOSIAL MEDIA KALIAN YA!!

SPAM NEXT YANG BANYAK DI SINI!

SPAM RAIN!

SPAM SUMMER!

SPAM THUNDER!

KAPAL SIAPA AJA NIH YANG MASIH BERTAHAN?

AN:

Kasih tanggapan kamu soal part ini dong ^^

By the way, selalu, saat bikin part Summer – Thunder, Dy suka—tapi Dy nggak rela Rain jadi sad boy. Tapi, ketika bikin part Summer Rain—Dy juga suka. Tapi, nggak rela Thunder jadi sad boy. Nggak bisa milih beneran huhu, diriku sayang mereka berdua.

Kamu gimana? Lebih suka Summer sama Rain atau sama Thunder ajaa?

Pernah nggak kalian ngerasa kayak Summer? Suka sesuka itu sama orang yang keliatannya 'mustahil' buat digapai? Kayak nggak mungkin aja gitu. Kalau pernah, apa yang kalian lakuin?

Makasih buat jawaban dan antusiasnya. See you soon in next part! Sayang kalian?

With Love,

Dy Putina

Istri Sah Jeong Jaehyun.

(Part ini diupload tanggal 02 September 2021)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro