Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

21. Jangan Meragu

Baik Andhira atau Dirga, keduanya melihat dua anak laki-laki itu ada di sana. Namun, layaknya kehilangan jiwa, mereka tidak bersuara. Andhira tidak paham, kenapa pandangan keduanya begitu kosong. Apakah ada sesuatu yang buruk di sana? Andhira pun melihat ke arah orang dewasa yang terlihat tidak terkejut atau malah sangat terkejut. Entahlah. Diam seseorang bisa berarti banyak hal dan dia tidak tahu orang dewasa itu masuk ke dalam kategorinya yang mana.

"Apa Paman sudah memperkirakan ini semua akan terjadi?" tukas Andhira tanpa peduli itu lebih tua atau tidak. "Mereka dalam bahaya. Tolong biarkan aku pergi."

"Ya dan tidak. Paman memang memperkirakan dimensi permainan dan Sukma Aditya akan berbenturan. Namun, Paman tidak menyangka jika mereka akan kelihatan seperti orang yang tidak memiliki jiwa. Aksara juga ikut terbawa walau dia belum menyetujui undangan itu. Ini aneh," ucap Paman Dirga sambil melihat ke arah Andhira.

"Tidak, Paman. Sepertinya waktu berhenti," ucap Andhira seraya menunjuk jam dinding di ruang tamu. Sudah beberapa kali dia melihatnya dan tidak bergerak. Begitu pun dengan Dirga.

"Jika bisa mengatakan dalam program, ini adalah bug. Bukankah seharusnya kamu atau paman juga tidak dapat melihat kondisi ini." Dirga lalu merogoh sesuatu dari sakunya. Sebuah kalung yang diberikan Dokter Clarissa padanya.

Bisa saja penyebab bug ini adalah kalung itu. Meski hanya sekilas, ada sinar keemasan yang muncul dari sana. Andhira tahu cahaya itu tengah memanggilnya. Dia perlu pergi sekarang atau semuanya akan terlambat. Orang dewasa tidak akan mengerti dirinya, sulit memahami pemikiran anak-anak. Ah, lagi pula dia selalu hidup bebas. Tidak ada orang tua dan merasakan kekejaman dari dunia.

Jadi dia berusaha mendekat. Hanya menyentuh, dia perlu menyentuh kalung itu dan memunculkan Jatayu. Mudah saja baginya memberontak, tetapi tidka bisa sekarang. Dia tidak mau melakukan itu. Entahlah, dia lagi-lagi mengurungkan diri untuk merebut paksa benda tersebut.

"Paman, aku mohon serahkan itu. Biarkan aku pun bertindak sesuai keinginanku. Jika Paman mengancamku kalau aku tidak akan bisa kembali ke tempat ini, tidak apa. Selama ini juga aku hanya hidup bebas," ucap Andhira seraya menegadahkan tangannya.

Dirga melihat kalung itu dan Andhira secara bergantian. "Andhira, apa kamu yakin kamu ingin menyelamatkan Sinta? Jika mengambil cerita ramayana, maka kamu akan berhadapan dengan Rahwana."

"Sinta adalah sahabatku, Paman. Dia selalu ada untukku dan demi diriku, dia rela dibawa," tutur Andhira tidak mau kalah dengan ucapan Dirga.

"Kamu masih sama seperti sepuluh tahun lalu. Paman tidak tahu harus bangga atau tidak. Pergilah, selamatkan Aksara dan Raka. Paman tahu mereka tidak akan mampu bertahan di dimensi itu," lanjut Dirga yang dengan berat hati menyerahkan kalung pada pemilknya.

Dia tidak ingin kehilangan. Dia takut terluka dan dia benci melihat masa lalu yang menyakitkan namun sudah tidak ada waktu lagi. Ketika dia harus dihadapkan menyelamatkan siapa, itu aka jadi sia-sia. Dirga tidak bisa masuk ke ranah Sukma Aditya. Menembus dimensi dan menarik anak dan keponakannya. Dia tidak bisa.

Andhira menerima kalung itu, tetapi matanya masih melihat ke arah orang dewasa itu. "Paman masih berhutang penjelasan padaku. Suatu saat aku akan menagihnya. Maaf, aku tidak sopan."

Setelah mengucapkan itu, Andhira segera menggenggam erat bagian dari kalung tersebut. Seperti saat pertama burung itu hadir dan menyelamatkannya. Andhira mencoba untuk kembali mengingat bagaimana caranya agar Jatayu kembali muncul. Dorongan kuat pun dia lakukan dengan memperkuat tekadnya.

Sekita mulutnya mengucapkan, "Jatayu."

Seekor burung raksasa pun muncul dan langsung membawa Andhira ke punggung badannya. Sebelum Andhira menyuruh pergi, dia bisa melihat Paman Dirga perlahan-lahan menjadi abu-abu. Semua tempat menjadi abu seolah dia memang masuk ke dalam dunia game yang Paman Dirga katakan.

Suara gagak yang menyakitkan cukup mengganggu pendengarannya, tidak dengan Jatayu. Namun, dia tidak bisa berhenti sampai di sini. Jadi dia pun semakin mempererat pegangannya pada burung raksasa tersebut.

"Hei, Jatayu," panggil Andhira yang dilanda rasa penasarannya, "kenapa kamu membawaku ke rumah itu? Kenapa harus ke tempat di mana ada orang yang mengaku kenal denganku?"

"Andhira, kamu memang mengenalnya. Dulu. Sebelum rahwana juga merengut kebahagiaan dari dirimu. Sebagai saksi hidup, aku tahu banyak kejadian yang menimpamu. Namun, percuma saja. Kamu tidak akan percaya padaku," ucap Jatayu.

Andhira mengembuskan napasnya. Dia lalu fokus pada burung gagak di sana. Ada pula dua burung raksasa yang sama besarnya seperti Jatayu. Dia tidak tahu kalau binatang raksasa seperti Jatayu pun masih ada. Dia jadi penasaran. Jadi matanya terus mencari sosok yang mengendalikan. Ternyata Raka dan Aksara ada di bawah sana.

"Sempati dan Garuda, apa kita perlu membantu mereka?" ucap Jatayu pada gadis yang berada di punggungnya.

"Aku ke mari untuk menghentikan monster itu dan apalagi yang membawa Kak Sinta. Jadi kita harus melawannya, Jatayu." Burung raksasa itu mengangguk dan terbang dengan cepat, menyerang Burung Gagak yang berfokus pada burung lainnya.

Burung Gagak itu terkejut dan mulai merendahkan badannya. Niat untuk melawan burung yang berada di bawah. Lebih besar dari Sempatinya  dan lebih berwarna keemasan.  Walau begitu kedua burung yang sedang berhadapan itu terlihat tidak berdaya.

"Tidak bisakah kamu mencari taktik lebih cepat? Jika seperti ini terus, aku bisa kalah," ucap burung yang berada di atas dengan seorang laki-laki di punggungnya.

"Sempati, kamu ngomong apa sekarang? Aku enggak paham. Oh, apa kamu ingin menyerangnya dari atas?"

"Bukan!"

Andhira bergeming. Sepertinya Raka tidak memahami apa yang Sempati ucapkan. Walaupun dia lebih pahm dan mendengarkannya dengan jelas. Dia tidak mau mengganggu interaksi keduanya. Sayangnya Jatayu tidak berpikiran begitu.

"Menyatukan kekuatanku, Sempati dan Garuda lebih efisien daripada kita menyerangnya seorang diri," usul Jatayu. Andhir pun mengembuskan napas. Dia menerima usul tersebut.

Jatayu menuntunnya untuk terbang berdampingan dengan Raka dan Sempati. Atma Sempati itu kembali membeo dan Raka terlihat sangat kebingungan.

"Halo, Sempati. Aku Andhira dan aku memerlukan bantuanmu dan Garuda untuk mengalahkannya. Jatayu bilang  ini akan lebih cepat ketimbang kita melakukan sendiri-sendiri. Kakak tidak masalah dengan itu kan?" tanya Andhira.

"Kamu bisa memahami maksudnya?" Raka masih terlihat kebingungan. Jika dia diminya untuk menjelaskan pun, Andhira tidak dapat menjawabnya. Lalu suara Burung Gagak mengembalikan fokusnya.

"Kita bisa membicarakannya nanti. Aku minta pada Kakak dan Kakak yang di bawah itu menyerang dari sisi berlawanan. Kita akan menyerangnya bersama. Aku yakin kita pasti berhasil melakukannya," ucap Andhira penuh percaya diri.

Raka tidak mempermasalahkan dan segera ke bawah untuk mengajak saudaranya. Sementara Andhira dan Jatayu sudah bersiap menyerang. Melihat kedua burung lainnya pun sudah berada di posisi mereka, dia mencoba fokus. Burung Gagak itu terbang lebih tinggi, tetapi itu tidak membuat semangatnya menurun. Justru ketiga atma itu menuntun para penggunanya untuk segera melawan Burung Gagak tersebut.

Penuh keyakinan, ketiga burung itu melesat sangat kencang. Semakin mempersempit jarak dengan Burung Gagak itu. Sampai, ketiganya mencapai di atas dan lawan mereka tidak bergerak dengan luka pada kedua sayap dan ekornya. Burung Gagak itu mati. Perlahan-lahan warna abu-abu pun memudar.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro