22. Lebih Dekat
Playlist : The Kid LAROI, Justin Bieber - Stay
22. Lebih Dekat
"Aku tetep suka kamu bukan karena nggak ada pengganti kamu. Tapi, hati aku aja yang maunya gitu."
***
Thunder menatap Summer lewat kaca spion, menahan tawa melihat cewek itu kesulitan mengambil posisi duduk. "Lo kayak baru pertama naik motor aja," ejeknya.
"Emang baru sekarang!"
"Heh? Beneran?" Thunder menoleh, menatap Summer tidak percaya. Helm teropong yang dipakai Summer membuat Thunder hanya bisa melihat sorot mata cewek itu, tapi entah sejak kapan itu saja sudah cukup membuat Thunder mengetahui ekspresinya. Kesal, gelisah—bahkan takut. Seakan-akan Summer takut fakta itu membuat Thunder jadi batal mengajaknya.
Menyadari itu, Thunder sedikit memiringkan motor, sengaja agar Summer lebih mudah untuk naik. Lagi, kali ini eyes smile Summer yang membuat Thunder mengetahui cewek itu sedang tersenyum. "Gitu dong dari tadi!"
"Cepetan."
"Ini Summer udah cepetan, Thunder! "Nggak sabaran banget sih." omel Summer, hal kecil lain yang sekali lagi membuat Thunder menahan tawanya.
"Habisnya lo lelet. Katanya buru-buru."
"Summer nggak lelet! Ini udah kok!"
"Udah beneran? Belum deh kayaknya." Thunder menoleh, meraih tangan Summer, dan mengarahkan cewek itu untuk memeluknya. "Kalau naik motor itu harus gini. Biar nggak jatuh."
"Ih, enggak mau." Summer berusaha menarik tangannya, yang segera Thunder tahan dengan cepat. Thunder tersenyum. "Ih, Thunder! Nggak usah modus! Ogah Summer meluk—THUNDER!"
Tawa Thunder mengudara mendengar pekikan Summer ketika ia melajukan tiba-tiba, juga tangan Summer yang kini sudah memeluk pinggangnya tanpa ia minta. Erat. Pelukan Summer bahkan semakin mengerat seakan menahan takut begitu Thunder menaikkan kecepatan ketika motor itu mulai menjauhi area sekolah. Cewek ini takut, sepertinya ucapan Summer tentang ini pertama kalinya ia naik motor memang benar.
"Katanya tadi nggak mau meluk?" Thunder sedikit berteriak agar suaranya terdengar.
"Pelanin makanya! Summer takut!"
"Oke, pelan-pelan." Berkebalikan dengan ucapannya, Thunder melajukan motornya makin kencang.
"Thunder! Kalau mau mati nggak usah ngajak Summer!"
Thunder tertawa. "Kayaknya seru, kita bakal jadi couple paling romantis se-antero neraka."
"Setan!"
Thunder sedikit terkejut mendengar umpatan Summer, hal yang bahkan tidak cewek ini lakukan ketika ia mengganggunya. Tapi, ketika Thunder menatap Summer lewat spion, ia menyadari bukan hanya dia yang terkejut. Summer seperti akan menutupi mulutnya dengan tangan ketika helm Thunder menghalanginya.
"Apa? Ngomong apa barusan?"
"Nggak ada."
"Masa sih?"
"Thunder diem! Udah cukup ngeselinnya!" Summer merengek. "Setan-setan peliharaan Thunder jangan suruh nempel Summer deh. Summer jadi dosa deket-deket Thunder."
Thunder tertawa. "Glad to hear that."
"Ih, Thunder!"
Makin Summer merengek, makin Thunder tidak bisa menahan tawanya. Entah jenis perasaan apa ini, biasanya Thunder tidak begitu tertarik mengganggu orang lain, tapi entah sejak kapan bersama Summer rasanya berbeda.
Thunder masih ingat jelas kali pertama ia melihat Summer. Sore itu hujan tiba-tiba turun ketika Thunder baru saja mampir ke minimarket, berniat membeli rokok dan roti yang akan ia bawa ke markas NCT Lucid. Thunder baru saja selesai mengambil roti, berniat langsung pergi ke kasir saat Summer yang memasuki pintu menarik perhatiannya. Cantik, tapi bukan itu alasan yang membuat Thunder tertarik. Gerak-gerik Summer seperti anak hilang, polos dan ragu-ragu, seakan ini baru pertama kalinya ia pergi ke minimarket sendirian. Alasan yang kemudian membuat Summer menjadi objek foto kamera yang kerap kali Thunder bawa, yang tidak disadari cewek itu seperti yang Thunder duga. Foto itu yang kemarin Thunder unggah ke postingan instagramnya.
Saat itu untuk pertama kalinya Thunder mencari gara-gara lebih dulu. Bukannya langsung mengajaknya berkenalan, dengan bodohnya Thunder malah dengan sengaja mengambil susu pisang incaran Summer, sengaja mencari ribut agar cewek itu berbicara dan menyadari kehadirannya. Berharap jika suatu saat nanti mereka bertemu lagi, kekesalan itu bisa membuat cewek itu mengingatnya lagi.
Walau pun Summer sering berkata jika Thunder memiliki banyak setan, tetapi Tuhan masih sayang padanya. Buktinya Ia membimbing Thunder masuk ke Skyiline, yang kembali mempertemukannya dengan si maling susu pisang. Sayangnya, ternyata cewek itu adalah orang yang sama dengan yang sudah merundung sepupunya; Freya. Summer Zefanya Airlangga. Nama yang berkali-kali Freya sebut agar Thunder hapal, sekaligus yang Freya minta untuk diberikan pelajaran mengetahui Thunder akan pindah ke Skyline.
Sayangnya, melihat Summer adalah orang yang sama dengan yang gantungan Pikachunya Thunder ambil, keraguan jadi membayangi Thunder. Hal yang mungkin membuatnya tidak sungguh-sungguh mendekati Summer seperti yang diminta Freya. Padahal Thunder sangat-sangat membenci perundung karena mengingatkannya akan hal yang dialami Zia.
"Lo beneran suka bully orang?"
"Udah tau Thunder sendiri yang suka bully, masih bisa-bisanya tanya gitu ke Summer. Kasian banget, ganteng-ganteng nggak bisa beli kaca!"
Jadi, menurut Summer dia ganteng?
Thunder menahan tawa, teringat ucapan Summer ketika Thunder mencoba menanyakan apa yang mengganggu pikirannya pada cewek ini—jawaban yang dengan mudahnya langsung Thunder percayai. Thunder tahu, itu pasti disebabkan perasaannya tidak lagi bisa menampik jika ia sangat menyukai Summer, tapi sudut hatinya yang lain menolak menyukai seseorang yang mirip seperti perundung adiknya. Jawaban Summer seakan menjadi penentu Thunder mengambil langkah, hal bodoh yang Thunder sadari sekaligus biarkan. Kenapa dia bisa lebih mempercayai Summer dibanding Freya yang ia kenal seumur hidupnya? Sialan. Thunder jadi bertanya-tanya seberapa besar ia menyukai cewek yang dari tubuhnya menguarkan harum bayi ini.
'Pilihan gue nggak salah. Nggak mungkin cewek bau bayi kayak lo jadi pembully beneran kan, Sum?' Thunder membiarkan pertanyaan itu tenggelam dalam benaknya, satu tangan Thunder menyentuh jemari Summer yang masih memeluknya begitu mereka nyaris sampai ke DBL Arena.
Thunder tahu Summer terkejut—juga kesal, sehingga cewek itu berusaha keras menarik tangannya. Tapi, tentu saja Thunder tidak membiarkannya semudah itu.
"Thunder! Lepasin! Thunder!"
Thunder tesenyum. "Kan gebetan. Masa nggak boleh pegangan tangan? Mau gue puter balik ke sekolah?"
Selalu, hanya ancaman yang membuat Summer berhenti memberontak. "Fine! Terserah Thunder deh. Terserah!"
"Gitu dong. Kan aku jadi seneng."
"Aku?" nada suara Summer terdengar bingung. "Tumbenan. Biasanya sok Jakarta-an mulu."
"Kan aku udah jadi gebetan kamu. Wajib dong pake aku kamu."
Tidak ada balasan dari Summer. Tapi, sorot matanya yang juga tengah menatapnya lewat spion seakan mengatakan; Terserah, Thunder! Terserah!
Lalu, tatapan cewek itu berubah lega begitu motor Thunder memasuki area parkir DBL Arena.
***
"Makasih." Summer sudah turun dari motor Thunder, berbalik, berniat bergegas pergi tribun penonton ketika cowok itu meraih tangannya.
"Helm. Mau kamu bawa ke dalem biar sekalian cosplay jadi power rangers?"
Rasanya masih aneh mendengar Thunder mengatakan aku-kamu, bukan karena Thunder tidak cocok mengatakannya, tapi Thunder seakan-akan terasa jadi lebih kalem. Tapi, bukan itu yang penting sekarang. Rain sedang menunggunya.
Summer langsung menarik tangannya dari Thunder, berniat melepaskan helm ketika Thunder lebih dulu turun dari motor, mendekat, lalu melakukan itu untuknya. Summer mengerjab, tidak mengharapkan perhatian seperti ini lagi dari cowok nyebelin ini.
"Makasih lagi. Padahal Summer bisa sendiri." Summer berucap buru-buru dan berbalik—kembali berniat pergi.
"Bareng." Akan tetapi, lagi-lagi ucapan Thunder menghentikannya, diikuti lengan Thunder yang melingkari pundaknya. "Kamu juga harus tanggung jawab cariin aku tempat."
Sontak, Summer menoleh, menatap Thunder dengan cara paling dramatis. "Masa Thunder mau ikut nonton Rain juga?"
"Bukan nontontin itu orang. Ngapain. Aku cuma mau cari tempat buat mabar."
"Mabar?" Summer berusaha menurunkan tangan Thunder, yang kali ini dibiarkan oleh cowok itu.
"Sekarang ada jadwal sparing sama RRQ. Lihat nih, si Storm udah nelpon-nelpon terus." Summer sama sekali tidak mengerti apa yang dikatakan Thunder, tapi melihat belasan panggilan tidak terjawab di ponsel yang Thunder keluarkan dari sakunya, Summer jadi tahu itu hal yang penting. "Harusnya aku udah di markas. Tapi karena nganterin kamu, aku malah terdampar di sini."
"Summer nggak tahu...." Summer meringis, merasa bersalah, tidak menyangka jika permintaannya jadi sangat merepotkan cowok ini. "Ya udah ayo, cari tiket lagi. Tapi, emangnya bisa kalau dari sini?"
"Bisa dong. Malah lebih semangat, kan kalau di sini sambil ditemenin gebetan." Thunder tersenyum, mengerlingkan sebelah mata lalu beranjak pergi dulu.
"Gebetan sementara!" Summer berteriak, menatap Thunder kesal, kemudian bergegas untuk mengikutinya. Ngeselin! Padahal Summer baru saja merasa bersalah, tapi tingkah tengil Thunder membuatnya jadi tidak merasa bersalah lagi.
Akan tetapi, Summer tidak bisa mengelak jika pandangannya pada Thunder sudah mulai berubah. Cowok ini ternyata baik. Waktu itu Thunder mau menolong Summer menurunkan kucing, dan sekarang ia juga mau mengantarkannya bahkan ketika ia memiliki kesibukan lain. Apa ucapan Bunda Suzy saat itu memang benar? Tadi Thunder bisa saja meninggalkannya, Summer juga pasti tidak akan memaksa jika Thunder menolaknya lebih keras.
Thunder berhasil mendapat tiket di tribun yang sama dengan Summer. Mungkin karena ini masih awal pertandingan, jadi tribun VIP masih sepi peminat.
Mereka memasuki tribun bersamaan, Thunder berjalan di belakang Summer, mengikuti langkah kecil-kecilnya menuruni undakan menuju jajaran bangku paling depan tempat ia melihat Eva dan Sophie duduk.
Ketika sedang berjalan, tatapan Summer tidak sengaja tertuju ke tengah lapangan, lalu ia menemukan Rain yang sudah bersiap karena pertandingan ternyata sudah akan dimulai. Cowok itu ternyata juga sudah menatapnya, melambaikan sebelah tangan tinggi sambil tersenyum. Summer balas melambai rendah, dadanya berdebar menyadari Rain benar-benar menunggunya, mencari keberadaannya.
Akan tetapi, raut wajah Rain tiba-tiba menjadi datar usai melihat ke belakang Summer. Orang lain mungkin tidak akan sadar, tapi Summer jelas tahu jika saat ini emosi cowok itu memburuk.
Summer hanya berjarak tiga turunan lagi untuk sampai ke Sophie dan Eva, tapi ia memutuskan berhenti, menoleh ke belakang untuk mencoba mencari penyebabnya Rain seperti itu. Akan tetapi, selain Thunder di belakangnya, Summer hanya menemukan Iris yang sedang duduk bersisian dengan salah satu anggota OSIS. Summer tidak mengenal cowok itu, tapi sepertinya bersama Iris, dia juga yang bertugas berjaga hari ini. Tunggu. Tiba-tiba saja dada Summer terasa perih. Apa Rain kesal karena itu? Apa gosip jika Rain sedang dekat dengan Iris memang benar?
"Kenapa?" tanya Thunder tiba-tiba.
Enggan memikirkan hal yang hanya membuatnya sakit, Summer melanjutkan langkah. Kali ini berusaha tidak bertukar tatap dengan Rain dulu.
"Loh! Loh! Summer jadinya berangkat sama Thunder?" Keterkejutan terlihat jelas di mata Sophie ketika Summer dan Thunder menghampirinya. Rupanya dua cewek itu sudah menyadari kedatangan mereka ketika Rain melambai pada Summer. "Katanya bareng Pak Ilham, Sum? Apaan ini? Gosip kalau kalian lagi deket itu bener?!"
Summer mengambil tempat di sebelah Eva, sementara Sophie duduk di sebelah cewek itu. "Ih, enggak! Summer bareng Thunder itu soalnya—"
"Soalnya gue gebetan dia." Thunder memutus ucapan Summer. Summer menoleh, menatap Thunder yang juga sudah duduk di sampingnya dengan tatapan memeringatkan. Tapi, tidak ada ketakutan ketika cowok itu balas menatapnya. Thunder malah tersenyum lebar, lalu melingkarkan lengannya ke pundak Summer. "Gimana? Cocok kan kita?"
"Dih, nggak cocok! Nggak ada gebet-gebetan juga! Nggak inget kamu udah apain Summer?" Sophie mendengus, berniat berdiri untuk memisahkan Thunder dan Summer, jika saja Eva tidak menahannya. "Mending jauh-jauh sana. Summer udah ada pawangnya!"
"Pawang yang mana? Nggak ada tuh." Berbeda dengan Sophie, Eva malah tersenyum, lalu mendorong Summer dengan lengannya agar menabrak Thunder. "Kalau aku udah jelas setuju. Cocok kok kalian! Lagian Summer pasti udah bosen, seumur hidup bareng Rain terus. Sekali-kali pacaran sama pro-player apa salahnya. Ya nggak, Sum?"
"Apaan sih Eva!" protes Summer.
"Iya nih! Apaan sih," timpal Sophie.
Sementara itu, tawa Thunder mengudara. "Wah, Ev! Lo mau gue traktir apa?"
"Nunggu kalian jadian aja deh traktirannya. Awas aja kalau sampai traktiran pro-player kaleng-kaleng."
"Siap!"
Sophie merengut. "Nggak! Nggak ada jadian-jadian! Cowok tuh ya, kalau suka beneran sama cewek, dari awal nggak usah sok-sokan nyiksa! Masih dendam aku pokoknya!"
"Pas itu khilaf, habis ini nggak lagi. Restuin ya?" Thunder tersenyum, berusaha meluluhkan hati Sophie. Di saat bersamaan, ponsel cowok itu bergetar.
Tapi, ternyata itu tidak cukup. "Nggak! Ogah! Sekali badung ya tetep badung!"
"Kayak kamu nggak lagi pacaran sama yang berengek aja, Soph." Eva mencibir, sementara Summer yang hanya diam, sesekali menghela napas—menatap perdebatan mereka bosan.
Thunder sendiri juga sudah tidak lagi menanggapi Sophie dan Eva. Summer melihat cowok itu sudah mengenakan air pods, fokus pada suara seseorang di seberang ponselnya. "Iya, nggak lupa. Ini gue login. Lagi nggak bisa ke sana. Barusan kelar nganterin gebetan." Lalu, cowok itu mengeluarkan ponsel lain berwarna hitam dari tasnya. "Lo aja yang sambil live streaming kalau gitu. Gue main dari sini. Cuma sparring buat latihan persahabatan juga kan."
Summer tidak tahu apa yang membuatnya terus memperhatikan Thunder, mendengar percakapan cowok itu yang sama sekali tidak dia pahami. Untungnya, ketika pluit pertandingan dibunyikan, perhatian Summer sudah beralih pada Rain.
Baru beberapa waktu dimulai, tapi gameplay pertandingan ini sudah menunjukkan tempo keras, juga kemenangan mudah untuk Skyline. Dibanding Skyline yang merupakan juara tahun lalu, SMA Ciputra memang tidak terlalu dijagokan. Beberapa kali Summer berseru tiap kali SIRIUS mencetak skor. Akan tetapi, entah ini hanya perasaan Summer atau tidak, tapi Rain seakan bermain dengan emosi.
Cowok itu memang sudah mencetak 8 poin untuk Skyline—dua diantaranya lewat lemparan tiga poin. Tapi bukan sekali dua kali, Rain tampak memberikan senggolan keras pada tim lawan. Jika itu diteruskan, Summer takut Rain akan mendapatkan peringatan. Padahal biasanya Rain tidak pernah seperti ini.
"Hyper mereka mati. Yuk gas Lord!" Hingga, ucapan Thunder berhasil mengalihkan perhatian Summer dari Rain.
Summer melirik ponsel yang Thunder keluarkan. Mengernyit tidak mengerti melihat grafik animasi karakter yang bertarung di ponsel Thunder. "Ini gimana mainnya?" tanya Summer.
Summer pikir, Thunder tidak akan merespon, melihat betapa seriusnya dia. Tapi, ternyata Thunder masih saja menjawab. "Ini mainnya 5vs5. Jadi tiap tim 5 orang, perannya beda-beda."
"Thunder yang mana?"
"Yang bar nyawanya ijo."
Summer mengernyit, makin memperhatikan. "Yang ada anjingnya ini?"
"Iya. Itu namanya Popol and Kupa. Tapi Kupa itu serigala, bukan anjing."
"Itu yang gede kenapa dikeroyok? Katanya 5vs5?"
"Itu namanya Lord. Kalau bisa eliminasi dia, dia ikut perang bareng tim kita."
Bibir Summer membentuk kata o, terus mengamati layar ponsel Thunder. Nyaris berteriak ketika karakter yang dimainkan Thunder harus mati ketika diserbu tiga orang. "Ini kalau mati berarti kalah?"
"Ya enggak. Habis ini hidup lagi, pokoknya baru menang kalau bisa hancurin tower terakhir duluan, yang ini." Thunder menunjukkan hal yang ia maksud di layarnya, tampak bersemangat ketika menjelaskannya. Hingga, sesuatu yang mungkin ia dengar lewat airpodsnya membuat Thunder mengumpat. "Iya ini gue udah fokus anjing! Lo juga jangan mukil. Fokusin objektifnya, bangsat!"
Summer tersenyum, merasa lucu, padahal biasanya ia tidak suka orang yang suka mengumpat. "Thunder suka banget sama game ya?"
"Nggak sebesar suka gue ke lo sih."
Mungkin Thunder sedang kesulitan membagi fokusnya hingga tidak lagi mengatakan aku-kamu, tapi selalu, cowok ini tidak pernah berhenti menggodanya. Summer mendengus, berniat memukul Thunder ketika tangan Thunder sudah lebih dulu menangkapnya—menggenggamnya erat. "Bodo amat, mau lo geli. Kan gue bukan ngomong sama lo," ucap Thunder sembari melepaskan tangan Summer. Bukan untuknya—Summer tahu ucapan Thunder ditujukan untuk teman mainnya. Tapi, usai mengatakan itu Thunder kembali menatapnya, tersenyum manis sekalipun kata-katanya selanjutnya juga tidak ditujukan untuk Summer lagi. "Ya biarin. Namanya juga usaha. Mau gue jadi bulol, apa urusannya sama lo?"
Summer mengalihkan tatapan, menggeleng pelan, enggan mendengar semua omong kosong Thunder lagi. Summer kembali menatap Rain yang ternyata juga tengah menatapnya diantara jeda pertandingan. Tatapan cowok itu seakan frustasi—menahan marah. Hal yang sepertinya juga disadari Lucas hingga membuatnya menepuk-nepuk pundak Rain.
Lagi-lagi, Summer merasa tingkah Rain bukan seperti cowok itu.
Sebenarnya Rain kenapa? Apa ini masih soal Iris? Sejak kapan cewek itu jadi sepenting itu untuk Rain? Apa itu alasan Rain menghindarinya?
Summer meremas jemarinya sendiri, menahan rasa sakit dari dadanya yang menjerit. Akan tetapi, berbeda dengan isi hatinya, bibir Summer membentuk senyum paling manis untuk Rain.
"Semangat!" ucapnya menyemangati. Tangan Summer ikut melambai. Sekalipun Summer yakin Rain tidak bisa mendengarnya, ia berharap cowok itu masih bisa melihat lewat gerakan bibir.
Sayangnya, Summer salah. Rain tidak merespon. Langsung berbalik dan melanjutkan pertandingannya yang sudah dimulai lagi.
TO BE CONTINUED.
HOPE YOU LIKE IT!!!!
JANGAN LUPA VOTE, KOMEN + SHARE KE SEMUA SOSIAL MEDIA KALIANN!!
SPAM NEXT YANG BANYAK DI SINI!!
SPAM RAIN!
SPAM SUMMER!
SUMMER THUNDER!
SEPANJANG INI, KALIAN MASUK KE TIM SIAPA NIHH?
Spoiler next part :
"Jauhin Summer."
"Kalau gue nggak mau. Lo bisa apa?"
AN :
Maafkan, baru bisa update huhu. Belakangan ini Dy lagi sibuk namatin Kevin (Racing the Limits) di Storial. Buat kalian yang mau versi cetaknya, see you di open PO tanggal 25, ya!
Alright. Apa yang kamu pikirin tentang Thunder di chapter ini? Apakah udah cukup buat bikin kamu olengg? ^^
Buat Rain, adakah yang mau kamu bilang ke dia? Lagi-lagi belum ada dialog Rain di chapter ini ya. Gapapa, biar adil juga hehe, di awal-awal chapter kan dia mulu pas Thunder belum muncul :P
Menurut kalian, Dy lebih ke Rain apa Thunder??
Kalau diantara dua pilihan di bawah ini, kalian lebih suka yang mana?
Rain as Han Jipyeong
Thunder as Han Seojun
Kira-kira, siapa yang harus Dy selamatin dari takdir jadi sad boy? XD
See you soon in the next part!!!
Sayang kalian!!
With Love,
Dy Putina
Istri sah Jeong Jaehyun.
(Part ini ditulis 20 Agustus 2021)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro