Bab 9a
Raylee menatap Adara yang berdiri di hadapannya dengan pipi basah. Jejak air mata tercetak jelas di sana, berbaur dengan rasa marah. Kalau tidak pernah mengenal bagaimana sifat Adara yang sebenaranya, pasti akan terkecoh dengan penampilannya. Ia menghela napas panjang, memaki siapapun juga yang sudah mengijinkan Adara masuk. Di belakang perempuan itu, terbentang jarak kira-kira lima meter, ada dua asistennya. Masing-masing memegang ponsel di tangan. Raylee bisa menebak apa yang sedang mereka lakukan. Tentu saja, merekam semua kejadian sekarang ini.
"Ray, kenapa kamu diam saja?"
Kyomi melirik suaminya, menyenggol dengan siku. "Pak, bisa mengobrol di dalam kalau mau?" Ia memberi saran dengan perlahan.
Raylee menggeleng. "Tidak perlu. Adara datang untuk memberi kita selamat. Ayo, ucapkan terima kasih."
Kyomi mengangguk dan tersenyum, tapi diabaikan. Adara bahkan tidak perlu repot-repot memandangnya. Untunglah pesta hari ini hanya untuk kerabat dan keluarga, tidak banyak orang yang datang ke pelaminan untuk memberikana ucapan. Kyomi tidak bisa membayangkan kekacauan yang terjadi kalau sampai Adara datang ke pesta yang besar.
"Aku menuntut penjelasan, Ray. Kamu nggak bisa giniin aku. Tanpa ucapan putus, tanpa kata, mendadak kamu menikah!"
Semburan kata-kata Adara tidak membuat Raylee tergerak. Ia menatap tak berkedip pada perempuan itu. "Keluargaku sudah bicara baik-baik dengan keluargamu. Aku rasa, tidak ada lagi yang harus dijelaskan."
"Tega kamuuu, Raaay!" Adara kembali terisak. Dua asistenya kembali sibuk merekam dan memfoto. "Kita bersama sekian lama, kamu meninggalkanku hanya untuk diaaa!" Ia menunjukan dengan dramatis ke arah Kyomi yag terdiam.
"Eh, hanya untuk dia itu maksudnya bagaimana?" tanya Kyomi. "Apakah kalian lupa kalau 'dia' yang kalian sebut itu aku?"
"Sebaiknya kamu diam?" gertak Adara. "Ini nggak ada hubungannya denganmu"
Kyomi tertawa lirih, menyadari kalau Adara ternyata sedang berpura-pura menangis. Awalnya ia merasa iba dan bersalah saat melihat Adara terisak. Melihat seorang perempuan sakit hati bukanlah keinginannya. Tapi, melihat sikap perempuan itu yang ternyata berpura-pura, membuat rasa iba dan simpatinya menghilang. Ia meraih lengan Raylee dan mendekapnya.
"Jelas ada hubungannya denganku karena kamu sedang bicara dengan suamiku. Silakan pergi, kamu menganggu."
Adara melotot. "Beraninya kamu!"
"Iya, dong. Aku lagi jadi pengantin. Capek-capek dandan dari pagi, masa jadi bete karena kamu sabotase. Lagian, mentang-mentang situ artis jadi nangisnya pura-pura. Sorry, suamiku nggak akan tertipu."
"Ray, kamu jangan diam saja!"
Raylee menggeleng. "Adara, jangan mempermalukan dirimu. Yang dikatakan istriku benar, ini pesta kami dan kamu, tidak diundang."
"Raylee!"
"Silakan, menikmati hidangan."
Raylee memberi tanda pada Aiman. Si asisten bergerak cepat bersama beberapa orang untuk mengamankan Adara.
"Jangan mempermalukan dirimu Adara," tegur Raylee.
"Aku tidak akan tinggal diam! Lihat saja nanti!"
Adara meninggalkan pelaminan digiring oleh Aiman. Beberapa tamu undangan mendekat ingin meminta foto dan Adara menolak dengan ketus. Meninggalkan tempat pesta dengan wajah dan mata memerah.
Semua kejadian itu tidak luput dari pandangan keluarga dan juga teman-teman Kyomi. Saat jeda istirahat, mereka berkumpul di sisi pelaminan dan bertanya tentang tujuan Adara datang.
"Apa cewek itu mau mengacau?" tanya Jihan.
Kyomi menggeleng. "Nggak tahu. Gue lihat tadi, sih, pura-pura nangis."
Terdengar dengkusan keras dari Bimali. "Tentu saja harus pura-pura, kalau nggak bisa jatuh harga dirinya. Lo udah siap, Kyomi?"
"Siap ngapain?" tanya Kyomi.
"Setelah ini nama lo bakalan terkenal. Jadi pelakornya artis."
"Oh, hebat sekali gue." Kyomi mengipasi wajahnya. "Baru juga nikah, udah dicap pelakor."
"Mana saingannya artis pula," gumam Cahaya.
Jihan mengusap bahu Kyomi. "Teman kita ini sedari dulu emang keren. Ngomong-ngomong, makanannya enak semua, ya?"
"Iyalah, namanya juga catering hotel."
"Gue suka steaknya."
"Sushinya juga enak."
"Lebih enak lagi kopi starbucknya."
Kyomi terdiam, mendengar percakapan teman-temannya. Ujung matanya melihat Raylee sedang bicara dengan kedua orang tuanya. Ia menduga, mereka sedang membahas kedatangan Adara. Ia sendiri tidak menyangka kalau perempuan itu berani datang dan menatang. Berpura-pura tidak bersalah padahal akar masalah dari semuanya adalah Adara sendiri. Kalau perempuan itu tidak berselingkuh, tentu masih bersama dengan Raylee dan mereka akan menikah. Kalau Adara tidak cukup bodoh dan serakah dengan meniduri sahabat tunangannya, pasti kejadian tidak akan seperti ini. Semua hal terjadi dan perempuan itu justru playing victim. Sungguh menggelikan.
"Bukannya Papa dan Mama sudah ke rumah keluarga Adara. Kenapa dia masih datang?"
Pipo mengusap jas anaknya. "Sudah, dan sebagai orang tua kami sepakat tidak akan memaksakan kehendak pada anak-anak kami. Perkara Adara datang kemari, papa juga tidak tahu."
Dona memasang bunga di saku anaknya. "Jangan terlalu dipikirkan. Adara mungkin sudah menyesal sekarang."
"Menyesal pun tidak ada gunannya. Aku sudah menikah." Pandangan Raylee tertuju pada istrinya yang sedang mengobrol serius dengan teman-temannya. Gadis yang awalnya hanya pelayan kafe biasa, kini menjadi istrinya. Sungguh perubahan nasib yang tidak disangka. Sama sepertinya, dari semua tunangan seorang artis, kini menjadi suami dari gadis yang masih belia.
Dona menangkup wajah anaknya dan tersenyum. "Itulah intinya, Sayang. Kamu sudah menikah. Terlepas dari niatnya yang salah, mama berharap kamu menjalani semua dengan bahagia."
"Memang itu tujuan pernikahan, untuk bahagia. Kyomi itu perempuan yang baik. Bentuk kenyamanan di antara kalian, karena dari rasa nyaman akan tumbuh cinta." Pipo memberi nasehat panjang lebar, sebelum akhirnya pergi untuk bicara dengan kerabatanya.
Berdiri sendiri di pelaminan, Raylee mengamatio ruangan. Masih tidak menyangka kalau dirinya menjadi seorang pengantin. Semua keputusan yang tiba-tiba ini, semoga saja tidak menimbulkan luka untuknya dan juga Kyomi.
Ia mengerjap saat Kyomi mendatanginya dengan digandeng oleh dua temannya. Pembawa acaranya mengatakan, waktunya untuk melempar bunga. Raylee berdiri bersama Kyomi, membelakangi orang-orang muda yang berkumpul di tengah ruangan.
"Apakah ada sepupumu yang belum menikah?" tanya Kyomi.
"Banyak," jawab Raylee singkat.
"Oh, semoga saja mereka mendapatkan bunga ini."
"Sebaiknya tidak usah."
"Kenapa?"
"Mereka masih anak sekolah."
Kyomi menghela napas kesal, karena jawaban suaminya yang berputar-putar. Menunggu aba-aba dari pembawa acara dan melemparkan buket bunga sejauh yang ia bisa. Terdengar teriakan dan jerita. Kyomi membalikkan tubuh dan ternganga saat buket bunga berada di tangan Raka.
"Yeaah! Gue bakalan nikah duluaan! Gue nggak akan jadi perjaka tuaa!"
"Raka! Bunganya buat gue!" Jihan berusaha mengambilnya.'
"Eit, nggak, ya. Ini milik gue!"
"Rakaa, lo curang!" Cahaya juga berusaha merebutnya.
Kyomi tertawa melihat tingkah teman-temannya, dari semua bicara tentang makanan, kali ini berebut bunga. Itulah mereka, saling ribut, saling ejek, tapi juga saling membantu satu sama lain. Ia tersentak saat jemarinya diraih oleh Raylee. Hendak menolak saat terdengar bisikan Raylee.
"Senyum, kita sedang difoto."
Kyomi mengubah ekpresi wajah, membiarkan Raylee meremas jemarinya. Ia bertanya-tanya, apakah mampu bersandiwara dalam waktu yang lama tanpa merasa terluka atau melukai.
.
.
Di Karyakarsa sudah ending.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro