Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7: Rasa Tertarik

You make my heart feel like summer when the rain is pouring down.

|

❤🌞🍉

T u j u h

|

Irene, yang tadinya masih bertahan dengan posisi bersembunyi di dalam selimut dengan mata sembab, akhirnya tersigap begitu mendengar suara ketukan dari kaca jendela.

Irene yakin, orang dibalik jendela itu pasti dipanggil oleh Jennie.

Jemari lentiknya meraih tirai biru muda berenda. Begitu disibak ke samping, bias cahaya kuning dari lampu neon jalanan menyeruak masuk ke dalam kamar Irene yang diselimuti kegelapan.

Di balik cahaya itu, muncul sesosok pria berperawakan lumayan tinggi, berambut hitam kecoklatan dengan dahi terekspos, rahang kuat, serta lesung pipit yang menghiasi wajah tampannya. Pria itu tersenyum kecil, memunculkan kedalaman lesung pipit yang dimilikinya.

"Dean..."

Irene dapat melihat pantulan dirinya di pupil Dean yang berbinar. Tak perlu lagi dideskripsikan betapa buruk kondisi saat ini; rambut panjangnya kacau dan matanya merah. Tapi Irene tak terlalu ambil pusing mengenai penampilannya. Ia hanya menatap sepasang bola mata Dean tanpa henti. Setahunya, Dean sedang sibuk di studio musiknya.

"Sesuai dugaan. Kau menangis lagi, hm?" Dean mengulum senyum tipis.

Dean Christoper sudah mengenal Irene Bernice sejak SMA. Ia tahu berapa tingkat sok kuat dan cengeng gadis ini. Cukup ditemani. Menurut Dean, hal itu selalu berhasil untuk menaikkan suasana hati Irene. Dan ia tak pernah pernah keberatan melakukannya.

Bukan satu dua kali Dean selalu menjadi orang yang memberi bahu pada Irene untuk bersandar.

Bukan satu dua kali Dean yang menyeka air mata Irene saat gadis itu bersedih.

Bukan satu dua kali Dean mendekap erat, menepuk pundak dan puncak kepala Irene dengan lembut, membiarkan Irene menenangkan diri kala hari-hari sulitnya.

Dean adalah sahabat yang baik bagi Irene.

Begitu juga Irene bagi Dean.

Irene selalu menjadi orang yang mendukung keputusannya. Memberinya semangat meski terkadang Irene terlampau galak dan sering menghadiahi Dean dengan macam-macam ceramah.

Irene selalu menjadi orang pertama yang menemani Dean saat Dean patah hati atau sedang terpuruk. Bahkan sekali pun saat Dean kembali pada mantan kekasihnya yang menyebalkan. Irene bisa apa selain mendukung perasaan Dean?

Irene selalu ada untuk Dean.

Di antara keduanya, tidak ada yang ingin kehilangan satu sama lain.

"Mau keluar? Banyak bintang malam ini. Aku yakin kau akan menyukainya."

Irene menatap uluran tangan Dean yang tiba-tiba. Tak terkecuali hari ini, Dean selalu mengulurkan tangannya yang hangat.

"Tidak usah, di sini saja."

Dari kamar Irene, bintang tidak terlalu terlihat, tapi langit malam terlihat luas dan lapang, seperti memberi harapan akan kebebasan. Tanpa mengalihkan pandangan dari langit malam, Irene berkata pelan, "Kupikir kau sedang sibuk di studio musikmu. Kau tidak membalas pesanku sejak siang."

"Maaf, Rene. Aku agak sibuk dari semalam."

"Dan kau malah repot-repot kemari? Bagaimana dengan pacarmu, Rose?"

"Jadi, aku sedang diusir?"

"Kau kan sibuk. Prioritaskan prioritasmu, Dean."

Dean diam, membuat keheningan dalam beberapa sekon sebelum mulutnya bergerak kecil dan berucap;

"Aku sedang melakukannya."

Deg.

Irene membuang muka, mengatupkan kedua belah bibir sambil menelan saliva.

Sial, mengapa Dean terdengar serius sekali?

Biasanya, ia bisa saja membalas Dean dengan gurauan atau jawaban sarkastik. Tapi malam ini seolah Irene mengangkat bendera putih.

Irene yakin pasti Dean terlalu banyak berkutat dengan lirik puitis nan emosional selama mendekam di dalam studio, sampai-sampai kalimat seperti itu jadi terdengar mendebarkan.

"Hei, jangan bilang kau marah karena aku tidak sempat membalas pesanmu?" Dean tertawa gemas.

Sedikit rasa bersyukur mencuat dalam diri Irene karena Dean tidak menyadari rona pink di pipinya.

Namun tidak jadi setelah Dean mengacak pelan rambut Irene, "dasar anak kecil."

Seseorang, siapapun.

Tolong.

Tolong Irene.

Kenapa ia terjerat dalam zona ini? Tolong dia.

Irene ingin mengumpat, tapi hari ini hanya sebuah senyuman kikuk muncul di wajahnya.

"Aku siap mendengar ceritamu.
So, what happened to my girl friend?"

Girl, spasi, friend.

Oke, Irene. Tahan dirimu.

Irene berusaha menyembunyikan senyum kecut.

Apakah persahabatan lawan jenis memang seperti ini?

Sekali lagi Irene tegaskan pada dirinya, ia tidak memiliki perasaan pada Dean. Tidak, tidak, dan tidak. Tidak boleh seperti ini.

Memang ia selalu mengandalkan Dean, tak terkecuali hari ini, ia pun membeberkan kesialannya hari ini. Semuanya.

Namun dengan garis bawah dan tanda seru, ia tidak menceritakan pria aneh bernama Victorius Vante yang menjadi sumber kesulitan hari ini.

Saat Irene menatap langit yang semakin kelam. Dean dengan sentuhan hangatnya, menepuk puncak kepala Irene.

"Di dalam hidup, banyak hari yang tidak berjalan sesuai keinginanmu. Tapi ingat, di hari itu, aku sedang berjalan untuk menemuimu."

Pria itu tersenyum sebelum melanjutkan hal yang paling Irene ingin dengar;

"I'll be with you. No matter what."

Kalau sudah begitu, Irene bisa apa?
Mematung saja.

|
○○○
|

Di atas kasurnya yang hangat, Vante sibuk menggulir sebuah akun instagram di layar ponselnya.

Follow tidak, ya? Batinnya berkutat.

Lima detik kemudian Vante melempar ponselnya dengan bimbang. "Akrab juga nggak. Tsk."

Vante lalu memilih untuk melihat-lihat saja isi akun Irene Bernice yang hanya berisi 26 postingan. Makanan, langit, pemandangan, dan hanya 2 foto selfie.

Karena tak cukup memuaskan rasa penasarannya, ia pun akhirnya memilih untuk melihat-lihat foto yang ditandai dari teman di halaman Photos of You.

Salah satu foto di sana menarik atensi Vante. Foto Irene saat SMA.

Vante langsung duduk dari kasur, memerhatikan lekat-lekat foto yang menarik atensinya. Di situ, Irene terlihat akrab sekali bersama seorang pria berpakaian ala pemusik yang merupakan si pengunggah, @deanchris

Ditilik dari komentar, kelihatannya si pria habis memenangkan kompetisi dan Irene rela datang mengunjungi meski masih mengenakan seragam sekolah.

"My best cheerleader in the town." Vante membaca caption yang ditulis si pengunggah.

"Cih. Apaan, nih."  []

_____

Note:
Ah si bambank cemburu ae.

Btw, muncul juga lelaki berlesung pipit(ku) aka Deantrbl. Hehe👀

Aku mau nanya saran, dong. Menurut kalian, kalau aku mau bikin chapter 'CAST INTRODUCTION' telat gak ya? :( Aku baru ngerasa itu penting...

Yang nunggu Vante × Irene sabar, ya. Muncul kok di chapter selanjutnya.

|

[Cerita Summer Flavor sudah tamat. Sebagai pembaca yang budiman, harap meninggalkan jejak 👍]

|

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro