
Page 11: It's Her
BAB 11 — It's Her
Bayang-bayang sudah lama tak nampak di benaknya. Namun, sekali menampakkan diri, malah sesuatu yang mengganjal hati. Sesuatu yang telah lama ia lupakan. Mengapa memori yang terasa familiar, tetapi tak pernah ia ingat tergambar samar di pikirannya?
Benar, seperti kata Iori.
Mereka berani melangkah dalam suasana berbahaya ini demi tujuan masing-masing, bukan serta merta hanya ingin agar kasus bunuh diri tidak terjadi lagi. Akari tidak mempertaruhkan momen ini hanya untuk menghentikan orang-orang menghentikan hidupnya atau karena ia membenci hal ini. Ada sesuatu transparan yang mendorong punggung rapuh dan lemahnya. Akari ingin menemukan kata-kata itu, mencari sebuah kebenaran yang berusaha menggelitik hatinya.
Gelas kaca lantas diberikan segera pada sang gadis, berharap agar rasa pusing yang hinggap di kepala dapat mereda. Akari menerima air tersebut, menegaknya perlahan-lahan lalu meletakkan gelas di atas meja. Gadis berkacamata itu masih berusaha untuk melawan pening di kepalanya, tak ingin membuang waktu lebih. Tetapi, Iori paham betul kalau saat ini, ia tidak dapat mengajak sang senior menaiki kapal yang sama dengannya.
Pemuda dengan helaian rambut pirang itu menghela napas, memejamkan mata dan menyembunyikan iris hijau indahnya sejenak. Lekas saja, ia menutup mulut. Mungkin, ia terlalu meninggikan ekspektasinya kepada sang gadis. Sehingga, di saat semua tidak berjalan sesuai keinginan, perasaan kecewa memenuhi dirinya. Peka akan situasi yang canggung, pemuda atletik yang berada di tengah pun memutuskan untuk mengangkat suara.
"Ehem! Kalian terlalu tegang, ayo coba rileks!" seru Katsuya sembari berkacak pinggang. Mendapati tingkah temannya itu, Akari hanya mendengkus kasar. Lalu, ia membalas, "Si bodoh ini benar. Hanakawa, mari rekap kembali mengapa kau sangat yakin dengan Nishiyama-san adalah sang pelaku."
Merasa kepalanya telah dingin, Iori pun mengambil napas. Ia mengangguk kecil seraya mengetukkan jari-jemarinya di atas meja, "Nishiyama Ichigo, saat masa SMP sering terlihat bersama Kirihara Eri dan Shinkai Kasumi. Ia meraih juara nasional seni lukis, namun gagal di internasional. Maa, Nishiyama-senpai juga satu club dengan Kirihara-senpai. Meskipun sering terlihat melakukan kegiatan bersama, mereka bertiga dikabarkan tidak dekat."
"Apa maksudmu tidak dekat? Aku pernah mendengar ini sebelumnya, tapi kalian kurang memberiku penjelasan."
"Hum, biar aku yang coba jelaskan!"
Katsuya menyela dengan tangan kiri yang ia tepuk di dada kanannya. Pemuda berambut cokelat itu tersenyum lebar, lantas ekpresinya berubah menjadi serius seraya menggerakkan jari telunjuknya. Ia melanjutkan, "Yang kudengar dari Hinami-chan, mereka bertiga hanya membentuk pertemanan palsu. Kirihara yang ingin dilindungi oleh Nishiyama, lalu Shinkai yang ingin memanfaatkan kekuasaan Nishiyama agar pacarnya tidak dihukum. Hum, kabarnya mereka bertiga juga sangat disegani oleh para siswi lainnya."
"Kekasihnya dihukum? Bukannya sekolah itu sekolah khusus perempuan? Apa sebelumnya ia memiliki hubungan romantis dengan gadis?" Akari mengernyitkan dahinya.
"Bukan, bukan begitu, hum! Yah, pacarnya memang bersekolah di Yoshiegakuen, sekolah khusus laki-laki. Tapi, tetap saja! Sekolah itu juga satu yayasan dengan Yuigaoka, di bawah naungan keluarga Nishiyama. Tidak heran jika ingin menutup mata kalau pacarnya keluar masuk kawasan sekolah tanpa izin," jawab Katsuya seraya menggangguk kecil, menjawab rasa penasaran temannya tersebut.
Mereka telah menjelaskan semuanya, tinggal menunggu Akari untuk membulatkan tanggapannya. Inilah waktu yang tepat untuk Iori mengatakan rumor dan kejadian itu. Ia menarik napas dalam-dalam, mengepalkan tangannya. Berusaha untuk selalu berpikir dingin, meskipun suasana dalam hati memanas, ingin berteriak dan mengajak sosok tersebut menaiki kapal yang sama dengannya.
"Senpai, apa kau tahu kalau Nishiyama Ichigo itu adalah seorang penindas?" tanya Iori, iris hijaunya menatap lurus, bertemu dengan iris hitam sang gadis. Akari menggeleng sebagai pertanda jawaban. Ia hanya mengira kalau Akari tidak tahu seluk beluk berbagai kejadian percobaan bunuh diri di Yuigaoka, namun perkiraannya memang benar. Lantas, pemuda itu kembali melanjutkan, "hampir seluruh anak club seni lukis yang berhubungan dengannya akan mencoba untuk bunuh diri di gedung sekolah. Karena itulah, seni lukis di Yuigaoka pada masa itu juga dikenal sebagai perkumpulan orang depresi. Hal ini disebabkan karena tak ada tanda-tanda penindasan. Namun ..."
"... kasus bunuh diri tersebut mulai berhenti di saat ia lulus dari Yuigaoka. Parahnya lagi, rumor ini tak tersebar selain hanya di kalangan sekolah mereka saja. Alasan inilah yang membuatku sangat percaya pada teoriku, Nishiyama Ichigo adalah pelakunya dan kedua korban saat ini adalah cara ia menghapuskan bukti. Mereka berdua adalah pembantu dalam melaksanakan aksinya saat di Yuigaoka dulu."
... dengan melanjutkan kembali aksinya seperti yang ia lakukan pada para korban sebelumnya, batin pemuda pirang itu melanjutkan.
Iori percaya, dengan teori dan bukti yang ia susun dengan baik ini akan meyakinkan Akari. Benar saja, gadis itu mengangguk pelan, kembali meneguk air minumnya. Iris hitam itu melirik ke arah yang lain, mulut kecilnya menggigit jari-jemari putih itu. Lalu, Akari menanggapi dengan melemparkan pertanyaan yang mengganggu pikirannya, "Kalau begitu ... mengapa Kirihara-san terlihat ketakutan padaku? Dan Shinkai-san bahkan hendak menyerangku."
"Untuk bagian itu, aku hanya dapat menduga kalau Nishiyama-senpai mengadu domba antara dirimu dengan pelaku. Kau tahu kalau mereka diancam, bukan?"
"Iya, tapi kenapa aku?" balas Akari, mendecih dan menatap sinis Iori. Helaan napas kecil itu lolos sejenak, lantas Iori melemparkan tatapan yang sedikit melembut, "Jujur saja, setelah kejadian tersebut, aku agak khawatir untuk memberitahu Senpai kalau di e-mail Shinkai-san ada foto Takigawa Haruto yang ..."
Pemuda dengan iris hijau itu menahan napasnya sejenak, lalu kembali melanjutkan dengan nada enggan. Ia berharap untuk menyimpan informasi ini hanya dengannya dan Katsuya saja. Tetapi, cepat atau lambat, Akari akan mengetahui tentang isi pesan tersebut. Ia pun menyodorkan handphone milik Kasumi, memperlihatkan foto yang tak mengenakkan untuk dipandang.
Sontak, rasa mual sekali lagi menghampiri Akari. Ia mendecih sebal, mengepalkan kedua tangannya dengan erat, "Orang ini juga meninggal karena ... bunuh diri?"
"Tidak, tak perlu khawatir. Foto tersebut hanya diedit saja," sela Iori dengan cepat. Lalu, ia menyambung kembali kalimatnya, "kemungkinan, Shinkai-san menerima pesan ini dan tak mampu menghubungi kekasihnya. Karena itulah, ia berlari ke arahmu yang mirip dengan salah satu gadis yang dulu diincar oleh Takigawa-senpai. Berpikir kalau kau lah pelaku dari kejadian tersebut. Padahal dalam kenyataan, kekasihnya masih hidup dan sehat."
Di sela-sela obrolannya, iris hijau itu sesekali melirik ke arah sang gadis, memperhatikannya dengan tenang. Ia mengobservasi tingkah laku seniornya tersebut. Sementara, Akari memijat pelipisnya, lelah. Cukup banyak yang masuk di kepalanya, ia berusaha memproses agar semua informasi itu masuk akal. Sekaligus, ia juga mencoba untuk mencari benang kaitan antara satu dengan yang lain.
Kembarnya sendiri tak pernah memberitahu kehidupan sekolahnya selain lukisan itu sendiri. Rasa hampa tiba-tiba memenuhi relung dada gadis itu. Dari penjelasan Iori, gadis itu segera paham bahwa Akane lah yang dimaksud dengan gadis incaran Takigawa Haruto.
E-mail sementara, korban bunuh diri yang semua merupakan gadis, alamat pesan yang merupakan bentuk dosa, sekolah dan club yang sama, serta ancaman teror yang menghancurkan mental para penerima. Apa benar Nishiyama Ichigo lah pelakunya? Meskipun semua bukti mengarah kepadanya, tetapi ia tetap merasa kosong. Ada yang mengganjal di hatinya.
Seperti, mengapa Ichigo menyeretnya sebagai salah satu variabel untuk mencuci otak para korban? Obrolan mereka bahkan dapat dihitung jari. Atau pertanyaan lain, misalnya, gadis itu sebenarnya menyimpan dendam terselubung yang tak diketahui sewaktu mereka berdua berinteraksi. Walaupun bisa saja, salah satu alasannya hanya karena ia memiliki hubungan darah dengan Akane yang pernah berkomunikasi lebih banyak dengan Ichigo daripada dirinya.
Bodoh sekali aku. Sebenarnya apa yang ingin kulakukan setelah menemukan pelakunya?
Kau sudah memberiku begitu banyak dan ketika aku mendekati kenyataan, aku semakin takut. Ternyata, aku ini begitu lemah. Takut tersakiti oleh sesuatu yang kuyakini dan selama ini kupercaya akan kebenarannya.
"Senpai, apa kau lagi-lagi menyangkal pemikiranku?"
Bukannya Iori tidak tahu akan keadaan sosok di hadapannya. Namun, ia sendiri mempunyai tujuan tertentu. Iris hijau itu kian menggelap, tak ingin ikut terbawa arus dilemma yang dirasakan oleh sang gadis. Setelah dirasakan cukup untuk menenangkan diri dan menata kembali pikirannya, Akari menarik napas, menatap lekat melalui iris hitamnya yang pekat. Kacamata yang ia kenakan pun dilepas. Lalu, ia mengangkat suara, malah balik bertanya.
"Kalau begitu, pertanyaan terakhir dariku, Hanakawa," ujarnya dengan nada penuh penekanan.
Katsuya menegak pelan salivanya, sedangkan Iori hanya mengulas senyum. Sosok pirang itu tak terganggu sama sekali, seolah telah mempersiapkan diri akan pertanyaan yang belum diketahui olehnya.
"Bagaimana Nishiyama-san mengirim pesan tanpa memegang handphone atau laptop sama sekali? Saat Kirihara-san menerima berbagai pesan tersebut, aku ingat kalau Nishiyama-san tidak menyentuhnya. Meskipun, aku tidak begitu memperhatikan mereka. Tetapi, aku percaya akan ingatanku saat itu."
Senyum Iori sedikit melebar, lalu ia menjawab pertanyaan yang dilemparkan padanya, "Bagaimana kalau Nishiyama-senpai membuat aplikasi khusus yang menyembunyikan lokasi serta langsung menghapus alamat e-mail sementara itu? Ah, karena mereka pernah dekat, kemungkinan juga ia pernah mengotak-atik handphone mereka di saat kita tak melihat mereka."
"Bisa jadi. Semua yang kau katakan itu memang masuk akal—"
"Akhirnya Senpai mengerti juga! Kalau begitu—"
Akari memukul meja pelan, menghentikan keantusiasan dari Iori. Ia tahu kalau semua bukti mengarah ke Ichigo, tetapi ia belum puas. Melihat kedua sosok di hadapannya yang tengah dilanda perdebatan, Katsuya menginterupsi dan menawarkan dengan suara lantang. Ia memecah suasana tak mengenakkan di antara mereka berdua, "Bagaimana kalau kalian kembali menyelidiki Nishiyama saja untuk mendapatkan bukti yang lebih kuat mengenai teori tersebut?"
Iori melirik sejenak, cukup senang karena akhirnya Katsuya mengatakan sesuatu yang berguna, walaupun ia menyembunyikan perasaan tersebut. Lantas, kekehan pelan keluar dari mulutnya, lalu ia masih memasang senyum ringan dan mengulurkan tangannya sejenak. Dahi Iori nampak sedikit mengerut seraya ia meminta jawaban dari Akari.
"Baiklah, mari lakukan itu. Tetapi, jangan sampai ketahuan kalau kita tengah menyelidikinya," balas Akari, kembali memasang kacamatanya sembari menghela napas lalu menerima uluran tersebut.
Pemuda atletik dengan rambut cokelat tersebut memasang cengiran riang, merasa gembira karena situasi kembali ramah kepada mereka. Beberapa menit kemudian, cengirannya luntur, lalu membangun harapan agar mereka segera menemukan pelaku tanpa kejadian berbahaya yang menimpa mereka lagi. Di balik obrolan Iori dan Akari, Katsuya menyembunyikan tangannya yang tengah bergetar di bawah meja.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro