Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

25. Sekeping Kehancuran

"Setelah kamu keluar dari Sanjaya, kamu juga sudah melupakan tata krama dan sopan santun dari keluarga kita. Bahkan kamu menampung seorang gadis tanpa identitas," ucap sang laki-laki dewasa dengan jas hitam yang tengah menyilangkan tangan di depan pria dewasa lainnya.

"Kamu berada di rumahku, Kak Surya. Harusnya kakak yang lebih sadar sopan santun. Aku tidak mau berdebat mengenai apa pun. Pergilah," jawab Paman Dirga pelan tetapi penuh penekanan. Seolah-olah tidak ada hal lain lagi yang perlu dibahas, Paman Dirga melangkahkan kakinya mendekati Raka. Dia sudah siap melindungi anaknya dari ucapan atau ancaman dari Surya Sanjaya.

"Beginilah perlakuan seorang adik pada kakaknya? Kamu semakin memuakkan, Dirga," ucap Paman Surya dan kini pria itu berbalik. "Aksara ayo pulang, kamu masih memiliki jadwal lain. Tidak ada gunanya bermain-main di sini."

Aksara menutup matanya. Dia tidak tahan dengan perdebatan ini. Begitu pula dengan Raka. Keduanya muak melihat pertengkaran yang terus-menerus dilakukan. Tidak ada kehangatan seperti yang Aksara dan Raka lakukan ketika mereka bersama-sama. Sekarang dia mengembuskan napas dan kembali membuka mata.

Suara berat itu kembali dapat dia dengarkan, "Aksara, ayo kita pergi. Kenapa kamu masih berdiam diri saja."

Tangan Aksara mengepal. Dia sibuk menahan rasa amarahnya yang menggebu-gebu. Semakin dia menahan dia hanya sakit kepala. Sampai saudaranya memegang bahu Aksara. Namun, laki-laki itu segera menepisnya.

"Maaf, aku butuh waktu sendiri," ucap Aksara yang lalu berjalan. "Kita bertemu lagi ... nanti."

"Kak Aksa ... Kakak tidak apa?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Raka.

Aksara menggeleng. Lalu langkahnya semakin menjauh dari ruang tamu. Dia sudah ditunggu oleh sesosok pria yang menjadi mautnya. Orang yang selalu ada dan membuatnya takut. Ayahnya sendiri, Surya Sanjaya.

Paman Dirga masih memegang tangan anaknya dengan erat. Seolah menahan untuk tidak mengekang. Andhira sejak tadi hanya bisa mengintip, tetapi lama-kelamaan dia muak. Jadi gadis remaja itu pun berdiri. Mungkin dia adalah aib bagi nama Sanjaya yang diagung-agungkan.

"Dirga, jika kamu tidak ingin aku membuntuti gerak-gerikmu, sebaiknya kamu keluarkan anak yang kamu pungut itu. Berikan saja pada dinas sosial, mereka lebih bertanggungjawab," ucap Paman Surya dengan nada rendahnya.

Paman Dirga mendengus. "Aku tidak pernah mengusik mata-mata yang kakak kirimkan bukan berarti aku tidak tahu tentang itu. Lebih baik Kakak tarik mereka semua karena rumah ini sangat membosankan bukan."

"Aku mengawasimu hanya karena kecurigaanku bahwa keterlibatan kamu dengan permainan Sukma Aditya yang belakangan populer," ucap pria dewasa itu sampai membuat ketiga remaja yang ada di ruangan terkejut.

Andhira bahkan refleks berdiri dan membelalak. Ekspresi yang sama ada pada kedua remaja lainnya. Dia terlihat tidak baik-baik saja. Jadi segera pula gadis itu mendekati Paman Dirga dan Paman Surya.

"Apa benar Paman terlibat dalam permainan Sukma Aditya? Apa Paman juga tahu di mana Kak Sinta dibawa pergi?" ucap Andhira begitu saja.

"Paman terlibat dalam Sukma Aditya? Bukankah Paman tidak pernah membuat program atau database untuk permainan ini. Aku tidak mengerti," timpal Aksara yang sama terkejutnya dengan Andhira. Kedua remaja itu menuntut jawaban dari Paman Dirga. Namun, dibandingkan itu Raka justru bungkam. Dia tidak bisa mengatakan apa pun. Setahunya ayahnya selalu mendukung dia bermain, apa karena itulah ayahnya mengizinkan dia bermain Sukma Aditya?

"Kalian salah paham. Aku tidak pernah terlibat dengan pembuatan Sukma Aditya yang sekarang. Meski benar, aku menyelidiki permainan itu melalui Raka," jelas Paman Dirga, "aku tertarik pada permainan yang tidak bisa kita mainkan."

"Berhenti berbohong, Dirga. Aku tahu kamu yang yang membuat permainan ini. Semua anak yang aku wawancarai, mereka mengatakan permainan yang pernah kamu buat! Mengakulah, Dirga!" Gebrakan dari Paman Surya membuat Andhira semakin tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

Lalu kepalanya terasa sangat sakit. Ada ingatan yang ingin dia ingat, tetapi tidak bisa dia ketahui. Bahkan Andhira sempat berteriak dan membuat keempat orang di sana terkejut. Refleks Paman Dirga pun menopang tubuh gadis itu dan segera membawa ke kamar tamu. Ketiga laki-laki lainnya pun mengikuti.

"Ayah, aku akan menelpon Dokter Clarissa," ucap Raka.

"Cepatlah, Raka. Jika Clar tidak bisa ke sini, telepon ambulan. Kita akan membawanya ke rumah sakit," ucap Paman Dirga yang begitu panik ketika sudah merebahkan gadis tersebut.

"Kenapa kamu harus perhatian seperti itu pada anak jalanan yang kau tidak ketahui identitasnya?!" bentak Paman Surya yang bahkan berani menarik baju laki-laki itu. Sehingga Paman Dirga pun berbalik melihat ke arahnya.

"HENTIKAN KAK! Dia bukan orang asing! Apa Kakak lupa siapa Andhira? Andhira Naraya!" balas Paman Dirga yang membentak pada laki-laki lainnya.

Mendengar nama itu Paman Surya membelalak. Dia melirik pada sang anak yang mengangguk. Membenarkan ucapan sang paman. Lalu Paman Surya pun berucap, "Bukankah dia ... menghilang sejak lama?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro