Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18. Perdebatan

"Assalamu'alaikum, Ayaaah!"

Raka segera membuka sepatunya, menempatkan di rak beserta kaos kaki—yang sebenarnya berbeda corak. Buru-buru dia masuk ke ruang makan mencari ayahnya. Kembali dia memanggil, tetapi tidak ada yang menyahut. Akhirnya Raka menyerah. Sepertinya sang ayah ada di ruangan kerjanya. Padahal dia sudah penasaran setengah mati dengan permainan Sukma Aditya.

Dia terlalu yakin kalau ini merupakan pembaruan permainan, tetapi terlalu bagus. Bahkan bisa mengubah waktu dan dimensi. Raka nyaris tidak percaya jika teknologi terkini sudah sampai sejauh itu. Jurusannya difokuskan pada inovasi robot dan alat peraga untuk membantu di masa depan. Tidak seperti jurusan jaringan atau bahkan RPL.

"Ayah?" panggil Raka kembali. Dia lalu berjalan mendekati ruang kerja. Saat dia mau membuka, pintunya terkunci. Oke, ayahnya tidak ada di sini.

Satu tempat yang belum dia kunjungi adalah kamar tamu tempat gadis yang dirawat itu. Raka pun segera memutar arahnya dan Bakan berlari kecil. Ah, rasa penasaran yang tinggi itu bisa membunuh akal sehat. Raka tahu itu, jadi dia berusaha tidak peduli kalau ada seorang gadis atau makhluk lain ke kamar itu.

Benar saja, ayahnya ada di sana. Sedang menunggu atau tertidur, entahlah. Meski posisi duduk, sebagai anak dia tidak bisa menebak apakah ayahnya tersadar atau tidak. Bahkan dulu ketika masih SD, Raka menduga ayahnya bisa tidur sambil berdiri.

"Ayah." Kali ini dia memanggil lebih pelan, tetapi tangannya aktif bergerak. Menepuk bahu sang ayah. Otomatis pria dewasa satu itu pun membuka mata dan menguap.

Ketika Dirga menjeling, dia melihat anaknya. "Kamu udah pulang, Ka? Gimana hari ini?"

"Luar biasa! Melelahkan! Hari ini kami bersih-bersih sampai larut," ucap Raka sambil menunjuk ke arah jendela, di mana matahari sudah hampir terbenam dan warna oranye diganfi dengan biru tua.

"Ayah kira kamu ada kerkom. Tapi tumben sekolah bersih-bersih di hari Senin. Biasanya Jumat kan?" Pertanyaan ayahnya membuat Raka ragu untuk bercerita. Jika dia mengatakan apa yang terjadi—termasuk tentang dia yang hampir celaka dan bicara dengan burung— ayahnya mungkin tidak akan percaya.

Dia hanya berniat memancing ayahnya untuk membahas topik itu. Namun, dia tidak ingin ayahnya khawatir. Sudah cukup. Melihat Aksara yang dikekang oleh Paman Surya saja sudah membuat Raka berdigik ngeri. Apalagi ayahnya yang merupakan sosok penyayang. Pasti rasa khawatir itu benar-benar memuncak.

"Ah ... tadi ada badai, jadi banyak yang berantakan di sekolah. Memangnya di sini enggak ada badai ayah?" tanya Raka penasaran. Rumahnya tidak begitu jauh dari sekolah, harusnya dengan angin sekuat itu, masih terasa sampai sini.

"Badai? Sejak siang di sini hanya berawan, tidak sampai berawan. Apakah ada korban luka di sana? Kamu sendiri baik-baik saja dan ada di tempat yang aman ketik badai berlangsung kan?" ucap ayahnya yang sama khawatirnya dengan Aksara tadi.

"Aku baik-baik saja, justru itu yang ingin aku bahas dengan ayah. Tapi mari kita tunggu Kak Aksara, ada hal yang harus aku pastikan," ucap Raka.

Ayahnya mengembuskan napas. "Bicaralah di sini. Dokter Clarissa meminta ayah untuk memantau perkembangan gadis ini tiap jam."

"Wow, tumben sekali ayah tidak sibuk," balas sang anak.

"Ayah sudah menyelesaikan program yang diminta oleh klien, Raka. Sudah, tunggulah Aksara dan kalian bicara di sini saja," ucap ayahnya.

Raka berpikir panjang. Apa jika dia berbicara di sini, gadis itu tidak aka terganggu? Lalu apakah akan baik-baik saja jika mereka bertiga nantinya membahas hal penting seperti Sukma Aditya. Raka bingung. Kebimbangan di hatinya semakin menjadi kala indera pendengarannya menangkap suara ketukan pintu.

"Sepertinya Aksara sudah sampai. Kamu jemput sana," ucap ayahnya.

"Ayah ... kita bicara di ruang tamu saja. Kasihan gadis ini. Apa ayah mau perdebatanku dan Kak Aksa nanti malah membuatnya tidak nyaman?" Raka tidak mau kalah dalam hal ini. Dia tidak ingin orang lain tahu dulu, apalagi itu adalah orang luar. Raka belum bisa sepenuhnya percaya.

"Baiklah, kita bicara di ruang tamu. Ayah akan datang dalam lima menit. Kamu dan Aksara mengobrol duluan saja," balas ayahnya.

Raka pun tersenyum, dia segera berbalik dan berencana untuk segera membukakan pintu. Benar saja Aksara sudah menunggu, tetapi dia tidak protes sama sekali. Kali ini Raka menelan ludah. Bagaimana reaksi saudaranya jika dia tahu kalau mereka sudah berbohong kali ini?

"Kak Aksa, Paman Surya tidak masalah kakak pergi ke sini?" tanya Raka.

"Tidak," balas Aksara, "justru beliau menyuruhku datang untuk mengantarkan surat pada Paman."

Raka lalu mempersilakan saudaranya masuk, kebetulan pula ayahnya sudah ke ruang tamu. Sudah waktunya untuk menceritakan. Ah, iya. Raka berlari-lari kecil ke kamarnya dan kembali lagi dengan sebuah ponsel pintar, milik Aksara.

"Aku tidak ingin bermain, lagi pula kamu bilang ingin mendiskusikan sesuatu soal kerja kelompok kamu," ucap Aksara yang menautkan alisnya antara kesal dan marah.

"Tidak, Kak. Aku tidak mengajak kakak bermain. Tapi ... aku memang harus minta maaf, aku berbohong. Sebenarnya ini bukan untuk membahas tugas kelompok," balas Raka seraya dirinya melirik ke samping.

Aksara mengembuskan napas. Seolah sudah tahu. Namun, dia tahu. Aksara hanya tidak bisa marah. "Lalu apa yang kamu lakukan sampai mengeluarkan ponselku, Raka?"

"Kak Aksa coba buka Sukma Aditya dan masuk ke bagian misi. Setelah itu aku akan menanyakan sesuau pada ayah," jelas Raka seraya menyodorkan ponsel tersebut.

Aksara tidak mau banyak berdebat. Dia pun membuka ponselnya. Entahlah apa yang akan dibahas, jika boleh menerka, Aksara yakin ini pembahasan soal event Ramayana. Ah, dia tidak tertarik. Dia semakin cemas.

==========

Kotak Misi
=

=========
Presensi harian :
• tiket harian
• stamina 20x
• 1000 koin Atma
• Kotak misteri
==========

AMBIL

==========

"Tidak ada yang aneh di sini, Raka. Kecuali iklan layar Ramayana. Aku tidak suka slogannya. 'Dapatkan apa yang kamu inginkan melalui Ramayana Series'. Apa yang ingin kamu bicarakan," jelas Aksara sambil mengembalikan ponsel keduanya pada Raka.

Raka pun mengembuskan napasnya. Lalu sang ayah pun mengeluarkan suara, "Apa ada yang salah, Nak?"

"Sejujurnya saat badai aku membuka Sukma Aditya dan mereka memberikanku sebuah Atma. Namanya Sempati dan dia muncul secara nyata," ucap Raka seraya menggeledah ponselnya. Dia pun segera menyodorkan benda kotak itu di tengah.

"Sempati? Bagaimana bentuknya dan jelaskan secara detail!" ucap Dirga dengan suara yang agak keras sampai membuat Raka dan Aksara pun terkejut.

"Tunggu, Paman. Aku tidak mengerti. Ini hanya permainan idle. Kenapa bisa sampai muncul di kenyataan? Itu tidak mungkin, 'kan?" ucap Aksara parau.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro