15. Awal Elegi
Playlist : Sheila On 7 – Itu Aku
Hola SKYLINERS! Summer Rain update!
Jam berapa kalian baca inii?
Kamu vote keberapa?
Jangan lupa ramein komen sama votenya ya! Biar Dy makin semangatt!!
Pengen banget part ini tembus 1K komentar lebih. Bisa nggak ya? :')
Okaaay. Happy reading. Sayang kalian ^^
*
15
"Hai kamu. Waktu udah berlalu lama banget, tapi bisa-bisanya aku malah makin cinta kamu. Cintanya juga masih diem-diem kayak dulu."
*
Sebuah ojek online berhenti tepat di depan pelataran depan café, menurunkan cewek berambut hitam panjang dengan name tag bertuliskan Iris Denada di dada kanan seragamnya.
Iris lantas turun dari motor sambil membaca plang café di depan. DREAM Café. Usai memastikan itu tempat yang benar dengan yang tertulis di pesan, cewek itu melepas helmnya, lalu memberikannya pada bapak pengemudi Ojol.
"Makasih ya, Pak," ucap Iris.
"Sama-sama, Neng," jawab bapak ojol itu sebelum berlalu.
Iris tidak segera masuk, ia menarik napas panjang sembari merapikan seragam sekolahnya yang sudah kusut sebelum beranjak masuk ke café. Berusaha mencari Rain, cowok paling popular di sekolah yang oleh Pembina kebetulan ditentukan menjadi rekan satu timnya dalam olimpiade Astronomi.
Rain Elkana Ganendra. Kebanyakan orang pasti mengira Iris sangat beruntung karena dengan satu team bersama Rain, Iris jadi memiliki kesempatan untuk lebih dekat dengan cowok yang diidamkan seisi Skyline. Sayangnya mereka salah, Rain bukan tipe orang yang mudah didekati. Cowok itu hanya berbicara seperlunya. Tidak ada senyuman, apalagi sapaan ketika mereka berpapasan sekalipun mereka sudah saling kenal.
Entah, Iris tidak tahu apakah Rain hanya melakukan ini padanya karena 'kasta' mereka yang berbeda, atau cowok itu memang memperlakukan semua orang dengan cara sama. Yang jelas, Iris berusaha tahu diri dengan ikut menjaga jarak. Bukan hanya karena sikap dingin Rain, tapi karena Iris juga enggan menghadapi para fans cowok itu, terlebih Summer Zefanya Airlangga—cewek terdekat Rain yang gosipnya selalu merundung cewek lain yang berusaha dekat dengan Rain.
Tidak, Iris sama sekali tidak ingin mencari masalah dengan Summer. Selama ini dia sudah sangat kelabakan dengan bullyan Freya—Iris tentunya tidak memiliki cita-cita menjadi target macan betina Skyline yang lain.
Sayangnya, mau tidak mau malam ini Iris harus berurusan dengan cowok itu. Salahnya. Ketika pulang sekolah tadi, Iris terburu-buru, khawatir akan terlambat mengajar les private. Hal yang membuatnya lupa memberikan soal berikut lembar jawaban yang Pembina titipkan pada Rain. Padahal, mereka harus membagi tugas itu berdua sebelum mengumpulkan jawabannya pada Pembina besok pagi. Jika bukan karena itu, Iris tentu saja tidak mau repot-repot kemari.
Rain memang menawarkan diri untuk mengambilnya sendiri di rumah Iris sepulang dari café, tapi Iris menolak—menawarkan diri untuk mengantarnya pada Rain. Selain karena akan sangat merepotkan bagi Rain menemukan rumahnya, tempatnya mengajar juga tidak begitu jauh dari DREAM Café.
Tidak membutuhkan waktu lama hingga Iris menemukan cowok itu, apalagi Rain juga memiliki tinggi mencolok dibanding orang kebanyakan.
Sialnya, cowok itu ternyata sedang bersama Summer, cewek yang ingin Iris hindari. Mereka berdua ada di meja yang berada di pinggir ruangan. Summer tampak sambil memainkan MacBooknya, sementara Rain berdiri di belakang cewek itu—sedikit menunduk, ikut memerhatikan entah apa yang sedang dikerjakan Summer sambil sesekali berbicara. Sepertinya gosip jika mereka berdua berpacaran memang benar, hal yang membuat Iris makin yakin untuk makin menghindari Rain.
Sejenak keraguan menerpa Iris. Haruskah ia menghampiri mereka sekarang dan berpotensi menjadi objek gangguan Summer? Bukankan lebih baik dia pulang saja?
Akan tetapi, Iris menggeleng cepat di detik terakhir, sadar jika tidak ada alasan untuk mundur. Apalagi kedatangannya bukan untuk menggoda Rain, tapi untuk mengejar masa depannya. Olimpiade ini penting untuk Iris. Iris harus terus mendapat prestasi agar bisa mempertahankan beasiswanya di Skyline. Tidak masalah Summer menganggapnya apa. Jika ini malah membuatnya menjadi target Summer, yang harus Iris lakukan hanyalah bertahan seperti biasa.
"Rain." Iris memberanikan diri, memanggil Rain dengan suara tercekat—kelewat gugup.
Rain dan Summer menoleh bersamaan. Berbeda dengan Rain yang hanya menatapnya datar, Summer tersenyum lebar sampai matanya menyipit. "Wah! Iris udah dateng?" sapa cewek itu ceria. Hal yang sama sekali tidak pernah dibayangkan Iris. Padahal iris pikir, paling tidak akan menatapnya sinis.
"Tunggu bentar ya. Masih ngajarin Summer. Duduk dulu aja." Sapaan Rain menyadarkan Iris, tapi juga kembali membuat Iris terheran-heran. Sumpah! Yang tadi itu adalah sapaan terpanjang Rain untuknya yang pernah Iris dengar.
"Ih, Rain! Jangan gitu." Summer menoleh, menatap kesal cowok itu. "Rain sama Iris aja dulu. Katanya ada yang mau didiskusiin, takutnya Iris keburu."
Rain balas menatap Summer bosan. "Nggak. Jangan cari-cari kesempatan buat lepas dari pengawasan aku. Aku mau lihat kamu ngerjain ini dulu."
"Berasa anak SD aja dilihatin. Summer udah paham kok. Beneran!" rengek Summer.
"Tadi kamu juga ngomong gitu."
"Sekarang beneran!"
"Kerjain."
"Iris?"
"Dia bisa nunggu. Makin cepet kamu selesai, makin cepet Iris nunggu."
"Ih! Mimpi apa sih si Iris bisa dapet partner kayak gini. Batu banget," dengus Summer sambil mencebik, menatap kesal Rain, lalu ketika ia ganti menatap Iris—Iris melihat senyum menyesal di bibir cewek itu. "Maaf banget ya, Iris. Bentaran aja, serius. Summer pinjem Rain dulu."
"Ngapain pinjem? Kan emang punya kamu."
"Rain! Apaan sih. Omongan kamu bisa bikin orang salah paham tau." Summer mencebik, kemudian kembali menatap Iris. "Iris jangan dengerin, Rain kalau lagi kumat emang suka ngomong nggak-nggak."
"Ngocehnya nanti aja," ucap Rain sambil mencubit pipi Summer, membuat cewek itu mengaduh. "Kalau Iris sampai nunggu lama, berarti salah kamu."
"Kok jadi Summer?"
"Ya, kan karena nungguin kamu."
"Summer kan udah bilang urusin Iris dulu!" rengek Summer, yang ternyata baru menjadi awal perdebatan panjang mereka. Perdebatan yang makin random itu bahkan tidak kunjung berhenti ketika Summer sudah kembali fokus dengan MacBook dan buku tugasnya, membuat Iris yang masih bersama mereka tiba-tiba saja merasa transparan—seperti ada dan tiada.
Akan tetapi, interaksi mereka juga menghibur Iris. Iris mengambil tempat duduk di depan mereka, menunggu Rain selesai dengan Summer. Tersenyum kecil memperhatikan sisi yang tidak pernah dia bayangkan ada pada dua anak hits ini; Rain yang ternyata bisa berbicara lebih dari tiga kata, juga Summer yang alih-alih judes, malah terlihat manja. Mereka berdua terasa lebih manusiawi, seakan Rain dan Summer hanyalah dua remaja normal, bukan dua anak hits Skyline yang sering dibicarakan.
Ngomong-ngomong soal rumor, Iris jadi merasa rumor itu tidak berdasar. Apanya yang menyeramkan? Summer tampak ramah dan mudah didekati, bukankah tadi cewek ini juga yang menyapanya duluan?
"Siapa nih yang dateng?" Sebuah suara membuat Iris menoleh. Lucas, si anak basket yang juga masuk dalam daftar anak hits Skyline tampak berjalan mendekat. Cowok itu mengenakan apron hitam bertuliskan DREAM café, Tunggu. Apa Lucas berkerja di sini?
"Lah, kamu." Mata Lucas melebar ketika menatap Iris, seakan cowok itu sudah mengenalnya. Lalu, cowok itu mengulurkan buku menu. "Baru tahu kamu temennya Summer."
"Bukan." Iris menggeleng, tersenyum. Ada urusan sama Rain bentar. Mau ngomongin Olimpiade sama nganterin soal."
"Ck! Salah timing kamu. Besok aja harusnya." Lucas mendongak—menunjuk Rain yang tampak sedang mengajari Summer dengan dagunya. "Lihat tuh. Si Hujan mah mana mau diganggu kalau lagi bareng Musim panasnya. Makanya anak-anak yang lain pada minggir, males jadi nyamuk. Ya kan, Rain?"
Tidak ada jawaban, Rain masih tampak fokus melihat hasil jawaban Summer.
"Rain!" panggil Lucas lagi, agak keras.
Kali ini Rain menoleh, menatap Lucas kesal. "Apa sih?"
"Nah kan. Aku bilang apa. Bakal susah gangguinnya," ucap Lucas sambil balik menatap Iris—memasang tersenyum sambil menepuk-nepuk dada bangga, seakan-akan ia baru saja membawa bukti kongkrit dalam kasus di persidangan
Melihatnya, Iris tertawa kecil, guyonan Lucas membuat ketegangan yang sempat ia rasakan tadi jadi benar-benar menghilang.
"Mau pesen apa?" tanya Lucas lagi.
Senyum Iris menjadi kaku, tidak siap untuk itu. Padahal niatnya, ia hanya ingin memberikan soal dan lembar jawaban dan berbicara sebentar pada Rain, lalu pergi tanpa memesan. Walau bagaimanapun dengan gajinya yang minim, Iris wajib berhemat. Tidak ada jajan-jajan tidak penting seperti ini, atau tidak menutup kemungkinan dia akan kelaparan di akhir bulan.
Akan tetapi, karena merasa tidak enak—Iris terpaksa melihat buku menu yang disodorkan Lucas. Menahan diri untuk tidak melotot melihat daftar harga di menu-menu itu. Ya ampun! Kenapa harganya tidak jauh berbeda dengan jajajan di kantin Skyline. Bahkan hanya untuk minuman yang termurah sekitar lima puluh ribu rupiah, nominal yang bisa Iris gunakan untuk sarapan seminggu dengan bubur yang dijual di dekat rumah—itu pun masih sisa kembalian. Memangnya apa sih yang spesial dari minuman-minuman mahal ini? Apa air yang dipakai harus diimpor dulu dari surga?
"Mending pesen Chocolate Macchiato kayak Summer, atau Butterbeer Frappuccino aja. Seriusan! Itu yang paling enak!" Tiba-tiba Summer menyahut, membuat Rain langsung mencubit pipi cewek itu. "Rain!"
"Dibilangin fokus. Selesain dulu, Summer. Biar pas pulang kamu bisa langsung tidur," ucap Rain gemas.
Summer mengerucutkan bibir, menatap kesal cowok itu usai melepaskan jemarinya. "Summer pengen nambah Macaron. Sekalian kan, mumpung Iris mesan juga."
"Tambah Macaron, Cas."
"Siap,Tuan muda!"
"Udah pesen tuh. Ayo, fokus lagi," bujuk Rain sambil mengetukkan jemarinya di buku tugas Summer—di mata Iris tingkah Rain sangat mirip dengan guru TK yang sedang membujuk muridnya yang terus saja menggerutu.
Sayangnya, kali ini Iris tidak berniat terlalu memperhatikan tingkah mereka, shock dengan harga minuman yang tadi disebutkan Summer.
Ada apa dengan mereka? Kenapa hanya untuk segelas minuman mereka mau menghabiskan uang yang jika dibelikan gorengan bisa memberi makan orang-orang se-RT?
"Oh iya, Cas. Tagihannya masukin sini. Punya Iris sama anak-anak yang lain juga sekalian." Untungnya, ucapan Rain selanjutnya terdengar seperti panggilan penyelamat bagi Iris. Cowok itu menyodorkan salah satu kartu debet Platinum-nya kepada Lucas.
Iris mendongak, masih tidak menyangka. "Aku juga?" tanya sambil menunjuk dirinya.
"Biar sekalian."
"Wah! Makasih banget, Rain!" kata Iris sembari tersenyum. yang hanya diangguki Rain tanpa menoleh. Seperti tadi, cowok itu sudah kembali sibuk dengan Summer.
Iris mengebuskan napas lega, segera memberitahu pesanan minuman yang sama dengan Summer pada Lucas. Iris tahu ini tidak tahu diri—membiarkan seseorang yang tidak begitu akrab dengannya mentraktir. Tapi, mau bagaimana lagi? Itu lebih baik dibanding harus mempertimbangkan pulang dengan berjalan kaki.
Usai Lucas pergi, tanpa sadar Iris mengalihkan tatapannya pada Rain lagi, memperhatikan kening cowok itu yang berkerut, wajahnya yang tampan, matanya yang berbinar, juga bibirnya yang tersenyum tiap menanggapi gerutuan Summer.
Tanpa sadar, ujung bibir Iris terangkat naik. Sepertinya, sama halnya dengan ia yang salah menilai Summer, ternyata ia juga telah salah menilai Rain.
Rain Elkana Ganendra ternyata bukan cowok yang sedingin itu.
***
"Summer taruh tas Summer di mobil aja ya. Udah selesai juga tugasnya. Males bawa-bawa," ucap Summer begitu mobil Rain berhenti di pelataran rumahnya, tepat di belakang Lamborghini Aventador hitam Winter yang sudah terparkir.
"Oke, besok aku bawain," jawab Rain.
Summer menoleh, mengernyit. "Ngapain dibawain? Kan besok Summer juga berangkat bareng Rain. Lagi nggak bisa berangkat bareng Summer emang?"
"Nggak, tapi kayaknya besok aku nggak naik mobil ini."
"Ih, mulai deh! Mau pake yang mana? Dibilangin nggak usah ganti-ganti mobil. Summer kalau butuh apa-apa ntar," rengek Summer. Sama seperti kamar cowok ini, bisa dibilang mobil Rain juga menjadi tempat penyimpanan Summer. Ada sepatu, payung, hingga sandal Summer di bagasi cowok itu. Jangan lupakan bantal mobil Pikachu, kuncir rambut, jepit, lipbalm, liptint, parfume, tisu basah—hingga perintilan benda tidak penting Summer lainnya yang terselip di tiap sudut-sudut mobil Rain. Memang membuatnya jadi agak berantakan, tapi selama ini Rain tidak pernah memprotes.
Rain menatap Summer, tersenyum geli. "Emangnya di mobilku yang lain nggak ada barang-barang kamu? Perasaan tiap ada mobil baru aja, biasanya cuma butuh waktu seminggu sampai barang kamu penuhin tiap sudut."
Summer menyengir, tapi detik selanjutnya ia menatap Rain penuh selidik. "Nggak Rain beresin kan tapi?"
"Nggak," jawab Rain sabar.
"Pak Alam? Yakin nggak diberesin Pak Alam?" Summer menyebut nama sopir keluarga Rain yang kerap kali mengurus mobil-mobil cowok itu.
"Nggak, Summer. Takut dia diambekin kamu." Rain mengatakan itu sambil melepaskan seat belt Summer, bibirnya berkedut menahan tawa. "Jadi besok aku tetep fix bawa mobil ya, nggak jadi pake motor? Kamu kan males repot."
"Motor?" Pertanyaan Rain membuat bola mata Summer langsung membola. "Ih! Nggak jadi. Pake motor aja!"
Rain mengulum senyum. "Perintilan kamu?" godanya.
"Kalau sehari doang nggak pengaruh," jawab Summer cepat, secepat ia membuka pintu mobil di sampingnya dan melangkah—khawatir Rain berubah pikiran. "Bubai, Rain. Besok naik motor pokoknyaaaa!" teriak Summer sambil melambaikan dua tangannya.
Rain hanya tertawa tanpa suara, lalu tak lama, Ferrari itu sudah bergerak keluar dari pelataran rumah Summer.
Summer tidak segera beranjak, masih berdiri—menunggu hingga mobil Rain menghilang di pintu gerbang sebelum melangkah memasuki rumahnya. Keheningan menyambutnya seperti biasa, sama sekali tidak terlihat kedatangan Winter, sekalipun mobil kakaknya itu tampak terparkir di depan. Summer memainkan gantungan Pikachu pemberian Rain, baru akan melangkah menuju elevator, malas menaiki tangga ketika suara Mbok Nurlam terdengar.
"Non Summer udah pulang?" tanya wanita paruh baya itu, membuat Summer menghentikan langkahnya, kemudian menoleh.
"Iya, Mbok. Mama udah pulang juga, kah?"
"Belum, Non. Tadi udah nelpon, katanya malam ini lembur lagi." Jawaban yang sudah Summer perkirakan, membuatnya tidak kaget lagi.
"Oh, ya udah. Summer ke kamar dulu ya, Mbok. Capek. Tadi juga udah makan di luar sama Rain."
"Walah. Eh, iya Non. Mbok lupa, gantungan Pika-Pika Non Summer ketemu. Aden Winter yang nemuin di mobil tadi." Mbok Nurlam tampak mengeluarkan gantungan Pika-Pika dari saku dasternya, lalu memberikannya pada Summer, tanpa menyadari raut kebingungan Summer ketika menerima gantungan Pikachunya.
"Kok bisa di mobil?" gumam Summer sambil mengernyit, ini memang gantungan Pikachu limited edition—sama persis dengan pemberian Rain yang sekarang sedang ia pegang. Tapi, kenapa bisa di mobil? Bukannya gantungan Pikachunya ada pada Thunder?
Ah, sudahlah. Anggap saja rejeki anak baik, pikir Summer. Bukankah malah bagus, itu berarti sekarang Summer jadi memiliki dua gantungan Pika-Pika limited edition!
Di saat bersamaan, Summer melihat Winter tampak menuruni tangga, menatap ke arahnya.
"Oh, oke Mbok. Makasih ya, bilangin ke Kak Winter juga, makasih."
"Lah, itu Den Winter, Non. Kenapa nggak ngomong sendiri aja?"
"Enggak ah, males," jawab Summer, berniat bergegas menuju lift—makin yakin untuk tidak menggunakan tangga untuk menghindari kakaknya. Malam ini, Summer sedang malas ribut.
TO BE CONTINUED.
___________________
HOPE YOU LIKE IT!
Spam next yang banyak di sini dong!!!
Tanya dongg. Apa sih yang bikin kalian bertahan baca iniii?
SPAM NEXT YANG BANYAK KALAU KALIAN NGGAK SABAR BUAT LANJUT NEXT PART!!
Tuan muda yang katanya nggak sedingin itu.
Summer yang suka bully (rumornya)
Siapa nih ini, ganteng banget huhu
Iris cantik bangettt. Cocok nggak sama Rain?
Bias yang tidak akan Dy bagi. Sini gelud!
***
SPOILER NEXT PART : GANTUNGAN PIKA-PIKA SUMMER JADI 3!
*
Spam 🌧️ di sini kalau kalian sayang Rain ^^
Spam 🌤️ di sini kalau kalian gemes sama emaknya Pika-Pika!
Spam ⚡ di sini kalau kalian kangen Thunder muehehe
Spam ❄️ di sini kalau kalian sayang Winter!!
AN :
Dy mau tanya, kalian lebih suka judul part yang cuma angka aja kayak sekarang (biar sok rahasia gitu isinya), apa judul part yang pake judul yang menggambarkan isinyaa?
Oh ya. Sejauh ini, siapa sih karakter yang paling kalian suka di Summer Rainnn?
Seriusan deh, mau curhat. Awal bikin Summer Rain, Dy berharap ini cerita jadi angst dan banyak nangisnyaaaaa. Eh, ternyata belasan part ditulis—cuma ngebucin doang njir wkwkwkw Terus makin ke sini, Dy jadi nggak rela buat nyiksa bayik-bayikku. Akhirnya, Dy milih menyerah—nggak bisa ini cerita jadi angst, yang ada cerita bucin wkwkw. Haruskah kita ganti tagar #angst jadi #bucin? XD
POLLING DI SINI YUK :
#CERITA ANGST
#CERITA BUCIN
Last, Jangan lupa share Summer Rain ke IG, Status WA, Tik Tok dan semua social media yang kalian punya—biar lebih banyak yang nemuu huhuhu. Makasih banyaaak udah mau ikutin sampai sini ^^
See you di next part, ya! Sayang kaliaaann!
With Love,
Dy Putina.
Emaknya Pika-Pika (tapi udah ditikung Summer yang gemesin. Kentank mah bisa apaaaa :') )
***
FOLLOW INSTAGRAM :
DYAH_AYU28
DAASA.STORIES
RAIN.GANENDRA
SUMMER.AIRLANGGA
THUNDER.DEAN
WINTER.AIRLANGGA
FREYA.DHARMAWANGSA
IRIS.DENADA
FOLLOW TIK-TOK :
GODDESS_DY
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro