Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

27. "Keluarga"

Keluarga, satu kata dengan bercabang makna. Namun, bagaimana  aku harus mendefinisikannya?

Aksara baru saja mengembuskan napas dan menarik dirinya menjauh dari jendela kamar Andhira. Pertengkaran Paman Dirga dan ayahnya terlalu menyita pikiran. Dia ingin mengetahui apa pendapat ayahnya tentang Andhira. Meski mereka teman kecil, Aksara tidak begitu ingat tentang apa yang terjadi sampai mereka bisa berpisah.

Orang dewasa memiliki rahasia dan cara sendiri dalam menangani masalah. Namun, Aksara meyakini jika dua orang dewasa di tempat ini tidak benar-benar dewasa. Jika ya, kenapa pula harus membuat keributan malam-malam. Walau begitu, dia memang tidak mengelak. Bahwa ini pun adalah salahnya.

Seandainya dia pulang tepat waktu, ayahnya tidak akan datang ke rumah Paman Dirga. Aksara paham betul letak kesalahannya. Namun, apa perlu ada korban lain dalam pertengkaran ini? Selain Raka yang mungkin menambah rasa benci dari ketakutannya—saudaranya tidak pernah suka ketika ayahnya datang. Kini Andhira pun harus menjadi korban dari dua orang dewasa yang egois.

"Kak Aksa, bagaimana menurut Kakak?" ucap saudaranya parau.

Aksara pun menoleh, dia memerhatikan saudaranya yang menundukkan kepala. Lalu dia pun berucap, "Tentang apa?"

"Ayahku. Apa menurut Kakak, ayahku adalah orang yang terlibat dalam permainan Sukma Aditya?"

Mendengar pertanyaan itu, Aksara bungkam. Bukan berarti dia mengiyakan ucapan Saudaranya. Hanya saja, rasanya tidak mungkin. Walau dia harus mengakui agak kejam menjadikan Raka pun sebagai alat untuk mencari tahu.  Saudaranya bukan Google yang dapat sembarang orang gunakan.

"Jika Paman Dirga adalah developernya, maka dia tidak perlu menculik Romi. Bahkan seharusnya dia tidak terkejut tentang itu," jelas Aksara seraya menopang dagu. Upaya agar Raka yakin dengan ucapannya.

Sudah cukup hubungannya dan ayahnya saja yang kacau. Dia tidak akan sanggup melihat hubungan antara Raka dan Paman Dirga hancur. Selama ini Aksara bisa bertahan, karena dia tahu tanpa Ayah Surya ... dia masih bisa bertahan dengan ibunya. Namun tidak dengan Raka, laki-laki itu akan sebatang karang.

Raka mulai menengadah, dengan wajah pucat yang begitu lelah. Andai dia bisa menghentikan Raka sejak dulu, Aksara tidak akan sekhawatir ini. Sayangnya, dia tidak bisa memaksa, dia bukan Surya Sanjaya. Aksara hanya menyukai negoisasi yang menguntungkan kedua belah pihak.

Dari pintu yang terbuka, mereka melihat ayah masing-masing baru saja keluar dari lorong. Keduanya terarah ke tempat ini. Bersamaan dengan itu, seorang dokter lebih awal muncul. Dokter Clarissa, kepercayaan Paman Dirga.

"Aku akan menunggu informasi selanjutnya. Namun, aku masih tidak bisa memercayai kamu, Dirga," ucap ayahnya ketika ketiga orang dewasa itu masuk ke dalam ruangan.

"Kak Surya sudah mengucapkan itu berkali-kali sampai telingaku panas. Terserahmu saja mau percaya atau tidak. Untuk sekarang aku hanya bisa menjelaskan apa yang aku tahu," jelas Paman Dirga seraya  tangannya disembunyikan di dalam jubah lab yang biasa digunakannya.

"Ya, ya. Kalian berdua selalu berkelahi! Teruskan saja! Di depan anak-anak pula," gertak Dokter Clarissa.

Aksara tercengang. Baru kali ini ada yang berani membentak paman dan ayahnya secara blak-blakkan. Biasanya orang-orang sudah takut lebih dahulu. Untuk kali ini Aksara ingin mengacungkan jempol, sayang sekali dia harus jaga sikap—terutama di depan ayahnya. Dia tidak mungkin melakukan hal yang seolah-olah mengejek pada ayahnya secara langsung.

Kedua orang dewasa itu langsung terdiam. Hanya mata ayahnya saja yang tidak berhenti bergerak. Melihat pada Andhira, dia, Raka lalu pada Dokter Clarissa. Seakan sengaja melewati adiknya sendiri, Paman Dirga. Suasana canggung ini, dia tidak suka.

Setelah lewat sebelas menit lebih tiga puluh detik, jika Aksara tidak salah, Dokter Clarissa pun melepaskan stetoskopnya. Wanita cantik itu pun berbalik dan mengembuskan napas yang biasanya kabar buruk. Sangat buruk. Atau lebih dari sangat buruk.

"Gadis ini hanya kaget. Sepertinya dia memiliki rekam medis tentang kehilangan ingatan. Sehingga ketika dirinya dipicu, dia tidak tahan dan akhirnya ... kalian berakhir di sini," jelas Dokter Clarissa.

"Jadi dia benar-benar amnesia? Padahal dia adalah satu-satunya yang tersisa dalam kecelakaan itu. Hanya dia kunci dari masalah ini."

"Jangan khawatir, Kak. Ingatan Andhira masih bisa diobati. Akan aku pastikan jika gadis ini akan baik-baik saja," ucap Paman Dirga dengan santai. Tidak ada saling membentak atau salin adu jotos.

Aksara kagum untuk pemandangan ini. Entah sudah berapa lama dia tidak pernah melihat pamannya dan ayahnya setenang ini. Bukankah itu pantas disebut keluarga?

"Paman dan Ayah sangat akrab jika menyangkut pekerjaan. Omong-omong, Ayah. Apa Andhira bisa masuk sekolah? Setidaknya dia akan bermanfaat jika keluarga kita mendidiknya," usul Raka secara tiba-tiba.

Aksara melihat ayahnya yang menopang dagu. Dia memang replika ayahnya. Terlalu mirip. Namun, jika tidak mirip, justu itu akan mempersulit dirinya sebdiri.

"Andhira bisa bersekolah. Selama dia lulus pendidikan formal melalui Ujian Nasional. Khusus untuknya, sementara waktu akan diajar ketat oleh orang-orang Sanjaya," jelas ayahnya yang begitu bersemangat dan menggebu-gebu.

"Sejujurnya aku saja sudah cukup mengajarkannya," timpal Paman Dirga.

"Kamu perlu menyelidik Sukma Aditya, melaporkan tiap Minggu ke Sanjaya. Tidak ada waktu lebih dari ini,"  balas ayahnya tidak mau kalag.

Aksara menoleh pada Raka. Lalu dia berbisik, "Meski hanya sebentar. Rasanya cukup bahagia ketika melihat mereka akur kan?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro