Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

bab 1

Setelah mencuci motor, gue berniat masuk ke kamar untuk mengambil baju ganti lalu mandi. Tadi gue lihat istri gue udah mandi dan masuk kamar duluan. Tapi dia belum keluar sampai sekarang. Padahal tadi dia bilang setelah mandi mau masak masakan kesukaan gue mumpung hari ini kita sama-sama libur kerja. Asyik banget kan punya istri? Yah, setidaknya itu yang orang-orang lihat dari gue.

Padahal aslinya, kehidupan pernikahan kami nggak ada manis-manisnya. Dia emang ngurus gue dengan baik sih. Mulai dari masak sampai mencuci baju, dia kerjakan sendiri tanpa bantuan asisten rumah tangga. Terus, ya udah cuma sebatas itu aja. Alasannya, gue sama istri dijodohkan orang tua. Kita belum kenal lama, tapi udah dinikahkan aja. Karena belum terbiasa satu sama lain, kami tidak bisa bersikap selayaknya pasangan pada umumnya. Meski katanya di dua bulan pertama pernikahan itu lagi lengket-lengketnya, kita sih biasa aja. Gue sama istri udah sepakat untuk pelan-pelan saling mengenal satu sama lain.

"Sil, aku mau ambil baju. Kamu lagi apa?" Gue mengetuk pintu kamar beberapa kali tapi Sila sama sekali nggak menyahut.

Gue bisa aja sih langsung masuk, tapi takutnya Sila masih ganti baju. Kan bahaya kalau gue nyelonong tanpa izin. Meskipun sebenarnya sah-sah aja.

Gue ketuk pintu sekali lagi dan tetap nggak ada jawaban. Jangan-jangan Sila ketiduran. Soalnya tadi malam dia begadang nonton drakor. Bisa jadi pagi ini Sila ngantuk berat.

"Kamu tidur? Kalau gitu aku mau masuk ya?" Gue perlahan meraih kenop pintu dan membukanya.

Begitu udah di dalam kamar, gue kaget banget ternyata Sila nggak tidur. Dia sedang berdiri menatap cermin. Yang bikin gue nggak habis pikir bukan karena Sila masih melek, tapi karena istri gue itu sekarang cuma pakai hot pant dan bra. Astaga perempuan ini. Dia sengaja mau menggoda gue? Ini pertama kalinya gue melihat dia berpakaian minim. Dari belakang aja udah bikin gue terpana. Apalagi kalau gue lihat dari depan.

Gue seketika mengerjapkan mata. Sebelum pikiran gue makin ke mana-mana, gue harus segera cabut dari ruangan ini.

"Dipanggil nggak nyahut kirain tidur, Sil," kata gue sok tenang. "Geser dikit, aku mau ambil baju." Gue masih berdiri di samping Sila karena dia menghalangi pintu lemari. Dia masih setia menatap tubuhnya sendiri di cermin yang tertempel di pintu lemari pakaian kami.

Sebagai laki-laki normal, sebenarnya susah banget untuk mengontrol mata gue agar nggak melirik ke dada Sila yang seolah menantang itu. Ini anak maunya apa sih?

"Mas Ali sering dapat job yang modelnya pakai baju kayak gini?" tanya Sila.

Gue mengangkat alis. Kenapa tiba-tiba Sila tanya begitu? Gue memang kerja sebagai fotografer sih, tapi Sila jarang mengurus siapa dan apa konsep pemotretan yang biasanya gue kerjakan. Meski bingung, akhirnya gue memutuskan untuk menjawab, "Nggak terlalu sering. Emang kenapa?"

Salah nggak sih kalau gue mengartikan tatapan Sila sekarang terlihat agak sinis? Meski sekilas, tapi gue bisa paham kalau Sila sempat cemberut walau kini dia sudah mengontrol wajahnya agar normal kembali.

"Kemarin ada yang tag akun Instagram Mas Ali. Foto yang di-upload tuh model pakek bikini," kata Sila.

Gue nggak tau gimana ekspresi Sila waktu ngomong itu karena dia lagi sok sibuk ngubek-ngubek lamari nyari bajunya. Nada bicaranya juga santai sih, tapi di telinga gue terdengar seperti gerutuan. Jadi gini rasanya diomelin istri? Ternyata ada merinding-merindingnya.

"Oh, itu job yang minggu kemarin. Lokasinya di pantai jadi konsepnya kayak musim panas gitu lah. Yang upload Nadia, model lokal sini-sini aja," jelas gue.

"Nggak tanya namanya siapa!" Suara Sila meninggi.

Gue kaget karena mata Sila tiba-tiba berkaca-kaca. "Eh, maaf Sila. Aku cuma coba jelasin aja. Kalau kamu nggak nyaman, aku minta Nadia buat hapus mention-nya deh."

"Dih, pengen banget ngehubungin Nadia?" sungut Sila.

Gue embusin napas pelan, kayaknya ada yang nggak beres nih. Sila jarang marah yang nggak jelas begini. Biasanya dia kalau marah pasti ada sebab yang pasti. Misalnya karena gue asal-asalan gantung handuk di tempat yang salah. Kalau kayak gini gue harus ngapain ya biar api amarah Sila padam? Buset! Panas banget ini.

"Sila, kita udah sepakat kalau ada yang ganjel di hati harus diomongin baik-baik kan?" Akhirnya gue mencoba negosiasi.

Sila mengangguk. Gerakan kepalanya bareng sama setetes bulir bening di pipi. Gue panik banget sebenernya, tapi mencoba tetap cool. Sebagai suami siaga, gue hapus tuh genangan air mata.

"Kamu ada unek-unek yang mau disampein ke aku sekarang?" tanya gue.

"Ada satu hal yang bikin aku tiba-tiba kesel, terus kayaknya aku PMS juga. Jadi, makin kebawa perasaan. Maaf Mas," terang Sila dengan suara pelan.

"It's ok, Sila. Sambil kamu tenangin pikiran, aku mandi dulu. Kalau udah sama-sama siap, kita ngobrol," kata gue tegas.

Sila lagi-lagi mengangguk patuh. Kemudian dia membuka pintu lemari dan mengambil salah satu daster tanpa lengan. Gerah banget ya hari ini? Tumben Sila milih baju minim bahan kayak gitu. Terus, gue kira Sila bakal nyuruh gue cepet keluar. Ternyata dia dengan santai memakai tuh daster di depan gue.

"Ini namanya dress tanktop, Mas," jelas Sila seperti bisa baca pikiran gue yang daritadi nyebut daster-daster terus.

"Baju perempuan banyak banget ya istilahnya," sahut gue sekenanya.

Sila diam aja. Setelah beres pakai baju, dia duduk santai di kasur sambil buka HP. Gue jadi bingung harus ngapain lagi. Oh iya! Gue kan mau ambil baju ganti terus mandi.

"Sil, hari ini kita pesen makanan aja ya. Kamu bisa santai sekali-kali," kata gue sambil mencabut salah satu kaus oblong di lemari.

"Mas.... Hati-hati ambil bajunya. Tumpukannya bisa oleng kalau kamu grasuk-grusuk gitu," omel Sila.

Gue malah cengengesan, tapi sambil cepat-cepat beresin kekacauan yang gue buat. Pas gue teliti isi lemari udah rapi lagi, gue tanya ke Sila. "Kamu mau pesen makanan apa hari ini?"

"Kenapa tumben ngajakin pesen makanan, Mas? Kamu bosen sama masakan aku?" Sila malah balik tanya yang bikin gue harus mengelus dada. Sila beneran lagi sensitif banget hari ini.

"Mana bisa aku bosen sama masakan kamu Sil? Aku cuma pengen kamu ada hari liburnya dalam ngurus kerjaan rumah," terang gue.

Gue lihat Sila samar-samar tersenyum. Lega rasanya, dia paham maksud gue.

"Ok, aku mandi dulu. Kamu pilih-pilih menu yang mau dipesen deh. Aku ngikut aja." Habis ngomong gini gue jalan mau buka pintu kamar.

"Mas Ali."

Panggilan Sila otomatis bikin gue nengok. "Kenapa, Sil?"

"Kalau mau ganti baju, di kamar aja nggak apa-apa," kata Sila malu-malu.

Untuk beberapa detik gue belum bisa jawab apa-apa. Boleh nggak sih kalau ini gue sebut sebuah kemajuan? Biasanya kami kalau habis mandi ganti bajunya emang di kamar mandi. Karena kami mau menjaga keleluasaan pribadi aja sih alasannya. Tapi hari ini, good bye privasi!

Perubahan aturan yang mengarah kepada hal baik nggak boleh ditolak dong. "Ok Sila, setuju," sahut gue antusias.

Sila tersenyum. Dia beringsut dari kasur lalu turun. Sila jalan deketin gue, terus ambil baju ganti yang masih gue bawa. "Aku taruh di lemari lagi ya, Mas," ujar istri gue.

Otak gue tiba-tiba beku. Dari jarak sedekat ini, aroma wewangian yang biasa Sila pakai tercium kuat. Wajahnya yang polos tanpa riasan juga bikin gue tambah terpesona. Sila kelihatan segar seperti buah pir yang baru keluar dari kulkas. Jangan ketawa ya sama perumpamaan dari gue. Buah pir itu kesukaan gue.

"Sila." Gue sebut nama dia dengan lembut.

"Iya Mas?" Sila menatap gue dengan dahi berkerut.

"Makasih ya udah mau nikah sama aku," kata gue sok romantis. Tapi tiba-tiba emang gue merasa pengen berterimakasih aja.

Mata Sila berkedip-kedip pelan. Kayaknya dia bingung harus merespons apa. Lagian gue emang random banget. Terus nggak ada angin nggak ada hujan, tiba-tiba gue juga mengecup pipi Sila. Tanpa menunggu reaksi Sila, gue cepet-cepet keluar dari kamar. Gue yang nyosor gue yang salting! Help!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro