Page 5: Next Meeting
BAB 5 – Next Meeting
Senin, pagi hari, hujan turun cukup deras. Hal ini memang sudah menjadi hal yang biasa saat musim semi tiba. Kini, Akari dan Katsuya berdiri di depan pintu ruangan bertuliskan 'Houkago Club'. Gadis itu tahu kalau ekstrakurikuler ini tak banyak peminatnya, bahkan kegiatan mereka juga tak jelas. Namun, ia harus mengesampingkan hal tersebut karena tujuannya saat ini adalah bertemu dengan ketua club. Pemuda berhelai rambut cokelat di sampingnya tersebut segera saja menggeser pintu, tak basa-basi langsung berteriak.
"Halo, Hanakawa-kaichou, Hinami-chan!" sapa Katsuya, penuh riang. Iris hitam milik Akari bertubrukan dengan iris hijau seorang pemuda tampan. Akari menahan napas, begitu pula sosok yang memiliki darah Eropa tersebut. Mereka berdua mengerjapkan mata, cukup terlarut lama dalam pikiran masing-masing. Hingga, Katsuya kembali mengangkat suaranya, melemparkan tatapan penuh kebingungan, "Kujou, kau tidak masuk, hum?"
"Ah, maaf. Aku sedikit melamun tadi," balas Akari, lalu berdehem kecil dan melangkah masuk ke dalam ruangan putih tersebut.
Meja persegi panjang juga kursi berwarna cokelat yang berada di tengah, tak lupa pula dengan jendela dan tirai cokelat yang langsung berhadapan ketika membuka pintu. Loker abu-abu dan sofa biru tua berada di sisi kanan ruangan. Sementara beberapa box juga peralatan menjahit yang berada di atas meja, diletakkan di sisi kiri ruangan. Kini, ada empat orang total yang berada di ruangan. Dirinya, Katsuya, sang ketua Hanakawa, dan seorang gadis kuncir dua dengan helaian rambut berwarna hitam bernama Hinami.
Rasa risih menghampiri Akari, merasakan sebuah iris terus-terusan menatapnya. Akari mendelik pada pemuda dengan helaian rambut blonde tersebut. Namun, bukannya permintaan maaf yang ia terima, sosok itu hanya mengulas senyum. Akari menghela napas dan berbisik pada Katsuya, "Apa ada sesuatu di wajahku?"
"Maaf atas kelancanganku, senpai. Oh, perkenalkan namaku Hanakawa Iori, senpai bisa memanggilku sesuka hati. Ngomong-ngomong, apa kita pernah bertemu di suatu tempat, ya?" tanya Iori, tak membiarkan Katsuya menjawab seraya memasang senyum.
Iris hijau itu menelisik, mencoba membaca sirat mata Akari di balik kacamatanya. Namun, Akari melipat kedua tangannya di depan dada sembari membalas, "Kujou Akari. Sepertinya kau salah orang, aku tidak pernah bertemu orang asing sepertimu." Gadis itu mengambil tempat di sebelah Hinami yang tengah duduk di sofa, mengabaikan ekspresi melongo milik Katsuya karena telah ditikung duluan.
"Dan boleh kutanya namamu?" tanya Akari, menatap Hinami yang pipinya telah dipenuhi semburat merah akibat gadis itu berada di sampingnya.
"Aku ... Manami Hinami, kelas 3-B. Maaf ... membuatmu tidak nyaman. Katsuya pasti banyak merepotkanmu, 'kan?" Sekilas, Hinami memberikan tatapan mematikan pada Katsuya ketika memberikan pertanyaan pada kalimat terakhir. Melihat hal tersebut, Akari hanya bisa menggangguk pelan.
"Haha, jangan khawatir. Ia memang sering menyusahkanku. Tapi, yang terpenting, boleh aku lihat isi pesanmu?" tanya Akari to the point setelah tertawa sarkas. Membuat Katsuya hanya bisa menegak ludah dan memasang ekspresi sedih, mengabaikan kekehan kecil yang ke luar dari mulut Iori. Hinami merogoh saku roknya, memberikan handphone berwarna biru muda miliknya dengan perlahan.
From: [email protected]
To: [email protected]
Subject: Warn.
Apa kabar, Minami Hinami?
Kau mungkin tidak mengenalku.
Well, hanya ingin memberitahu saran kecil agar kau selamat.
Jangan melihat ke masa lalu, ok?
"Uhm, teman-teman satu club-ku juga mendapatkan e-mail yang kurang lebih berisi seperti ini. Hanya saja, pelaku mengetahui semua nama penerima pesannya. Kalau boleh jujur, aku tidak masalah karena merasa tidak melakukan kesalahan apa pun baik saat ini, maupun ... saat lalu meskipun aku adalah ketua dari team basket putri. Tapi—"
Iris hitam milik Hinami bergulir, melirik ke arah Katsuya yang balik menatap polos, seolah tak bersalah. Menyadari hal tersebut, Akari mendelik kesal.
"Nanase bodoh!" umpat gadis itu. Katsuya menunjuk dirinya, bertanya kebingungan, "Hum? Aku?" Sontak saja, Katsuya menunjuk Iori, meminta pembelaan. Namun, Akari malah memperburuk tatapan sinisnya.
"Iya, kau! Hah ... untuk saat ini, dia nampaknya aman. Lagipula, dari awal kau telah memberitahuku ini dan aku sendiri yang setuju. Setidaknya, aku bisa mendapatkan petunjuk mengenai perbedaan e-mail yang diterima oleh Kirihara-san dan Minami-san," tutur Akari sembari memijat keningnya. Meskipun begitu, ia merasa bersyukur karena teorinya mengenai pem-bully-an dan isi pesan memiliki kaitan. Sementara Katsuya hanya membalas dengan wajah cemberut, tak terima dikatakan bodoh. Tak ingin membuang waktu, gadis dengan rambut hitam ikal yang diurai tersebut menatap ke arah Iori penuh serius, melemparkan pertanyaan, "kenapa Hanakawa berniat membuat perkumpulan ini bersama Nanase? Kau tahu sendiri 'kan kalau hal seperti ini dapat membahayakanmu? Lalu ... mengapa? Apa kau juga sama idiotnya dengan maniak basket ini?"
Iori terkekeh, iris hijau itu balas menatap lekat pada Akari. Kemudian, ia menyeringai, menampilkan senyuman yang membuat bulu kuduk Akari berdiri, "Lantas, Kujou-senpai sendiri juga kenapa bersedia ikut dengan ajakan Nanase-senpai?"
"Alasan Nanase-senpai menerima tawaranku sangat simpel, ia ingin melindungi sahabatnya dari bahaya. Kalau senpai sendiri, bagaimana?"
"Kenapa kau meminta bantuanku?"
"Haha, masa senpai tidak bisa mengira jawabannya sendiri? Ranking satu umum adalah aset yang tak bisa dilewatkan, bukan? Selama aku bisa menggunakanmu untuk menemukan pelaku sebenarnya, akan kulakukan. Tapi, bukankah tidak adil kalau sedari tadi hanya aku yang menjawab, senpai?"
Nada bicara pemuda dengan helaian rambut blonde itu terdengar dingin, seolah mencoba mendominasi alur percakapan. Akari mengerutkan dahinya, mendapati kalau sosok yang merupakan adik kelasnya tersebut tengah serius, Iori seolah memberi kode bahwa tujuannya adalah untuk diri sendiri. Sang gadis berkacamata itu paham kalau ia harus segera memenuhi ekspetasi dari Iori, dalam artian lain, ia tengah diuji. Akari mendengkus kasar, "Tujuan kita sama, aku juga ingin menemukan pelaku untuk keegoisanku sendiri. Aku tak tahu apakah aku bisa berguna di masa depan, namun aku sudah membulatkan tekad untuk bergabung dalam perkumpulan detektif payah ini."
Tatapan dan senyum dingin tersebut berganti menjadi tawa kecil yang ke luar dari mulut Iori, ia pun mengulurkan tangan pada Akari, "Maaf senpai. Aku hanya mencoba mengenalmu lebih dalam. Mah, sekarang perkumpulan ini terdiri dari ketua Houkago Club, sang ace team basket putra, dan ranking satu Hanagaoka Koukou. Kupikir, detective circle seperti kita tidak terlalu buruk, kok."
Ucapan Iori cukup mengandung unsur kebohongan. Ia mengetahui masa lalu gadis di hadapannya tersebut, namun tetap menanyakan alasan sang gadis. Tapi, Iori tak berbohong ketika mengatakan bahwa ia akan menggunakan Akari untuk mencapai tujuannya. Ia berpikir, bukankah mereka berdua mempunyai tujuan yang sama setelah kasus ini tiba-tiba muncul kembali di masa SMA mereka?
"Huh, lagipula alasan macam apa yang memintaku bergabung untuk menyelidiki kasus ini hanya karena aku ranking satu umum di sekolah? Tak masuk akal," balas Akari sembari menjabat balik tangan Iori.
Ternyata ketika mereka berdua sibuk mengobrol, duo pemain basket telah mengambil tempat di kursi masing-masing secara berdampingan. Menyisakan dua kursi yang juga bersebelahan di hadapan meja persegi panjang tersebut. Iori duduk di kursi bagian kanan, berhadapan dengan Hinami dan dekat jendela. Mau tak mau, Akari mengambil sisanya lalu mengeluarkan note kecil miliknya.
"Langsung saja ya, kalau begitu. Sejauh ini, aku mempunyai dua tersangka. Nishiyama Ichigo dari kelas tiga A dan Shinkai Kasumi dari kelas dua B. Oh, sebelum kalian bertanya mengapa Nishiyama-senpai yang terlihat baik hati dan lemah lembut itu menjadi tersangka. Perlu diingat kalau kalian harus mencari alasannya terlebih dahulu terutama untuk Nishiyama-senpai," ujar Iori seraya mengulas senyum tak bersalah. Tatapan Iori berfokus pada Akari yang tengah sibuk dengan catatannya. Pemuda itu tahu mengenai masa lalu sang kakak kelas berkacamata tersebut, namun sosoknya nampak tak familiar dengan kedua nama yang ia sebutkan. Iori beralih pada Katsuya yang mengangkat tangannya dan bertanya, "ya, ada apa, Nanase-senpai?"
"Hum, sejujurnya aku masih ragu kalau Nishiyama terlibat dengan hal seperti ini. Tapi, kalau kau bilang seperti itu, maka aku tidak boleh ragu, sih. Hanya saja, bagaimana cara kita menemukan kebenaran dari dua tersangka ini?"
"Aku setuju dengan Nanase. Lagipula, kau tidak memberitahu alasan mengapa kau mencurigai mereka berdua. Terlebih, kau seolah sangat percaya kalau Nishiyama adalah pelakunya dan mengeliminasi potensi lain," ketus Akari.
Hinami mengangguk kecil, "Aku mungkin tidak ikut dalam perkumpulan ini ... meskipun begitu, aku ingin membantu dengan mengutarakan pendapatku yang setuju dengan Hanakawa-kun. Uhm, mungkin saja, kalian dapat menemukan alasannya ketika berhadapan langsung dengan tersangka."
Iori segera saja bertepuk tangan, tak melunturkan senyum yang ia pasang sedari tadi di wajahnya. Pemuda yang lebih muda dari mereka itu memberikan secarik kertas berisi pertanyaan untuk para tersangka dan jadwal pertemuan. Akari mendengkus kecil ketika membaca isi kertas tersebut bersama kedua kenalannya yang lain. Gadis berhelai rambut hitam yang diurai itu menatap sang blonde dengan iris hitam pekatnya.
"Kau bahkan tahu kapan dan di mana rutinitas mereka berdua? Mengerikan," tutur Akari.
"Haha, senpai ... hal ini perlu untuk melakukan penyelidikan, lho."
Sore itu, mereka semua sepakat untuk mulai melakukan interogasi di esok harinya. Namun, hanya tiga dari mereka saja yang pergi karena Hinami harus latihan untuk latih tandingnya dengan sekolah lain yang tak lama lagi akan tiba.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro