Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4. Cara Laki-Laki Berkelahi

"Sel bat deh," gerutu para gadis yang tengah menyapu ruangan praktik. Raka melirik diam-diam, lalu menggeleng. Padahal semenit yang lalu para gadis membangunkan Raka dan teman-temannya, sangat semangat untuk mengerjakan tugas bersih-bersih.

"Enggak perlu ngomomg disingkat-singkat gitu juga kali," balas anak laki-laki kompak, terkecuali Romi yang hanya tersenyum.

Nyatanya ucapan Bu Ratih itu nyata. Mereka memang tidak belajar, tetapi dianjurkan untuk bersih-bersih karena besok akan ada pemeriksaan dan kunjungan dari orang penting. Tidak tahu siapa. Dengar-dengar akan ada workshop juga, ya mereka tidak akan tahu karena hari Sabtu itu libur. Selain itu, SMK Bayanaka—tempatnya bersekolah ini merupakan kandidat sekolah bersih dan ramah lingkungan. Padahal tatanan sekolahnya saja sudah seperti industri.

Namun, Raka setuju dengan itu. Norma-norma diajarkan sejak mereka masuk ke sini. Peraturan ketat tentang membuang sampah sembarangan. Bahkan sekadar membeli minuman dengan wadah plastik pun tidak begitu dianjurkan. Tiap kelas bahkan memiliki Dewan Lingkungan Hidup, berbeda dengan SMA Bayanaka yang hanya punya Dewan Siswa untuk mengurusi etika siswa dan menegakkan peraturan sekolah.

Hal yang membuat para gadis cemberut adalah kebijakan dari jurusan Elektronika. Mereka kesal karena jurusan lain berencana makan nasi liwet. Sementara, jurusan mereka tidak. Malas, takut kotor lagi menurut Pak Bagas—kepala bengkel. Padahal para gadis gatal ingin pergi ke dapur dan memasak. Hitung-hitung kabur dari acara bersih-bersih. Jika saja terjadi, anak laki-laki juga akan mendukung penuh. Setelah beres-beres langsung makan. Masih hangat pula.

Para gadis mengambil alat-alat kebersihan yang sudah disediakan. Tidak peduli dari keluarga mana atau kalangan mana, semua harus kerja. Sekolah tidak akan membeda-bedakan. Bahkan jika anak laki-laki sibuk, anak perempuan harus bisa mengangkat air dan meja. Resiko karena mereka masuk ke sekolah ini. Suruh siapa mengambil sekolah teknik?

"Raka, bantu ganti air dari kamar mandi bawah dong. Kayaknya air yang terhubung ke kamar atas ditutup," ucap Romi yang menyerahkan satu ember kecil dengan air keruh padanya.

Raka lalu berhenti mengelap kaca di hadapannya dan meletakkan kanebo di atas lantai. "Sini embernya! Kamu sih, ngapain juga nolongin anak perempuan. Mereka juga masih punya tangan. Takut luka? Ya elah."

"Namanya juga perempuan, kita kan enggak bisa biarin mereka susah. Tolong ya, Raka. Aku dipanggil Pak Bagas buat kasih berkas tugas kelas minggu lalu," kilah Romi.

"Iya, iya. Cepet balik. Nanti pulang sekolah kita main Sukma Aditya lagi. Lumayan buat naikkin level."

Romi menepuk bahu Raka sambil tertawa ringan. "Tenang aja, Sukma Aditya enggak bakal bakal ke mana-mana, Ka. Entar ajarin aku biar dapetin barang langka lagi ya!"

Raka mengangguk. "Siap, Rom. Asal nanti jajanin di kantin!"

Raka baru saja memutar tubuh ke belakang. Sayangnya bahunya dan seorang laki-laki saling bersinggungan. Tangan Raka oleng, air tumpah ke mana-mana sampai mengundang kapal api uap melaju. Anak perempuan serentak memelototinya.

Serentak pula satu kelas menyerukan namanya. "Rakaaaa!!!"

Raka baru ingin berbalik dan minta maaf, tetapi kerah bajunya tiba-tiba ditarik. Wajahnya pun menjadi lebih dekat dengan wajah anak laki-laki lain yang tidak dia kenal. Apa air itu mengenai baju laki-laki tersebut? Ya ampun! Raka benar-benar malas bertemu dengan Mas Alah di saat seperti ini.

"Aku enggak peduli kelas berapa dan umur berapa. Kamu harus beresin kekacauan ini sendiri atau aku tulis nama dan kirim ke kesiswaan!" ancam anak laki-laki tersebut.

Raka mendorong pelan tubuh laki-laki di hadapannya. Dia bisa lihat sebuah bandana hijau terpasang di lengan kiri laki-laki itu. Pantas saja jika orang di hadapannya berani menegur. Bahkan menatapnya rendah, seolah menanti untuk dipukul. Bandana hijau berarti dia tergabung sebagai Dewan Siswa, organisasi yang berpengaruh kedua setelah OSIS MPK.

Masuk ke Dewan Lingkungan Hidup dan Dewan Siswa memang diperlukan tingkat inisiatif yang benar-benar tinggi. Dengar-dengar mereka pun mendapatkan pendidikan keras, setara dengan organisasi kepemimpinan di sekolah. Raka tidak pernah ada masalah dengan mereka, tetapi mendengar nada bicara laki-laki di hadapannya, dia tidak suka. Sombong dan berkuasa sekali.

"Aku bisa bereskan ini. Enggak perlu lapor ke kesiswaan buat masalah sepele," balas Raka dengan nada yang rendah. Meredam amarah dengan mengepalkan tangan sekuat tenaga.

"Kalau gitu buktikan! Lima menit udah harus bersih dan harum," ucap laki-laki itu.

"Wow! Liam, tunggu! Kamu pikir gitu caranya ngomong ke kakak kelas?" ucap Jele akrab dipanggil Je, ketua kelasnya. "Gini ya, jurusan kita punya aturan untuk saling menghargai baik adik kelas ke kakak kelasnya!"

"Oh gitu? Kalian juga hargai dong adik kelasnya udah capek-capek bersihkan lantai ini, terus dikotorin gitu aja. Sakit gak tuh, Kak?"

Je bergeming. Raka tahu, ketua kelasnya bukanlah tipe orang yang senang berkomunikasi secara baik-baik. Berkelahi lebih tepat dan cepat. Maka Raka segera meminta bantuan salah satu anak perempuan untuk mengambil air yang baru. Sebelum semuanya terlambat. Raka harus menghentikan Je. Jika perkelahian benar-benar terjadi, satu jurusan bisa kena ospek lagi oleh ketua jurusan. Memikirkan mereka harus pulang lebih lama saja sudah membuat Raka merinding.

"Cukup, biar aku pel lagi lantainya. Kalian enggak perlu tatap-tatap kayak gitu, nanti jatuh cinta. Emang kalian mau anak perempuan pada pingsan karena orang ganteng kayak kalian malah saling tatapan mesra?" ujar Raka cukup kesal juga. Dia mencoba melerai Je, tetapi tubuh laki-laki itu seperti batu. Keras dan berat.

"Ini urusan aku, Ka. Adik kelas songong kayak dia harus diberi pelajaran!" ucap Jele.

"Terus kakak mau apa? Natap aku kayak musuh bebuyutan. Mau pukul? Pukul aja, Kak!" geram Liam.

"Oke kalau gitu. Kita berantem."

Anak-anak perempuan langsung menghampiri mereka. Saling mencoba melerai. Menceramahi perkelahian dan menegur satu sama lain.

"Liam udah ih! Ini kan masalah sepele," tegur teman perempuannya Liam.

Sementara teman sekelas Raka justru melipat tangan di depan dada. "Harusnya kamu lebih dewasa dong, Je!"

Je menimpali, "Apa sih? Anak perempuan bikin pusing aja. Orang kita mau berantem pake Sukma Aditya!"

"Hah?!"

Raka ikut terkejut. Pasalnya dia sudah membayangkan bagaimana wajah babak belur masing-masing. Luka lembam yang tidak akan hilang dalam waktu dekat. Dihukum hormat ke Sang Saka Merah-Putih selama sejam penuh dengan satu kaki terangkat. Lebih buruk lagi mereka semua diospek ulang dan ikut menerima hukuman yang sama.

"Ka, nih airnya!" ucap anak perempuan yang membantu Raka sebelumnya.

"Makasih," balas Raka.

Dia tidak mendengar kembali perdebatan antara Je dengan Liam. Ralat. Je dan Liam dengan anak-anak perempuan yang gemas pada mereka berdua. Raka memilih untuk mengambil kain lap, dia membersihkan air kotor terlebih dahulu. Bodo amat jika caranya salah. Setidaknya air itu juga mengusir semua orang yang mengelilingi Je dan Liam. Memang itu tujuan pertamanya.

"Ih Raka! Yang bener dong ngepelnya," ucap anak perempuan di kelasnya. Para gadis sudah menyingkir, menatapnya kesal. Mungkin mereka gemas dengan cara mengepel Raka.

"Aku mana tau cara ngepel! Jadi suka-suka dong!" balas Raka santai.

Je segera menarik kerah belakang baju Raka. Tidak peduli dengan air yang banjir di lantai membasahi sepatu mereka. "Anak cewek gantiin ya! Ini Raka mau dibawa berantem dulu. Entar aku traktir kalau menang!"

"Heh, Je! Haram itu!" Raka mengingatkannya.

"Kamu pikir judi apa? Parah." Je lalu melihat pada Liam. "Ayo! Ke kelas tiga aja. Sepi banyak terminal."

Ruang kelas tiga disediakan bangku panjang dengan masing-masing memiliki empat buah stopkontak yang cukup untuk menampung solder masing-masing saat praktik. Kadang pula dipakai untuk mengisi daya ponsel dan laptop. Raka dan Liam bertukar ID untuk berduel. Namun, mereka baru ingat jika ini bukan waktunya untuk bermain. Akhirnya mereka sama-sama menyelesaikan soal matematika terlebih dahulu. Untungnya Raka mendapat soal yang mudah.

Turunan dari f(x) : 3x⁴ - 2x² + 4x³ - 9x + 4 adalah ....

Segera Raka mengerjakannya dengan senyum-senyum sendiri. Hingga Je mendekati dan melihat jawaban milik temannya. "Emang anak profesor mah jago lah!"

"Njir, Cos 45° + Sin60° apaan? Belum juga belajar sama Pak Opik," gerutu Liam di bangku lainnya.

Satu kesialan untuk Liam. Masih untung soal yang keluar bukanlah pelajaran SMA seperti Biologi, bisa gawat karena jurusan Elektro tidak mempelajari hal itu. Sejujurnya Raka tidak mau membantu, bagu kalau perkelahian ini berakhir dengan damai. Dia juga bisa bantu-bantu lagi. Namun, ketua kelasnya tidak berpikir demikian.

Je menengadah, mengamati langit-langit. "Lupa sih aku juga. Cos 45° itu satu akar dua bukan sih? Bener gak, Ka?"

"Ada juga setengah akar dua, Je! Kalau sin 60° itu setengah akar tiga. Jadi ...."

Raka menghampiri bangku Liam, terpaksa sebenarnya. Dia membuka buku dan mengambil acak pulpen entah milik siapa. Menerangkan tentang tabel sudut-sudut istimewa pada adik kelasnya. Hingga cara menyelesaikan soal yang terpampang di layar ponsel Liam.

Je ikut melihat, benar-benar lupa dengan makhluk-makhluk yang dinamakan Sin, Cos, Tan. Mana itu pelajaran tahun lalu pula. Raka lalu menuliskan soal lain yang hampir serupa. Namun, sebelum Liam mengerjakan, Je melihat Raka lekat.

"Kok jadi tutor sih, Ka? Kita mau tanding! Berantem! Malah ngajarin adek kelas yang gak tau diri!" ucap Je sambil melipat tangan di depan dada.

"Kan biar dia bisa login, Je," balas Raka santai. "Lagian ya, gak ada salahnya bantuin."

Memangnya aku mau ngajarin? Pikir Raka di dalam hati, dia lalu mendengus. Je tidak sadar jika dirinyalah yang memulai dan ingin membantu Liam untuk mengerjakan tugas. Sementara itu Raka segera memilih atma yang akan bertarung nanti dengan adik kelasnya.

"Sebenernya aku gak perlu bantuan Kak Raka. Aku pinter kok," kilah Liam. Tepat setelah jawaban dimasukkan, mereka berdua kembali berkutat dengan Sukma Aditya.

Raka benar-benar tidak mengerti dengan adik kelasnya yang satu ini. Namun, dia yakin, dirinya tidak akan pernah cocok apa pun yang akan terjadi nanti.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro