Bab 1
Sweety baru saja duduk di meja tempat Cila dan Ethan menunggu. Wajahnya yang biasanya ceria kini tampak muram. Matanya berkaca-kaca, dan bibirnya berulang kali komat-kamit mengumpat. Ia menarik napas panjang, lalu melemparkan tas kerjanya ke kursi di sebelahnya dengan kasar.
“Kamu kenapa sih, Sweet? Dari tadi komat-kamit terus," tanya Cila, sambil menatap sahabatnya yang terlihat lebih kesal daripada biasanya.
Ethan yang duduk di sebelahnya mengangkat alis. “Biasalah, palingan juga soal bu bosnya yang galak itu!" ujarnya setengah bercanda, sembari memainkan gelas wine di tangannya.
“Komat-kamit itu kebiasaan Pak Dudung kan ya? Jadi Bos Sweety sekarang Pak Dudung?” sahut Pika dengan wajah polosnya. Dia memiliki kelakuan paling unik di antara ketiga temannya.
Melihat lirikan maut Sweety, Cila langsung membekap mulut Pika. “Pikachu, Sayang. Kamu tau kan kalau singa lagi ngamuk nyeremin?” Pika menjawab dengan menganggukkan kepala.
“Oke, kalau begitu Pika diam dulu ya? Dari pada kena amukan singa,” bujuk Cila.
Pika bergidik ngeri, dia lagi-lagi menganggukkan kepala patuh. Dia duduk dengan tenang tanpa bersuara sambil menikmati jus wortel favoritnya.
Sweety menghela napas dalam-dalam, lalu meraih secarik kertas dari tasnya dan melemparkannya ke atas meja. “Ini! Baca aja sendiri!” serunya dengan suara penuh frustasi. Ia lantas menyambar gelas wine milik Ethan dan menenggaknya tanpa peringatan.
Ethan terkejut, tetapi hanya bisa tersenyum tipis sambil berkata, “Santai, Sweet. Apa sih yang bikin kamu semarah ini?”
Dengan mata penuh kemarahan, Sweety mengusap wajahnya dengan kedua tangan, kemudian melemparkan pandangannya ke arah surat tugas yang tadi ia lempar. “Aku dipindah tugaskan ke kantor pusat. Bayangin! Di tengah kota, macet, panas, hiruk pikuk. Gak ada peringatan, gak ada diskusi. Tiba-tiba aja aku dapat surat ini!” Ia menunjuk kertas itu dengan jari telunjuknya. “Si bu bos seenaknya banget memindah-mindahkan orang. Aku tuh udah nyaman di kantor lama, kenapa harus pindah?”
Cila mengangguk pelan, mencoba memahami. “Iya sih, itu nyebelin banget. Tapi...”
“Belum lagi aku harus ngadepin macet setiap hari, plus atasan baru yang katanya lebih galak dari bu bos sekarang! Lama-lama aku stres, tau gak?” Sweety menyela cepat, suaranya semakin tinggi.
Kemudian ia duduk bersandar dan berkata dengan suara pelan, “Lama-lama aku pengen jadi simpanan om-om aja deh, biar gak perlu capek kerja kayak gini.” Sweety mendesah panjang, seakan menyerah pada keadaan.
Ethan tertawa terbahak-bahak. “Hahaha, serius kamu, Sweet? Jadi sugar baby?”
Sweety mengangguk, wajahnya masih serius, tapi ada kilatan nakal di matanya. “Ya kalau ada om-om yang mau sih, kenapa enggak?”
Cila yang dari tadi mendengarkan tiba-tiba menyikut Sweety dan mengarahkan pandangannya ke ujung ruangan. “Eh, lihat tuh,” bisiknya sambil menunjuk ke arah seorang pria berjas yang duduk di sudut bar, tampak tenang dengan segelas whiskey di tangannya. Pria itu berkarisma, menarik perhatian banyak wanita yang terus berusaha menggoda, tapi tak ada satupun yang berhasil mendekatinya lebih dari beberapa menit.
“Mau jadi sugar baby beneran? Coba aja goda dia kalau kamu berani!” Cila menantang dengan senyum lebar di wajahnya. “Sepertinya kamu cocok tuh buat jadi sugar babynya.”
Ethan menimpali, “Iya, Sweet. Dia kayaknya tipe om-om kaya yang kamu cari, haha.”
Sweety memutar mata, lalu mengangkat bahu. “Yaudah deh, kalau kalian nantangin aku,” ucapnya setengah bercanda. Dia lalu memesan minuman lagi dari bartender, kali ini koktail yang lebih keras. Tanpa berpikir panjang, ia langsung menegak habis minumannya dalam satu tegukan.
“Aku gak takut,” kata Sweety sambil berdiri, tubuhnya mulai terasa ringan karena alkohol yang ia konsumsi. Ia berjalan dengan anggun ke arah pria berjas itu, bibirnya melengkung dalam senyum menggoda.
Pria itu mendongak sedikit ketika Sweety mendekat, tapi tak mengatakan apapun. Ia hanya kembali memusatkan perhatian pada minumannya, tampaknya tidak terpengaruh dengan kehadiran Sweety. Namun, Sweety tidak menyerah. Dengan gaya percaya diri, ia duduk di hadapannya dan berkata, “Hai, Om. Boleh aku temani kamu minum?”
Pria itu tetap diam, hanya menatapnya sesaat sebelum akhirnya berdiri, bersiap untuk pergi. Tapi Sweety, yang setengah mabuk, tiba-tiba menyambar pergelangan tangannya dan menariknya mendekat. Dengan cepat dan tanpa peringatan, ia menyambar bibir pria itu, menciumnya di depan semua orang di bar.
Tawa kecil terdengar dari meja Cila dan Ethan, yang menyaksikan kejadian itu dari jauh. Cila terkikik sambil berbisik, “Aku gak nyangka dia beneran ngelakuin itu.”
“Sweety! Sweety! Itu lihat dia lagi-” seru Pika heboh sambil menunjuk-nunjuk ke arah Sweety, tapi segera dibungkam oleh Cila.
Sweety terus melumat bibir pria didepannya itu dengan rakus, dia mengeluarkan segala upaya, menghilangkan kesan keamartirannya dalam berciuman. Namun, pria itu tiba-tiba menghentikannya, menatap Sweety dengan tatapan yang tak bisa dibaca. Tanpa kata-kata, ia menarik tangannya dari genggaman Sweety dan berbalik, meninggalkannya tertegun. Sweety hanya bisa tertawa kecil, merasa malu sekaligus bangga atas keberaniannya.
Ethan segera menghampirinya, tak bisa menahan tawa mereka. “Sweet, kamu gila! Tapi aku salut sih sama kamu!” teriak Ethan sambil terbahak.
Sweety mengangkat bahu, lalu menatap Ethan dengan senyum lebar. “Ya kan kalian yang tantang aku. Aku cuma nurut!” Dia berjalan kembali ke meja lalu duduk dengan tenang di tempat duduk yang sebelumnya ia tempati.
Cila yang sedari tadi membekap mulut Pika perlahan membukanya. Gadis itu segera membuka suara dengan hebohnya. “Sweety! Jangan berciuman disini, itu tidak baik!”
“Kenapa memangnya? Gak ada peraturan yang melarang kali, Pik!” balas Sweety sewot.
“Ada! Berciuman didepan orang yang tidak memiliki pasangan itu dosa!”
Ethan dan Cila saling berpandangan mereka terbahak mendengar Pika berdebat dengan Sweety. Sementara Sweety hanya diam, menggeram dalam hati menahan kesalnya yang sebenarnya ingin sekali menggosok otak Pika.
***
"Jo! Ayo kita pulang!" seru Gara, buru-buru masuk ke dalam mobilnya. Tubuhnya terasa berbeda, ia segera menyandarkan tubuhnya pada jok penumpang dengan napas tersengal. Tangannya bergetar saat ia berulang kali mengusap bibirnya, memejamkan mata mencoba menenangkan detak jantung yang berdegup kencang. Pikirannya kacau, sulit dipahami kenapa ia merasa seperti ini. Semua itu bermula dari ciuman mendadak seorang gadis asing yang tidak ia kenal sama sekali. Detik itu juga, tersadar bahwa ini adalah pertama kalinya ia merasakan bibir seorang wanita menyentuhnya, bahkan setelah tiga tahun pernikahannya.
Gara terdiam, matanya menatap kosong ke arah jalanan di depannya. "Kenapa perasaanku jadi aneh begini?" pikirnya. Sejak menikah dengan Milea, ia bahkan belum pernah menyentuh bibir istrinya sendiri. Hubungan mereka dingin dan tak pernah lebih dari formalitas sebagai pasangan suami istri.
"Apakah Pak Gara tadi minum terlalu banyak?" tanya Jo, sopir pribadi sekaligus bodyguardnya, yang memperhatikan perubahan sikap Gara dari kaca spion.
Gara tersentak dari lamunannya. “Hah? Tidak, Jo. Memang kenapa?” tanya Gara dengan suara pelan, mencoba menutupi kegelisahannya.
"Wajah Pak Gara merah. Saya pikir tadi Pak Gara kebanyakan minum," ujar Jo dengan nada khawatir, sambil sesekali melirik kaca spion untuk melihat kondisi bosnya.
Mendengar itu, Gara langsung panik. Ia mengeluarkan ponsel dan memeriksa wajahnya. Benar saja, wajahnya memang memerah. “Apa-apaan ini?” desisnya pelan, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Seketika itu juga, ia teringat kembali detik ketika gadis asing itu, dengan percaya diri, mendekatinya dan tiba-tiba mencium bibirnya tanpa peringatan. Gara yang biasanya tenang dan berwibawa, mendadak tak bisa bereaksi. Tubuhnya kaku, dan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Kenapa hal semacam ini bisa membuatnya terguncang?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro