1. Mimpi Itu Lagi
Aku berada di aula SMA. Mengenakan kebaya dan juga pin kelulusan. Disebelahku ada sahabatku yang penampilannya juga sama persis denganku.
Hari itu kami berada di aula sekolah. Di sekelilingku banyak sekali murid yang sama seangkatan denganku duduk di kursi menatap guru didepan yang sedang berpidato.
Pundakku ditepuk oleh orang disebelah kiriku.
"Setelah ini kita kerumahku, yuk!" ucap gadis itu.
Gadis itupun tersenyum kepadaku sambil menyikut lenganku. Nama gadis itu adalah Alma. Btw, bukan Almaz lho, ya. Dia pendek, imut, tembem, dan juga rada sableng. Lebih tepatnya diantara kami dialah orang yang paling sableng dan yang paling tua.
"Ide bagus."
Gadis disebelah kananku kemudian menanggapi ide Alma.
"Langsung gitu?"
Gadis sebelah kananku bernama Cindy. Dia yang paling tinggi diantara kami, tambah lagi dia tembem banget. Menurutku hanya dia yang paling waras diantara kami dan bisa memahami hal yang belibet dengan mudah. Walau ada sablengnya juga, sih. Dia juga yang termuda.
"Iya, setelah acara ini selesai mampir kerumahku. Ada yang setuju?" tukas Alma.
"Aku sih setuju saja."
"Ya, nanti aku izin sama Mamaku dulu. Kalau diperbolehkan aku akan ikut," ujar Cindy yang dibalah 2 jempol dariku dan Alma.
"Cin, tadi ngomong apa?" tanya gadis disebelah kanan Cindy yang terlihat bingung dengan yang kami bicarakan. "Itu si Alma mengajak kita kerumahnya setelah acara selesai."
"Oke, aku ikut. Boleh, ya? Iya saja. Iya! Iya! Pokoknya aku harus ikut. Ya!" ucap gadis feminim itu berturut-turut dan juga cepat sekali seperti pesawat Jet.
Kami yang memperhatikannya hanya tersenyum menahan amarah saja karena saking gemasnya kami ingin menjitak anak ini.
"Iya, Lus. Alma 'kan tadi ngajak kita semua."
Gadis di sampingnya Cindy itu kemudian cengar - cengir sendiri. Namanya Lusi, dia anak yang paling cerewet diantara kami semua dan hal yang sederhanapun butuh waktu untuk menjelaskan kepadanya. Jika ada yang tanding debat dengannya pasti akan kalah semua. Dia juga lumayan feminim menurutku.
"Aku juga ikutan. Tapi aku gak bawa motor. Aku nanti bareng Alma saja, ya. Aku dan Aria akan menunggu di gerbang sekolah," tukas gadis disebelah kiri Alma.
Gadis yang terakhir itu bernama Putri. Pikirannya yang paling logis jika aku ajak bicara belibet. Hanya saja, dia ini banyak tingkah sama seperti Alma. Kami sering dibuat tertawa hanya melihat kelakuannya.
"Bagaimana dengan kalian bertiga?" tanya Alma sambil menunjukku dan 2 orang disamping kananku.
"Umm.. aku bisa dengan Cindy, nanti Lusi berangkat sendiri."
"Iya, asal aku tidak ditinggal," cetus Lusi.
"Nanti kamu berangkat duluan saja, terus kami nyusul," ujar Cindy.
"Tapi aku lupa jalannya,"
Astaga. Kami berempat hampir menjitaknya jika kami sadar akan tempat kami berada dan mengurungkan niat kami semua.
"Aria Inearus."
Namaku dipanggil oleh guru. Aku keluar dari barisan murid yang duduk dikursi itu dan melangkah kedepan. Di depan ada guru yang memegang surat kelulusan yang akan diberikan untukku.
Baru juga melangkah setapak dipanggung. Tiba-tiba kakiku tak sengaja menginjak rok yang aku kenakan dan membuatku oleh dan jatuh.
Hah..
Hanya mimpi. Aku mengucek mataku dan melihat sekitar. Aku berada di kamar dengan nuansa kalem dan masih dalam posisi berbaring di kasur dengan keringat bercucuran.
"Astaga, kenapa bermimpi itu lagi. Bahkan waktu dengan bodohnya aku pingsan didepan semua orang. Cih!"
Tok tok tok
"Aria, bangun! Sudah siang kau tidak pergi kekampus? Anak perempuan itu harus bangun pagi," suara emak menggema didalam kamarku karena saking kerasnya.
"Arg, iya. Aku akan bangun."
"Matikan alarm ponselmu itu! Berisik sekali," pinta emak.
Aku baru sadar jika alarm ponselku berbunyi. Bahkan suaranya juga sangat keras tapi kenapa aku tidak bisa bangun dengan alarm, ya. Aku pun mematikannya dan duduk sambil meluruskan punggungku. Pemanasanlah biar tubuhku tidak pegel semua.
Di kakiku terdapat makhluk berbulu manis yang juga ikut terbangun. Tubuhnya meregang meluruskan punggungnya. Kemudian, menghampiriku sambil menjilati tanganku.
"Pagi, Pussy."
Meong
"Menggemaskannya kamu hewan imut. Umu, manisnya tatapanmu itu."
Aku terus memanjakan kucing lucu itu sampai melupakan perintah emak tadi.
"Aria, cepat mandi!" Bentak emak.
Aku terkejut dengan bentakan emak barusan dan membuat kucingku lari karena terkejut juga. Terpaksa aku dengan gontai berjalan keluar kamar menuju kamar mandi. Meninggalkan kucing imutku berguling-guling di kasur dengan manjanya.
Selang beberapa menit, aku selesai mandi dan menuju ruang makan. Aku duduk dan mengambil piring.
"Ah, iya. Mak, minggu depan ada acara di kampus. Katanya perorang harus membayar dana sebesar 50 ribu. Dan terakhir membayarnya tang.."
"Itu kampus apa penagih pajak. Bayar terus, dah!"
Ini nih. Kalau di sekolah atau kampus ada acara untuk membayar selalu gitu respon emak.
"Namanya juga ada acara, Mak."
"Terus tabunganmu kau kemanakan, pakai saja itu!" pinta emak.
"Tabunganku kan untuk masa depanku, Mak. Janganlah," rengekku.
"Iya, nanti nyicil."
"Cuma 50 ribu doang. Kok nyicil, Mak."
"Ya, udah. Uang sakumu selama 3 hari itu buatlah bayar itu,"
"Gak jajan dong, Mak."
"Puasa saja!"
"Ayolah, Mak."
Sementara aku dan emak berdebat, bapak dengan santainya sarapan dan lagi tidak merasa terusik sedikitpun. Debat kali ini dimenangkan oleh si emak yang terus memaksaku memakai tabunganku.
☀️☀️☀️
Kenalan, yuk. Sama kampus tercintaku. Aku kuliah di kampus ternama di daerah rumahku. Letaknya di kota besar dekat desa tempat aku tinggal. Jaraknya sekitar 10 kilo meter kalau tidak salah.
Nama kampusku adalah Universitas Taruna Jaya. Aku mengambil jurusan Farmasi. Lumayan lama juga aku belajar disini. Sekarang aku sudah masuk semester ke 5 dan akan berakhir.
Sebelum sidang tahun depan aku harus banyak belajar. Apalagi disemester 5 ini banyak sekali praktik dan juga tugas membuat laporan ini itu.
"Aria."
"Hai, Sevi."
Dia Sevi teman sesama kampusku dan sekelas juga. Dia anak terceria yang pernah aku lihat dan juga lumayan jahil.
"Kenapa kau loyo begitu?"
"Aku mimpi itu lagi."
"Pasti malu sekali jika mendapati kejadian seperti itu."
"Itu sudah pasti. Kepalaku terbentur pot bunga sampai membuatku pingsan."
Malu sekali jika mengingat kejadian itu. Setelah kejadian itu aku jadi sering mimpi itu selama 5 tahun ini. Jarang juga sebenarnya, tidak sampai setiap hari.
"Hei, hei. Gimana si Felix? Kayaknya dia menyukaimu,"
"Apa lagi ini? Itu tidak mungkin, lagian mana ada yang bisa menyukai gadis seperti itu. Aku butuh bukti."
"Uuuh.. kukuh pendirian sekali, ya. Kau yakin tidak punya rasa suka atau apa gitu kecowok?"
"Maaf, Sevi. Tapi kau menanyakan hal seperti itu keorang yang salah. Jadi, aku tidak peduli dengan hal seperti itu tujuanku sekarang adalah meraih cita-citaku. Yang lain semacam itu hanya perlu aku serahkan kepada Yang kuasa."
"Dih, gak seru. Kau tidak menarik untuk diajak bicara atau debat seperti ini."
Kalah juga kau. Makanya jangan bicarakan hal semenyebalkan itu kepadaku. Aku paling benci bicara cinta-cintaan gak jelas.
"Sayangnya, aku masih setia dengan 2D. Kyaaa~"
Seketika teringat tokoh anime legent yang aku sukai. Terbayang saja membuatku luluh. Aku girang sendiri sampai melompat-lompat seperti anak kecil.
"Ya, dasar Wibu."
Astaga! Berapa kali aku harus bilang jika aku tidak separah itu.
"Aku Otaku bukan Wibu. Aku tidak separah itu."
Dia hanya acuh tak acuh mendengar keluhanku. Aku pun menghela nafas lelah menanggapi orang ini.
"Aria, ngomong - ngomong... "
"Iya?"
"Apa laporanmu sudah selesai?" Sevi mendekat berisik padaku.
"Owh, kau mau menyontek? Sayangnya kau tidak akan bisa karena laporanku seperti kamus Bahasa Inggris, hahaha."
Mendengar tawa jahatku membuatnya loyo seketika. Aku memang sulit dalam hal menyingkat sesuatu sampai membuatku menerjemahkan dengan detail dan menjadi panjang dikali lebar dikali tinggi sama dengan volume. Rumus sejarah diriku.
Aku tertawa terbahak - bahak sampai dia bosan melihatku. Kami berjalan menuju kelas yang berada di lantai 3. Baru juga kami hendak masuk kelas tapi sudah dicegat oleh Felix.
Sebenarnya Felix ini adalah ketua kelas kami. Dia dingin, tegas, tambah lagi jarang tersenyum. Jika diajak bercanda pasti mukanya datar seperti tembok.
"Kau ada waktu setelah kelas?"
Ha? Kenapa Felix tanya seperti itu kepadaku?
"Aria, sepertinya aku tau dia mau bilang apa?" bisik Sevi disebelahku. "Sepertinya aku ke kelas duluan, ya. Semoga berhasil."
Sumpah, aku kesal sekali dengan omongan Sevi. Dia meninggilkanku dengan Felix sendiri didepan kelas.
"Ya, aku ada waktu. Kenapa memangnya?"
Dia diam cukup lama sampai membuatku penasaran. Bukanya menjawab pertanyaanku dia malah mendekat kearahku. Aku mundur perlahan sampai hampir tersandung.
"Ka.. kau mau bicara apa, sih?"
Jalan dibelakangku sudah habis. Punggungku menghantam tembok. Wajah Felix mendekat dan mulai berbisik.
"Kau kumpulkan semua laporan ke ruang guyu, ya?"
HAH? DASAR SOMPLAK ITU 'KAN TUGASMU. KU KIRA MAU BICARA APAAN.
"Kenapa harus aku?"
Dia pun menjauhkan wajahnya dan berpose seolah sedang berpikir.
"Aku malas membawanya. Laporan mereka pasti tebal-tebal seperti kamu Bahasa Inggris. Apa lagi 50 murid itu banyak."
Jleb
Astaga! Ini anaknya siapa, sih. Ijinkan aku memukulnya. Kalimatnya tadi sangat menyinggung perasaanku.
"Gak mau, ah. Kau saja sendiri."
"Nanti aku ada rapat dengan para BEM."
Felix itu selain dia anggota dari BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa). Sama halnya seperti OSIS disekolah. BEM itu semacam OSIS-nya Kuliah. Segala kegiatan himpunan Mahasiswa harus memiliki Izin dari BEM. BEM juga mengadakan berbagai acara untuk kepentingan mahasiswa.
"Kalau begitu suruh yang wakil atau sekretaris saja."
"Aku minta kepadamu bukan sekretaris."
"Tapi aku gak mau."
"Harus mau!"
"Aku bilang tidak mau. DASAR SOMPLAK."
Aku dengan kesal meninggalkannya pergi menuju ke kelas. Lihat saja, saat aku masuk semua temanku berhamburan ketempat duduk mereka setelah mengintip kejadian diluar melewati jendela.
Aku yakini semua ini perbuatan Sevi. Dia cengar - cengir saja di tempat duduknya. Hah, hari yang menyebalkan.
☀️☀️☀️
Dosenku tadi mengumumkan liburan musim panas setelah pentas minggu depan. Katanya akan libur selama sebulan, itu cukup lama. Semua orang pasti punya rencana sendiri - sendiri. Aku terus termenung memikirkan saat liburan akan kemana.
Sevi juga katanya akan mendaki dengan tunangannya. Iya, tunangan. Setelah lulus kuliah dia akan menikah dengan tunangannya itu. Sekitar 1 tahun lagi itu.
Setelah kelas aku langsung mengajak Sevi ke kantin. Melupakan laporan yang tertumpuk di meja dosen di kelas. Paling anak - anak yang lain akan mengumpulkannya untukku.
Tapi, aku tak bisa senang dulu karena lari dari tugas. Saat aku kembali ke kelas, aku melihat sekretaris yang menulis struktur panitia acara minggu depan.
Felix berdiri membacakan nama mahasiswa/i yang jadi panitia dan akan ditulis oleh sekretaris. Yang membuatku terkejut lagi adalah namaku ditulis di papan tulis itu sebagai panitia perwakilan kelas.
Aku sudah salah melawan orang. Berasa terkena karma aku sudah menolak perintahnya. Menyebalkan! Sevi bahkan dari tadi terus menggodaku karena ulah Felix. Aku sebel banget dengan 2 orang itu. Tapi, setidaknya aku bisa menertawakan Sevi yang sudah menertawakan kemalanganku. Gegara laporannya kurang dia dihukum oleh dosen dan harus membaca laporan miliknya. Jika salah satu kata atau huruf harus mengulang lagi membaca dari awal. Tapi, kasian juga.
Setidaknya aku juga dapat keuntungan di rumah. Emak katanya ada acara dengan Budhe terus aku disuruh menjaga rumah. Bapak juga mengantarkan Emak jadi otomatis aku dirumah sendiri. Eh, masih ada Pussy juga yang menemaniku. Akhirnya aku punya kebebasan juga.
Setelah mandi aku terjun ke kasur lembutku dan berbaring sambil mengelus Pussyku tersayang. Saat itu aku teringat tentang liburan musim panas yang akan datang. Semua temanku sudah ada rencana liburan masing-masing, aku bagaimana?
Masa liburanku selalu suram sepanjang sejarah. Karena cuma bantu Emak di rumah sambil guling - guling di kasur saja. Aku harus refresing, tapi kemana?
Aku membalikkan posisiku dan melihat foto yang dipajang di tembok kamarku. Fotonya lumayan besar, kira - kira sebesar papan tulis putih ukuran mini. Difoto itu berisi kejahilanku bersama sahabatku masa sekolah dulu.
Benar juga, aku sekarang jarang bertemu mereka. Bagaimana kabar mereka? Sudah 5 tahun lebih 'kan tidak bertemu. Jika aku mengirim pesan apakah dijawab, ya?
Mereka sangat sulit dihubungi. Kadang jika aku mengirim pesan juga cuma dibaca tanpa ada balasan sedikitpun.
"Aku chat tidak, ya? Pussy, aku ingin bertemu mereka."
Kucing itu mengeong membalas ucapanku.
"Kau bilang apa? Aku tidak bisa mengerti ucapanmu, sayang."
Kucing itu berguling dengan manjanya membuatku semakin gemas untuk mengelusnya. Aku terus memanjakan kucingku sambil bermain dengannya. Sampai suara ponselku mengagetkanku dan membuat kucingku lari ketakutan karena terkejut.
Aku bergegas mengambil ponselku di meja dekat kasur dan mendapati nama Felix tertera disana.
'Anak menyebalkan itu kenapa menelfonku?' batinku kesal.
Aku membawa ponselku kembali kekasur dan menerima panggilannya.
"Halo,"
'Bisakah kau keluar?' suara khas dinginnya membuatku sebel.
"Kenapa aku harus keluar? Keluar kemana memangnya?"
'Aku didepan rumahmu. Bisakah kau keluar sebentar?'
HAH? Apa dia bilang tadi didepan rumahku?
Aku berlari ke bawah memastikan kalau perkataannya benar. Saat membuka pintu aku mendapati dia sedang berdiri dengan tangan menggenggam ponsel yang diletakkan di telinganya.
"Aku ingin bicara." Felix mematikan ponselnya dan memasukkannya kekantung celana.
"Bicara apa lagi. Kau sudah membuatku dalam masalah. Jika kau bilang 'ingin bicara' aku tidak akan mendengarkannya karena itu akan membuatku terkena masalah lagi."
Dia memberikan kertas yang di pegangnya kepadaku.
"Jadwal dan keperluan lain dalam acara minggu depan."
Saat aku menerimanya dia pergi gitu saja. Aku lihat isi kertasnya dan aku dapati jam rapatnya yang padat sekali.
"WOI, INI RAPAT PANITIA ATAU BEM."
Felix yang terkejut saat di jalan pun tertawa mendengar keluhanku. Aku tidak melihatnya, sih. Aku bahkan tidak tau kalau dia bisa tertawa.
Kembali masuk ke rumah dan melempar asal ke meja kamar kertas pemberian Felix tadi. Dengan kesal aku terjun ke kasur dengan posisi terlentang.
"FELIX, SIALAN. CUMA DATANG KESINI MEMBERIKAN ITU DAN PERGI TANPA UCAP APAPUN. DASAR GOLEM BERJALAN."
Pussy, yang duduk di jendela sedari tadi langsung lari terbirit-birit mendengar keluhanku. Aku menghela nafas dan mengganti posisi tidur menatap foto di tembok itu.
'Bagaimana kami bisa bertemu mereka, ya?' batinku mulai teringat kembali.
"Akan aku coba hubungi. Dimana ponselku? Ah, itu dia."
Aku mengambil ponselku yang berada di atas meja dan mencari nomer telefon mereka.
(aku) : "Oi. Ketemuan, yuk! Buat rencana gitu saat liburan musim panas."
Aku yakini pesanku akan dibalas seabad kemudian. Mereka terlalu sibuk dan sebenarnya alasan yang lebih masuk akal adalah kami jarang mengobrol di sosmed.
Jujur aku ingin bertemu dengan mereka. Diantara kami berlima hanya aku yang paling baperan dan mudah berubah perasaannya. Jadi mungkin aku yang paling merepotkan.
Tring
Ah, dibalas ternyata. Lumayan cepat juga, ya. Kira-kira siapa, ya?
(Lusi) : "Kapan? Mau kemana emangnya?"
(Lusi) : "Ar? Hoi.. halo. Aria!"
Agak sebel aku membaca chat keduanya. Dia memanggilku seolah-olah aku tidak akan muncul.
(aku) : "Aku punya rencana. Jadi gini, musim panas nanti aku libur sebulan. Apa kalian ada waktu luang sebulan itu nanti kita ketemuan."
Harusnya sih bisa. Jika mereka semua sibuk bagaimana kita bisa bertemu setelah sekian lama? Aku bingung juga gelisah.
(Lusi) :"Oke, tapi aku cuma punya waktu libur selama 3 minggu saja."
(aku) :"Oke, yang lain?"
Waktu 3 minggu cukuplah untuk merencanakannya. Sebaiknya aku tunggu yang lain dulu saja adakah yang longgar atau tidak.
Owh, aku sudah mulai berharap berlebihan. Bagaimana jika tidak ada yang bisa 3 orang lainnya? Aduh, bagaimana ini?
Reuni ini harus jadi apapun yang terjadi. Jika ada halangan pasti bisa dilewati, halang rintang bukan hal yang bisa mencegah kita terlalu lama karena itu cari celah untuk melewatinya.
Tring
(Cindy) : "Aku mau ikut. Eh, iya. Ar, aku cuma punya waktu 2 minggu. Masalahnya kalau musim panas di kampus banyak lomba jadi cuma diberi waktu libur 2 minggu."
Tambah parah. Adakah yang lebih parah lagi? Aku tidak berharap bakalan ada yang lebih parah. Kenapa jikalau kita semakin menua waktu kita semakin terbatas? Dulu saja dimasa sekolah kami sering bepergian untuk refresing setiap weekend. Apalah daya yang kami sulit bertemu sekarang.
Tring
(Putri) : "Ar, aku minta maaf banget. Aku ada rencana selama musim panas dan baru longgar akhir bulan. Gimana nih?"
ASTAGA! MAKIN PARAH. GIMANA KALAU RENCANANYA BATAL?
Sabar, masih ada kesempatan. Masih ada satu orang yang belum membalas pesanku. Aku mohon dengan sangat semoga keputusan terakhir jadi.
Akhir-akhir ini orang itu yang paling susah dihubungi. Ya, bisa tapi pasti akan menunggu beberapa hari atau lebih parah lagi mingguan.
Tring
Ah, dibalas juga akhirnya. Semoga pesanmu tidak mengecewakan, sayang. Eh?
HAH? Jadi..
(Alma) : "Maaf banget, ya. Ar, aku tidak punya waktu sama sekali untuk bertemu saat liburan musim panas. Aku ada acara dengan keluarga soalnya."
(Alma) : "Sekali lagi, aku minta maaf."
Batalkah? Tahun ini batal lagi?
(aku) : "Tahun ini batal lagi, ya. Harus menunggu tahun depan, kah?"
Selama 5 tahun tidak ada waktu sedikitpun untuk bertemu. Aku kesal tapi tidak bisa menyalahkan mereka juga. Aku tau kami punya kesibukan masing-masing.
Aku benar-benar sungguh ingin bertemu mereka kenapa selalu gagal setiap ada waktu luang. Aku terus merenung sambil memandang ponselku yang terus berbunyi. Mereka setuju akan ideku untuk bertemu lagi tapi tidak ada waktu. Mereka meminta maaf kepadaku dan aku terus kelimpungan mencari solusi yang tepat.
Pada akhirnya aku lelah dan menunggu keputusan mereka berikutnya. Aku memberi waktu kepada mereka sampai awal bulan Juli. Jika mereka benar-benar tidak ada waktu terpaksa kami membatalkan pertemuannya.
Sore itu, aku langsung terlelap dengan basah akan air mata. Tak peduli dengan aku yang belum makan ataupun memakai selimut saat tidur. Pussy terus mengusapkan kepalanya sambil menjilati tanganku seperti dia mengerti kalau aku sedang sedih dan berusaha menenangkanku.
Aku tidur terlalu pulas sampai tak bangun dimalam hari dan tidak tau kapan emak pulang. Emak sampai dirumah langsung ke kamarku untuk melihat kondisiku dan menyelimutiku. Dia melihat kilauan kecil di sudut mataku yang bengkak dan langsung mengusapnya. Emak juga menangkap senggukan kecil dariku. Emak tersenyum melihatku dan mengecup keningku sebelum pergi keluar kamarku.
☀️☀️☀️
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro