6 - Kanigara
Seisi mansion Akashi gempar dengan keadaan [name] yang tiba-tiba memburuk. Padahal, gadis itu terlihat baik-baik saja dengan segala tingkah laku uniknya. Namun, tidak ada sesiapapun yang dapat menebak apa yang akan terjadi, kan?
Akashi tidak henti-hentinya mondar-mandir di depan kamar [name]. Pemuda itu-beserta yang lain-hanya dapat menunggu, membiarkan pihak medis menjalankan tugas mereka.
Jantung Akashi berpacu dengan cepat seolah-olah ingin melompat keluar. Pemuda itu harap-harap cemas dengan keadaan [name] di dalam sana. Tentu saja, ia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada gadisnya.
Tak lama, dokter beserta beberapa perawat keluar bersamaan. Akashi langsung menghampiri dokter itu, dan dengan muka cemas bertanya, "Bagaimana keadaan [name]?"
Dokter itu tersenyum. Tangan kanannya menepuk-nepuk pelan bahu Akashi. "Tenang saja, Tuan Akashi. Nona [last name] baik-baik saja. Luka bekas jahitannya sedikit terbuka, mungkin karena keteledoran pihak yang bertanggung jawab saat itu. Dan selebihnya, tidak ada yang bermasalah," terang dokter itu dengan memberi jeda. "Namun, saya cukup mengkhawatirkan trauma yang dialami oleh Nona. Untuk itu, Tuan bisa membawanya ke dokter jiwa untuk menjalani terapi mental."
Akashi mengangguk. "Baik, Dok. Tapi, bisa saya tahu siapa pihak yang tidak bertanggung jawab itu? Saya ingin mengadukannya ke pihak berwajib atas keteledorannya," serunya dengan aura tak sedap.
"S-"
"Tidak perlu memusingkan hal itu, cukup nodayo. Bukankah kondisi [name]lah yang terpenting sekarang?" ucap Midorima mendahului dokter itu-berusaha menghindari terjadinya permasalahan.
Akashi menatap Midorima tak terima. Pemuda itu ingin membalas jika saja Kuroko tidak menyela.
"Midorima-kun benar, Akashi-kun. Bukankah kondisi [last name]-san yang terpenting saat ini? Untuk masalah itu, kita bisa membahasnya nanti."
Akashi bungkam, kemudian mengembuskan napas. "Baiklah, kalian benar. Aku akan melihat [name]. Dan ... bisakah aku meminta tolong?"
Kuroko, Midorima, dan yang lainnya hanya dapat tersenyum saat Akashi menyatakan permintaannya.
×
Tangan miliknya menggenggam tangan yang lebih kecil darinya dengan erat-seolah-olah ia tidak akan bisa menggenggamnya lagi jika dilepas.
Mata merahnya menatap sendu wajah jelita sang gadis yang masih terlelap dalam mimpinya. Seketika pemuda itu tertawa lirih, menertawakan kebodohannya sendiri. Bagaimana bisa ia mengajak kekasihnya yang belum pulih total untuk berlibur? Salahkan ia yang tidak mengirim dokter yang lebih baik untuk menangani gadis itu. Salahkan ia yang dengan bodohnya membiarkan gadis itu lepas dari pengawasan paramedis. Salahkan ia ... untuk segala yang terjadi pada gadis itu.
"Maaf, [name]. Aku terlalu bodoh, sampai-sampai membiarkanmu kembali dirawat di tempat yang tidak kau sukai. Maafkan aku, [name]. Jika saja saat itu aku menjemputmu lebih cepat, pasti ... pasti kau tidak akan terluka seperti ini. Jika saja aku ... aku," lirih Akashi diiringi isak kecil-menandai kondisi terlemahnya yang jarang diperlihatkan. "Jika saja aku mendengarkan apa kata bokushi, pasti kau tidak akan seperti ini."
Saat Akashi masih terus mengeluh dan menyalahkan dirinya, tawa kecil terdengar mengudara. Membuat pemuda berambut red pinkish itu terbelalak.
"Sei, aku ini tidak apa-apa, kok. Luka kecil saja, sih, tidak masalah buatku," seru gadis itu dengan nada bercanda. "Tidak perlu menyalahkan dirimu sendiri, Sei."
Akashi tersenyum halus mendengar ucapan gadis itu. "Jadi ... untuk menutup musim panas ini," Akashi mencium tangan [name] yang digenggamnya. "Bagaimana kalau kita ke taman kanigara kesukaanmu? Yang lain sudah menunggu kita di sana."
"Eh? Yang benar? Aku sayang Sei!"
- kanigara.
note;
uh, apa ini? nangis.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro