3. Sukma Aditya
Suara berbagai notifikasi mulai terdengar samar di penjuru kelas, tepat di dalam loker masing-masing murid. Pertanda kompetisi permainan akan dimulai sepuluh menit lain. Sayangnya, kelas XI teknik Elektro belum juga beristirahat, padahal sudah waktunya. Bukan salah gurunya, mayoritas murid kelas XI di SMK Bayanaka memang memilih untuk menyatukan jam pelajaran dan mengabungkan jam istirahat pertama dengan kedua. Beruntungnya kalau dapat guru yang bisa diajak kerja sama, sehingga jam istirahat 30 menit menjadi satu jam penuh. Jika tidak, harus terima saja jika jam istirahat pertama dan kedua digabung hanya 45 menit.
Salah satu guru yang bisa diajak negosiasi adalah guru jurusan, Bu Ratih. Tiap pelajaran mikrokontroler di hari Selasa yang memakan waktu dari pagi hingga tengah hari, guru perempuan beranak satu ini pun setuju; alasannya karena siang hari guru tersebut harus menjemput anaknya. Satu kebahagiaan untuk jurusan Teknik Elektro.
Sejujurnya 45 menit cukup untuk tidur, makan, tidur lagi. Main satu pertandingan Sukma Aditya untuk anak laki-laki dan bergosip atau mempercantik diri bagi perempuan. Bahkan kadang, 45 menit dipakai untuk menyalin tugas dari si pintar.
"Ayo truth or dare," seru Bu Ratih seraya tangannya menutup buku absen.
Seisi kelas gempar, beberapa menutup wajah, sisanya meringis. Lupa syarat Bu Ratih sebelum kelas dibubarkan. Permainan truth or dare, satu hal yang harus mereka penuhi. Bagi nama-nama di absen awal hanya menutup wajah, meski sebenarnya bahagia. Sedangkan yang meringis adalah nomor absen 11-20. Ya, ini karena 80% kelas sepakat untuk memulai undian dari absen terakhir.
Alasan absen awal lebih sering dipakai pun mereka gunakan. Curi-curi kesempatan. Padahal selang-seling saja biar lebih adil. Kenapa pula absen akhir yang harus dikorbankan? Menyebalkan. Terlebih mereka yang tidak setuju kalah banding untuk mengungkapkan argumen mereka.
"Raka Viredra!" seru Bu Ratih di meja kebesarannya. Raka melihat nomor absen di buku miliknya. Absen ketiga dari bawah—sekarang minggu ketiga semenjak kesepakatan—dia tidak bisa menolak.
Jujur saja, Raka terlalu malas jika harus bermain permainan menyebalkan ini. Selain aneh-aneh, pertanyaan dari para murid perempuan sangat menjengkelkan, absurd dan monoton. Jika bukan karena jam istirahat dan satu pertandingan Sukma Aditya, dia enggan untuk menjawab pertanyaan menyebalkan dari anak perempuan.
Tanpa menunggu dipanggil oleh Bu Ratih lagi, Raka segera beranjak dari bangkunya. Melewati empat bangku dari tempatnya hingga sampai ke depan. Berdiri di depan teman sekelasnya dengan tangan kanan yang dia sembunyikan di balik saku celana abunya. Sementara jas lab miliknya sudah tersingkap.
"Bu Ratih, aku mau pilih jujur aja," ucap Raka.
"Kamu nih ya, ibu belum tanya udah main nyosor aja," gerutu Bu Ratih.
Raka menimpali, "Soalnya Raka tahu Ibu mau nanya itu. Jadi sebagai murid yang baik, tidak sombong dan rajin menabung, Raka langsung sampaikan aja."
Bu Ratih geleng-geleng, dia lalu melirik pada sisa anak yang sudah menatap Raka tidak sabar. "Silakan yang mau nanya."
"Aku!" ujar anak perempuan dengan jepit rambut bintang yang digunakan untuk menahan poni, "kenapa Raka sukanya sama game online? Enggak tertarik gitu sama pacaran?"
Raka mendengus. "Daripada pacaran mending langsung nikah."
"Cieee! Kayak yang udah ada calon aja!" Ramai orang-orang berucap serempak. Disambut pula dengan tepuk tangan anak lelaki dan juga Bu Ratih. Ucapan yang jarang diucapkan anak-anak remaja pada umumnya.
Tidak sedikit pun jengah, Raka melanjutkan ucapannya, "Sukma Aditya itu bukan sembarangan game online. Enggak bakal ganggu waktu pelajaran. Kan pernah ada sosialisasi di sini. Terus, kita juga bakal dapet beberapa keuntungan dari sana. Misal, buat pemain tingkat atas, mereka bisa ikut turnamen dan dapet kuota internet gratis."
"Oh permainan yang hanya bisa dimainkan sama anak-anak? Kalau ibu sih tidak terlalu mendukung. Apalagi kamu bilang bakal dapet kuota? Anak-anak akan semakin candu pada permainan daring itu," timpal Bu Ratih pada jawaban Raka.
"Sukma Aditya juga udah menyesuaikan sama jadwal sekolah, Bu. Batas main kami juga enggak lama, kok. Malah ... kami jadi lebih tahu soal negara sendiri. Tambahan, jika sudah melampaui batas, mereka bakal kunci aplikasi pakai soal acak pelajaran sekolah," sanggah Raka.
"Baguslah, tapi lebih bagus lagi jika soal yang muncul itu yang paling tidak kalian kuasai. Oke, kita lihat jam. Ngaret satu menit enggak apa ya?" Semua mengangguk bersama tanpa aba-aba.
Raka segera duduk di bangku depan, paling dekat dengan posisinya. Bu Ratih pun turut beranjak, menitip pesan bagi mereka semua untuk tidak banyak bermain game. Meski anak perempuan mengangguk, memangnya anak laki-laki tidak akan ingkar?
Baru saja mereka mau bersorak sorai dan keluar dari bangku pun harus ditahan. Bu Ratih kembali muncul dari balik jendela luar. Seolah mengawasi. Lalu guru tersebut berbalik, kembali ke dalam kelas. Gawat, semua orang pasti berpikiran sama. Bu Ratih meminta mereka untuk mengumpulkan program mikrokontroler untuk menjalankan lampu lalu lintas. Parahnya, hanya satu atau dua saja yang baru selesai.
"Anak-anak, ibu lupa mengumumkan. Setelah jam istirahat kita tidak akan lanjut belajar dan digantikan dengan bersih-bersih. Paham?" ucap Bu Ratih, seluruh murid kembali mengangguk.
Hampir semua murid beranjak ke loker di bagian belakang. Mereka mengambil ponsel masing-masing yang tidak dapat dipakai ketika jam pelajaran Bu Ratih. Biar fokus katanya. Padahal, bagi anak laki-laki, mereka akan kesulitan untuk bermain game. Kecuali itu untuk anak perempuan yang suka curi-curi waktu untuk melakukan swafoto dan bikin status di sosial media mereka.
"Skuy main," ajak anak laki-laki yang kini merangkul Raka.
Raka segera menyalakan ponsel dan menemukan banyak notifikasi dari Sukma Aditya. Mulai dari item, reward hingga misi baru. Tanpa ragu-ragu mereka langsung menekan aplikasi permainan tersebut. Tidak sabar dengan permainan apa yang mereka dapatkan dari berburu otomatis. Meski sering mendengar alunan musik tradisional, Raka tidak pernah ingin melompati bagian pembuka Sukma Aditya.
"Wah! Sukma Aditya bakal update karakter Sinta. Skillnya bagus nih," ujar Raka.
"Kayaknya karakter kuat, padahal cewek. Ayu banget sih. Eh, tapi ini limited edition, aku mah apa atuh. Kalau pake tiket, pasti enggak bakal dapet," balas teman laki-laki lainnya. Raka setuju, meski tiap menukarkan tiket dia sering mendapat karakter yang cukup bagus. Teman sekelas sering menyebutnya 'Tangan Pembawa Keberuntungan.'
Satu pertandingan Sukma Aditya bisa diselesaikan sebagaimana mereka dapat menyusun strategi yang tepat dan memilih kombinasi atma terbaik. Ada lima posisi yang dapat dipakai oleh atma. Raka paling suka menempatkan penyerang di barisan depan sebanyak dua. Sedangkan di belakang dia tempatkan dua pemanah dan satu pendukung untuk memberi regenerasi pada tim.
"Gila, aku kalah lagi," ucap teman Raka geram.
"Romi, kamu salah pakai atma kayaknya," balas Raka yang tetap menyibukkan matanya pada ponsel.
Romi, nama teman yang Raka panggil pun mendengus. Dia lalu membuka daftar buku pada aplikasi game miliknya. "Kurang apa, Ka? Liat ya, karakter aku tuh udah level SR."
"Kurang doa, kurang niat, kurang mikir. Paket lengkap," balas temannya yang satu lagi lalu tertawa sambil menepuk-nepuk bahu Romi.
Raka ikut tertawa. Dia melihat tampilan Sukma Aditya memberikannya hadiah pertanda kemenangan mutlak. "Emang karakter kamu apa sih, Romi?"
Romi yang kesal pun menyodorkan ponselnya, diterima dengan baik oleh Raka. Daftar buku itu menunjukkan berapa banyak kartu yang dimiliki oleh Romi. Atma, karakter game yang dapat digunakan untuk melawan musuh disimpan dalam kartu dengan peringkat yang berbeda-beda. Pemeringkatan atma terbagi menjadi empat jenis : Normal, Rare, Super Rare, Double Super Rare.
Normal (N), peringkat terendah dan tidak berguna jika dipakai untuk melawan. Jika dipakai pun hanya untuk memancing musuh-musuh di arena hutan, tempat meningkatkan atma dan berburu harta karun ketika pemain sedang di luar jaringan. Rare (R) dan Super Rare (SR) adalah atma-atma yang sering digunakan dalam pertandingan, sangat berguna dan saling mendukung. Sedangkan Double Super Rare (SSR) adalah atma yang paling diidamkan. Seperti Sinta, atma limited edition yang muncul di beranda orang-orang. Tidak mudah mendapatkan SSR.
"Romi," panggil Raka lalu meletakkan kedua ponsel di atas meja. Tanpa aba-aba dia segera menjitak kepala teman sepermainannya.
"Awww! Sakit, Ka! Napa sih?"
"Aku setuju sama Gilang. Kurang doa, kurang niat, kurang mikir alias paket lengkap. Masa iya kamu pakai barisan depan yang support buat regenerasi? Terus ini di belakang isinya dua pemanah. Gimana mau menang?
"Kalau kamu mau menang, coba atur lagi. Atma barisan depan tuh fungsinya buat nyerang dan tameng. Enggak bisa kalau kamu pakai penyihir atau atma yang mendukung atma lain. Iya, ini SR tapi strategi kamu tuh salah sampe aku ngeliat sekumpulan monster di hutan. Untung lawan aku bukan kamu," jelas Raka.
"Ih, kamu mah enggak konsisten. Katanya pilih yang paling banyak hurufnya," balas Romi, "SSR sama SR paling banyak di aku tuh ya itu, Ka."
Raka mengembuskan napas sebal dia lalu mengambil ponselnya kembali. "Makan atau lanjut tidur nih?"
Kedua temannya saling lirik lalu tersenyum. Raka paham maksudnya, ketiga laki-laki itu pun bersorak serentak, "Tidur!!!"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro