13. Pembalasan
Playlist : TAEYEON - Fine
Hola! Summer Rain update!
Jam berapa kalian baca inii?
Kamu asalnya dari manaa?
Masih adakah kapal Summer – Thunder? ^^
Jangan lupa ramein komen sama votenya ya! Biar Dy makin semangatt!!
Happy reading. Sayang kalian ^^
*
13
"Nggak semua hal buruk itu harus dibalas sama hal yang sama buruknya."
–Bundanya Rain.
*
"Namanya juga olahraga. wajar kan kena bola?"
"Tapi Thunder sengaja!"
"Dibilangin enggak. Salah lo sendiri. Makanya, kalau ada bola, minggir!"
"Ha?! Kayak baru sekarang aja Thunder gangguin Summer." Summer medengus, menatap kesal Thunder sebelum mengalihkan pandangannya pada Mrs. Erin, guru BK yang sedang duduk di depan mereka bertiga. Summer duduk di tengah—diantara Rain dan Thunder. "Beneran, Miss. Summer nggak bohong. Bukan cuma sekarang, udah empat hari malah—sejak cowok ini masuk, dia gangguin Summer terus. Thunder corat-coret bangku Summer, nyenggol Summer di tangga, kasih kecap asin di minuman Sum—"
"Yang ditangga gue nggak sengaja, lagi keburu. Dipanggil Mr. Eugene." Thunder memotong ucapan Summer dengan tatapan pasrah yang dibuat-buat, hal yang membuatnya makin tampak menyebalkan bagi Summer. "Kalau buat bangku lo, oke, emang gue. Habisnya lo nyebelin. Buat yang lain gue nggak tau."
Summer mengernyit. "Nggak usah bohong! Thunder kan udah ngancem Summer, bilang hidup Summer bakal kayak neraka!"
"Ini cowok ngomong gitu?!" Geraman Rain terdengar, cowok itu pasti telah bangkit dari duduknya jika tidak ditahan Summer. Summer menatap Rain kesal, bisa-bisanya cowok ini masih saja kehilangan kendali dirinya dalam keadaan seperti ini.
"Tapi nggak berarti gua yang lakuin kan?" Sementara itu, Thunder mengedikkan bahu—masih tidak mau mengaku. "Kebanyakan musuh kali lo, makanya ada yang ngerjain. Suruh siapa jadi tukang bully!"
"Heh! Thunder nggak ngaca?!" Summer makin kesal mendengar tuduhan tidak berdasar cowok itu. Ngeselin! Memang kapan Summer pernah merundung orang? Tidak—Summer tidak akan melakukan itu kecuali dia diganggu lebih dulu. "Kapan Summer bully orang?! Summer nggak bakalan cari masalah kalau bukan orangnya duluan!"
"Ah, masa."
Summer meradang, ingin rasanya ia menjitak kepala Thunder lagi, akan tetapi kali ini ganti Rain yang menahannya. Summer menatap Rain kesal, yang dibalas gelengan cowok itu sambil memberikan tanda untuk melihat guru BK. Mrs. Erin sendiri tampak menggeleng pelan, berdecak mengamati interaksi mereka bertiga sambil menuliskan sesuatu di buku catatannya.
"So, intinya di sini Rain yang menyerang Thunder lebih dulu—"
"Thunder duluan, Miss! Dia bully Summer!"
"—karena Thunder mengganggu Summer."
Summer langsung terdiam, meringis. Sedikit merasa bersalah karena telah memotong ucapan guru itu. "Dua-duanya sama salahnya. Kita bahas hukuman kalian setelah orang tua kalian datang. Saya sudah menghubungi mereka, Summer boleh keluar," ucap Mrs. Erin lagi.
Summer menganga, mendesah tidak terima. "Miss. Kok gituuu ... Rain nggak salah!"
"Gapapa, kamu tunggu di luar aja," ucap Rain sambil memegang lengan Summer. Summer menatap Rain tidak tega—yang dibalas senyuman geli cowok itu. "Udah sana. Keluar."
"Tapi kan—"
"Cepetan. Mumpung Mrs. Erin masih nggak kepikiran manggil Om Jeremia."
Dengan berat hati Summer melangkah keluar, ia sudah akan menutup pintu ketika samar-samar ia mendengar Thunder bersuara. "Nggak penting banget sih, Miss. Kasih tau sekarang aja hukumannya apa. Percuma. Nggak bakal ada yang dateng."
Suara itu menghentikan gerakan Summer. Summer melongok, berusaha melihat raut wajah Thunder yang mustahil terlihat dari belakang. Entah kenapa, sekali pun suara itu dikatakan dengan nada santai tanpa beban, Summer seperti merasakan rasa sepi di sana.
Menggeleng pelan, Summer menutup pintu dan berusaha mengabaikan itu. Enggan merasa sok tahu, apalagi merasa iba pada cowok itu. Toh, mungkin perasaan itu timbul oleh pikirannya atas pengalamannya sendiri. Summer tidak tahu mulai dari kapan, tapi sudah lama sekali ia tidak bercerita atau memanggil Mama, Papa—bahkan kak Winter ketika ia sedang sakit atau kesusahan. Itu karena Summer sering kali merasa semua itu percuma. Mereka terlalu sibuk, atau mungkin memang tidak peduli. Summer juga tidak terlalu memedulikan itu karena ia masih punya Rain. Tapi, sedikit banyak, Summer tahu rasanya sepi.
Bagaimana dengan Thunder? Jika pikirannya tadi benar, apa cowok itu juga memiliki sosok seperti Rain?
Summer menggeleng cepat ketika pikiran random itu tiba-tiba saja sudah menelusup ke dalam otaknya. Tidak habis pikir dengan apa yang dia pikirkan. Toh, apa pun hal tentang cowok nyebelin penculik Pika-Pika itu tidak ada hubungannya dengan Summer.
Summer kembali usai mengganti seragamnya, menunggu Rain di pintu tunggu depan ruang BK sambil menggerak-gerakkan kaki—merasa bosan, ketika ia melihat Bunda Suzy berjalan tergesa ke arahnya. "Bundaaa," panggil Summer sambil berdiri, bergegas menghampiri Suzy.
Suzy tersenyum, memegang pipi Summer. "Eh, Summer, sayang. Udah sembuh? Kata Rain pas itu kamu sakit."
"Udah, Bunda," ucap Summer sambil balas tersenyum.
"Puji Tuhan. Rain masih di dalem?" tanya perempuan itu sambil melirik pintu ruang BK yang menjadi tujuannya.
Summer mengangguk. "Iya, Bunda. Tapi bunda jangan marahin Rain, ya. Rain nggak salah," rengek Summer, menatap memohon. "Yang punya masalah sebenarnya Summer. Rain belain Summer, makanya sampai masuk ruang BK. Biasanya Rain nggak pernah kena masalah kok!"
"Iya, iya. Nggak Bunda marahin," kekeh Suzy sambil menatap Summer geli. "Bunda masuk dulu ya. Summer nggak ke kelas?"
Summer menggeleng. "Habis ini, Bunda. Nungguin Rain," jawab Summer yang disambut dengan elusan Suzy di puncak kepalanya.
***
Pintu terbuka lima belas menit kemudian. Thunder keluar lebih dulu, diikuti Suzy dan Rain keluar didampingi guru BK. "Sekali lagi terima kasih banyak, Mrs. Erin. Kedepannya, kalau Rain nakal, kasih punishment aja. Nyapu area sekolah kuat kok dia," ucap Suzy sementara Summer berdiri.
Rain hanya mendesah panjang, sementara Mrs. Erin tersenyum. Mrs. Erin tersenyum. "Tidak, Mom. Rain ini anak pintar. Sekarang saja kena masalah," katanya sambil menepuk lengan Rain. "Habis ini kamu tebus pake piala buat sekolah ya, Rain!"
Rain mengangguk sopan, sementara Suzy hanya tertawa sebelum berpamitan pada Mrs. Erin bersamaan dengan Summer yang mendekat.
"Gimana katanya?" tanya Summer setelah sampai di sebelah Rain, menatap khawatir.
"Gapapa. Aku sama Thunder dibebasin dari hukuman."
Bibir Summer mengerucut. "Lah, dia kok bebas juga? Kan dia yang mulai duluan!"
"Anak baru, makanya baru diperingatin." Rain mencubit pipi Summer, membuatnya mengaduh. "Jangan cemberut ah, jelek," kekehnya geli.
"Ih, Rain! Bunda, lihat ini Rain!" Summer melepaskan cubitan Rain dengan wajah kesal. "Udah tadi berantem, masih aja gangguin Summer."
Suzy tertawa. "Lain kali, kalau Rain sampai berantem lagi, pukul aja Sum! Dari pada dipukul yang lain, tuh sampai mukanya lebam," ucap Suzy sambil merangkul Summer. "Sana kamu, ganti baju dulu. Summer aja yang nganterin Bunda ke depan, biar nggak kamu gangguin."
"Duh, kayaknya Bunda lupa yang mana anaknya."
"Habisnya anaknya kayak preman." Kata-kata Suzy membuat Summer meringis, teringat dengan ucapan Winter beberapa hari yang lalu. Well, untungnya perempuan ini tidak tahu jika Summer juga pernah berlagak seperti preman ketika berantem dengan Freya. "Udah sana. Ini, pipinya lebam. Habis ini diobatin," ucap Suzy sambil mengulurkan jemari ke wajah Rain.
Rain tampak sebal, tapi setelah itu cowok itu tersenyum, mengangguk dan melangkah berlawanan dengan mereka, sementara Summer menemani Suzy menuju Lexus putih yang sudah terparkir di depan. Mereka berhenti tepat di depan mobil, setelah sebelumnya sempat dihentikan oleh beberapa guru yang menyapa. Hal yang wajar mengingat yang mereka temui adalah istri pemilik Yayasan Skyline.
Ketika Summer mengira Suzy akan langsung masuk ke mobil usai memeluknya, perempuan itu malah berhenti—mengeluarkan sesuatu dari dalam tas, kemudian memberikannya kepada Summer. Satu kotak plester.
"Ternyata Bunda bawa. Ini kamu kasih Rain, sama teman kalian tadi juga," kata perempuan itu.
Summer mengerjap. "Maksud Bunda, Thunder?"
Suzy mengangguk.
"Nggak salah, Bunda? Dia ngeselin tau."
"Anak cantik, nggak semua hal buruk itu harus dibalas sama hal yang sama buruknya." Suzy tersenyum sambil mengelus wajah Summer. "Apalagi, orang nggak mungkin jadi nggak bener tanpa sebab. Thunder itu, Bunda lihat sebenarnya anak baik. Dia kayak ngerasa bersalah, nundukin kepala gitu waktu Bunda sapa," kata Suzy. "Kalau pun dia nakal, pasti ada penyebabnya. Bisa jadi dia kesepian."
Kesepian? Seketika Summer teringat dengan pemikirannya sendiri tadi. Hal yang membuatnya mengangguk, enggan memprotes Suzy lagi. Tidak lama, wanita itu pergi dengan Lexusnya, membuat Summer bergegas kembali ke kelas—berniat menunggu Rain di sana aja.
Summer baru berbelok menuju lorong yang berujung pada tangga menuju kelas ketika ia menemukan Thunder sedang berjalan beberapa langkah di depannya. Jersey olahraga cowok itu sudah berganti dengan seragam.
"Hei! Penculik Pika-Pika!" Summer memanggil cowok itu, bukan karena ia senang melakukannya. Tapi, tidak ada jawaban, berhenti pun tidak.
Dengan muka masam, Summer berlari kecil untuk menghampiri cowok itu. Menepuk lengan Thunder tepat ketika mereka sampai di tangga. "Thunder!"
Kali ini Thunder berhenti, menatapnya dengan raut terkejut. Yang berganti menjadi seringai di detik kedua."Apa? Berubah pikiran? Mau jadi cewek gue?" tanya Thunder sambil mengerling.
Kan! Dia ngeselin!
Summer mengerucutkan bibir, membiarkan rutukan itu hanya ia gumamkan dalam hati. "Summer masih waras," katanya sinis, tapi berbanding terbalik dengan itu, jemarinya meraih tangan Thunder—kemudian meletakkan beberapa plester di sana. Summer tahu, Thunder butuh itu, karena itu Suzy memberikannya. Apalagi luka Thunder juga lebih parah dibanding Rain.
Sekali lagi, Thunder menatapnya terkejut. Setelah itu mata cowok itu bahkan memicing, menatap plester dan wajah Summer bergantian. Seakan tidak percaya.
"Nggak usah makasih. Anggap aja itu sogokan biar Thunder nggak gangguin Summer lagi!" ucap Summer sinis. Dan tanpa menunggu cowok ngeselin penculik pika-pika itu merespon, Summer sudah berbalik, berlari menaiki tangga untuk menuju kelas mereka.
Nyebelin! Sama halnya dengan Thunder, Summer juga tidak percaya. Bisa-bisanya dia berbaik hati pada cowok yang berniat menjadikan hidupnya seperti di neraka!
***
Sialan. Apa maling susu pisang itu tolol? Atau, dia memang berniat menjatuhkan harga diri Thunder?
Berkali-kali Thunder mengernyit, menatap plester yang ia pegang sambil berbaring di sofa besar apartemennya, sama sekali tidak memiliki niat untuk mengobati luka dan memakainya. Jangankan itu, Thunder bahkan belum mengganti seragamnya. Masih terheran-heran. Bisa-bisanya cewek itu memberi plester luka untuk orang yang merundungnya.
Apa jangan-jangan maling susu pisang itu menyukainya? Tidak—jawabannya jelas tidak. Dengan semua yang sudah ia lakukan, mustahil cewek itu menyukainya. Cinta pandangan pertama? Well, jika benar seperti itu, seharusnya cewek itu sudah menerima tembakan asal-asalannya di hari pertama sekolah. Jawaban yang lebih masuk akal adalah ada racun di plester ini
Suara bel apartemen yang ditekan dengan tidak sabar yang kemudian mengeluarkan Thunder dari pikiran ngawurnya. Hanya ada satu orang yang memiliki kebiasaan seperti itu, membuat Thunder meletakkan plester Summer di atas meja, sebelum bergegas ke arah pintu sambil mendengus kesal.
"See? Apa juga gue bilang. Kasih pelajaran itu cewek gatel pake cara lo nggak bakal mempan!" Thunder baru saja membuka pintu ketika Freya sudah melontarkan omelan. Melihat dari seragamnya, tampaknya cewek itu langsung pergi ke apartemen Thunder sehabis sekolah. "Lo pikir kenapa selama ini dia bisa seenaknya?! Backingannya Rain Ganendra, yang punya Yayasan sekolah! Salah-salah lo sendiri kan yang masuk BK!"
"Bacot lo. Masih mending gue mau bantuin."
"Bantuin?" Sementara Thunder menutup pintu, Freya menatapnya denngan kedua tangan terlipat di depan dada. "Eh, lo bukan bantu ya! Inget! Ini harusnya symbiosis mutualisme! Gue sembunyiin rahasia lo, lo bantuin gue! Tapi, nyatanya kerja lo malah nggak becus!"
"Mata lo nggak becus? Bukannya malah lo yang paling nikmatin? Jangan muna deh, Frey!" Thunder sengaja melewati cewek itu, duduk di sofa lagi. Di ruang BK tadi dia tidak berbohong. Selain melempar Summer dengan bola, Thunder hanya kebagian mencorat-coret bangku cewek itu, selebihnya Freya.
"Kok jadi gue! Eh, Thuder! Kan dari awal udah gue bilangin, pake cara gue!"
Thunder mendengus. "Nyet! Gue udah coba pake cara lo—nembak itu cewek! Emang ada hasilnya?!"
"Enggak gitu juga konsepnya, Babi!" Freya menatap Thunder gemas. "Udah gue bilang, bikin dia suka sama lo! Pacarin, jauhin dia dari Rain! Habis itu baru habisin! Ganteng-ganteng bego lo, ya! Kalau dateng-dateng lo langsung nembak, mana mungkin dia—"
"Ribet. Serah lo dah, gue out."
"Ih, Thunder! Lo mau gue sebarin rahasia lo ke anak-anak?!"
"Sebarin aja," kata Thunder santai, toh sejak awal dia memang tidak begitu peduli. Tidak ada yang perlu dipertahankan lagi dari reputasi cowok yang memang sudah hancur.
"Si bangsat! Gue nggak mau tahu, tepatin janji lo buat kasih pelajaran itu cewek! Thunder!!" Sementara Freya duduk di sofa, Thunder bangkit berdiri, berniat menghindari segala rengekan cewek itu dengan masuk ke kamar. "Lagian masa lo biarin perundung macem dia gitu aja?! Inget nggak lo, lagak lo yang kayak gini nih yang buat Zia pergi!"
Tubuh Thunder menegang. Kali ini, ucapan Freya berhasil menghentikan langkah Thunder, membuat cowok itu berbalik dan menatapnya tajam. "Nggak usah bawa-bawa Zia!"
"Apa?!" Freya mendongak, sengaja menantang Thunder. "Gue bener, kan?! Cupu, lo! Bangsat! Apa gue harus berakhir kayak Zia dulu biar mata lo kebuka!"
"Frey..."
"Lo tahu gimana cewek sialan itu bikin kehidupan SMA gue jadi mimpi buruk! Dia bully gue, Thund! Hal yang bikin anak-anak jadi mandang gue remeh! Dan cuma ini yang bisa lo lakuin?! Berengsek lo, Thunder! Lo lebih suka gue mati?!"
Freya tertawa geli tanpa suara. "Bodo ya gue, masih berharap sama lo. Emang kapan sih seorang Thunder peduli? Bukannya ke Zia lo juga gitu?!"
Tangan Thunder terkepal, pembahasan tentang Zia selalu bisa membangkitkan amarah Thunder untuk dirinya sendiri, juga rasa bersalah. Kata mereka, Zia sudah tenang di alam sana—tapi, entah kenapa Thunder merasa cewek itu masih menatapnya kecewa. Salahnya. Andai saja saat itu Thunder sidikit—tidak membiarkan saudara kembarnya berjuang sendirian dibalik kalimat dia baik-baik saja.
"Saudara lo dibully sampai mampus, lo diemin aja. Apalagi gue!" Freya menggeleng. "Lo nggak perlu tanya ke Zia. Gue sendiri bisa ngerasain perasaan dia punya kakak kayak lo!"
"Oke, fine! Serahin si Summer itu sama gue!" Thunder membentak—menyerah. Enggan melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Lagipula tidak ada yang salah dengan menghancurkan cewek pembully itu. Freya sudah mengatakan semuanya, bercerita betapa masa SMA-nya tersiksa hanya karena Summer Zefanya Airlangga. Di balik wajah manisnya, Summer tetap saja sejenis dengan orang-orang yang membully adiknya dulu.
Mereka berdua sama-sama iblis. Bedanya, jika Thunder tidak menyembunyikan sisi bangsatnya, cewek itu dengan Rain di belakangnya, menyembunyikan kebusukannya rapat-rapat.
Seperti tadi, kasus perkelahian Rain dengannya diselesaikan dengan kedatangan Ibu cowok itu. Tidak ada hukuman. Katanya Thunder diberi pemakluman karena dia anak baru, sementara Rain sendiri diberikan keringanan karena katanya cowok itu harus memfokuskan diri pada Olimpiade dan pertandingan basket yang menanti. Alasan bullshit, padahal kasus itu memang sengaja ditutup dengan damai untuk melindungi anak pemilik Yayasan sekolah.
"Gue bakalan ancurin dia persis kayak yang lo mau. Puas lo?!" Thunder berjanji.
TO BE CONTINUED.
___________________
HOPE YOU LIKE IT!
Pilih MASUK GENGNYA RAIN atau GENGNYA THUNDER?!!
Spam next yang banyak di sini dong!!!
Spam 🌧️ di sini kalau kalian suka Tuan Muda ^^
Spam ⚡ di sini kalau kalian nggak tahan ke pesona bad boy!
Spam 🌤️ di sini kalau kalian suka Summer!
Spam ❄️ di sini kalau kalian kangen sama Winter wkwkw
***
Summer yang kalau senyum merem
Tuan muda yang rela jadi kacung Emak Pika-Pika
Mas petir yang menunggu karma
AN :
Masuk ke part 13!! Gimanaaaa? Udah mutusin mau bertahan di kapal yang manaaaa?
Dy ada ganti part 00 (dikit) sama blurb cerita ini taauuu. Soalnya pada nggak mau Iris muncul dulu :') [nggak ding, canda wkwkw. Dy ganti karena ceritanya tidak hanya seputar itu. Dibanding Iris, porsi mas Petir lebih banyakk wkwkwkw]
Oh ya, tadi pas bikin part ini Dy sambil live di Instagram tau, jadi ngetiknya sambil ditemenin pembaca. Btw, khusus pembaca di lapak ini, Dy nggak mungkin panggil kalian pake #LeonidasSquad. Nggak cocok gitu, kayak yang jauh banget wkwkwk
Kita sekarang polling yaaa, mau sebutan yang mana!
SKYLINERS
PASUKAN HUJAN
GENG PETIR
PASISLINE (PARA SISWA SKYLINE)
SARAN LAIN TULIS DI SINI WKWKW (MAKLUM, DY TIDAK JAGO BIKIN NAMA XD)
Okayy. See you soon di next part! Jangan lupa share cerita ini ke semua sosmed kamu yaa! IG, WA, Tiktok, Twitter—pokoknya semuanyaa! Makasih banyak buat semua dukungan, cinta dan semangat yang nggak habis-habis kalian kasih ke Dy! Love you so muchhhh!
Warm hug,
Dy Putina
Istri Sah Kim Mingyu.
***
FOLLOW INSTAGRAM :
DYAH_AYU28
DAASA.STORIES
RAIN.GANENDRA
SUMMER.AIRLANGGA
THUNDER.DEAN
WINTER.AIRLANGGA
FREYA.DHARMAWANGSA
IRIS.DENADA
FOLLOW TIK-TOK :
GODDESS_DY
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro