Bab 1a
Hari yang cerah, matahari bersinar dan memancarkan cahaya terang. Sesekali angin berembus sepoi-sepoi, membuat orang-orang yang sibuk ikut merasakan kesegaran. Alam sedang berbaik hati dengan memberikan situasi yang terbaik hari ini.
Empat gadis dan satu pemuda, berkerumun di depan rumah panjang dengan banyak pintu. Itu adalah kos khusus perempuan. Mereka berkumpul di halaman dan saling mengucapkan kata motivasi serta penyemangat. Titik utama adalah gadis dengan rambut dikuncir kuda. Gadis itu bermata besar, dengan wajah oval, dan ada tahi lalat kecil di dagu. Gadis bertahi lalat itu sedang membiarkan teman laki-laki membantu memakai helm. Di kos itu mereka terkenal sebagai lima sekawan. Pimpinannya adalah Bimala, bertubuh tinggi besar dan berambut cepak. Tidak ingin terlihat feminism, Bimala lebih suka dipanggil Bima.
"Kalian berani sebut nama gue, Bimala. Awas aja kalau pulang tinggal tulang!"
Itu adalah ancaman klasik yang selalu dilontarkan Bimala. Tentu saja, tidak ada yang cukup bodoh untuk menentangnya karena Bimala memang jago beladiri karate. Orang-orang masih sayang nyawa daripada berurusan dengan gadis tomboy.
Gadis kedua adalah Cahaya. Sama seperti namanya, gadis itu putih bersih dengan rambut yang dicat pirang. Cahaya punya cita-cita menjadi penyanyi rock. Sekali Cahaya bernyanyi, satu kos akan menutupi telinga mereka.
"Bagus, dong. Berarti suara gue menggegelar dan berpower." Cahaya sangat percaya diri dengan penampilan dan suaranya.
Gadis ketiga adalah Jihan. Berambut panjang yang sering dikepang. Jihan baru datang ke kota selama dua tahun ini dan aksen bicaranya masih sangat kental dengan logat daerah. Meski begitu, Jihan sangat baik dan pintar memasak, menjadikan alasan utama untuk berteman dengannya.
"Yo, ndak gitu. Aku ini masak yo buat kalian semua. Lagi pula, kalian suka sambel terasi masakanku, to!"
Tentu saja, semua orang menyukai Jihan. Tidak peduli kalau saat gadis itu memasakn sambel terasi yang berakibat fatal, yaitu satu kos bersin-bersin semua. Tapi, semua orang mengakui masakan Jihan memang enak.
Gadis terakhir adalah Kyomi. Berambut kecoklatan sebahu dengan tinggi 155 dan wajah mungil. Sekilas terlihat, Kyomi lebih mirip anak SMA dari pada anak kuliah karena terlalu imut untuk umurnya. Hari ini, Kyomi ada rencana wawancara untuk magang, dan sedang bersiap pergi dengan teman-temannya memberi tips.
Satu-satunya laki-laki dalam grup itu dan dikenal paling cerewet adalah Raka. Merasa kalau harus bertindak sebagai pelindung, Raka yang tinggi dan kurus banyak memberi saran pada Kyomi.
"Ingat, kalau mau menyeberang, motor harus berhenti. Lo lihat kanan kiri baru jalan!"
Kyomi mengangguk. "Oke, lihat kanan kiri trus jalan."
"Pintar. Tapi kalau ada orang reseh, misalnya ngebut dan nyalip lo. Jangan mau kalah, kejar diaa!" ucap Bimala berapi-api.
Jihan memukul pundak Bimala sambil melotot. "Ndak boleh gitu. Cari bahaya namanya."
Bimala mengangkat bahu. "Hanya saran."
Cahaya berdehem, menangkup wajah Kyomi. "Dengerin gue. Soalnya gue pengalaman sama motor ini. Pokoknya lo harus ingat nggak punya sim, jangan ngebut, lihat-lihat jalan dan kalau sampai motor gue lecet kena aspal, gue sumpahin lo jadi perawan tua!"
Kyomi meleletkan lidah. "Sumpah lo nggak mempan! Hampir tiap hari lo nyumpahin gue kalau lagi kesal."
"Udaaah! Diam semua!" teriak Raka. "Udah waktunya Kyomi berangkat. Hati-hati pokoknya dan semoga wawancaranya berhasil."
Kyomi melaju dengan sepeda motor milik Cahaya. Ia bisa naik motor memang tapi mengakui tidak sepandai teman-temannya. Lagi pula, selama sekolah ia lebih banyak naik angkutan umum atau juga busway. Belajar naik motor pun saat sudah SMU. Hari ini ia dipanggil untuk wawancara magang di sebuah kafe. Tentu saja ia harus datang. Ia sedang membutuhkan biaya untuk melakukan sesuatu karena orang tuanya tidak akan memberikan.
Kyomi tinggal berasam orang tuanya, tidak jauh dari kos-kosan itu. Setiap hari lebih banyak menghabiskan waktu di kos dari pada di rumah. Itu karena ia punya satu adik laki-laki yang super jahil dan membuatnya tidak betah di rumah.
Membutuhkan waktu 30 menit, Kyomi tiba di kafe. Ia disambut sesama pegawai magang dan langsung wawancara dengan manajer kafe. Seorang laki-laki berusi 30 tahun dengan kacamata dan berkumis tipis. Sang manajer bernama Ikbal dan menyamakan dirinya tampan setara dengan Iqbaal, mantan personel Coboy Junior. Tentu saja tidak ada yang percaya kata-katanya karena memang kenyataannya mereka tidak ada kemiripan sama sekali.
"Selamat, Kyomi. Kamu diterima magang di kafe ini." Ikbal mengulurkan tangan pada Kyomi. "Sebagai manajer, aku ucapkan selamat datag dan kamu bisa langsung bekerja dari ini."
Kyomi melongo. "Pak, langsung kerja."
"Iya, langsung kerja. Sana, kamu ke bagian belakang dan ganti baju. Ingat, jangan malas."
Kyomi lagi-lagi mengangguk. "Terima kasih, Pak. Anda sungguh baik, memberi saya kesempatan."
Ikbal tertawa lalu bersenandung lirih. "Kamuu, buat aku tersipu. Buatku malu-malu, saat bersamamu."
"Lagu Coboy Junior, Pak?"
"Ahai, lagu kembaranku."
Kyomi bersikap bijak dengan tidak mengatakan apa pun. Ia pergi ke ruang ganti bersama teman baru dan langsung bekerja melayani pelanggan. Kafe yang menyediakan kopi dan aneka makanan daerah itu ternyata sangat ramai pengunjung, terutama saat siang. Letaknya yang strategis di tengah perkantoran membuat kafe menjadi pilihan untuk bersantap. Padahal, secara harga tidak murah menurut Kyomi. Satu porsi nasi ayam dengan sayur asam dihargai 50 ribu.
"Di warteg dekat rumah, nasi ayam sama sayur asam palingan nggak sampai 20 ribu. Sama Jihan malah gratis."
Kyomi bersikap bijak untuk tidak mengatakan apa pun, tetap bekerja hingga malam menjelang dan kakinya tidak bisa lagi berdiri karena kelelahan. Saat jam kerjanya selesai, Kyomi berganti pakaian dan berniat pulang. Tidak pernah bekerja sebelumnya membuat tubuh Kyomi lemas dan tidak bertenaga. Nyaris jatuh saat menyalakan mesin motor.
Ia tidak tahu apa penyebabnya, kenapa motornya mendadak oleng tapi di ujung parkiran Kyomi hampir jatuh. Motornya tergelincir, oleng dan akhirnya ambruk ke samping dan menimbulkan bunyi "bruk" yag cukup keras. Kyomi ternganga, buru-buru bangkt dari motor untuk mengusap dada.
"Syukurlah, motornya nggak kena aspal."
Motor memang tidak kena aspal tapi ambruk menimpa sebuah mobil mewah warna silver. Pemilik kendaraan membuka pintu, menatap motor yang bersarang di atas mobilnya dengan wajah tidak senang. Kyomi melihat sosok menjulang di belakangnya, tidak tahu kalau orang di belakangnya adalah si pemilik mobil. Ia menoleh cepat dan saat mereka bertatapan, seperti melihat malaikat maut. Padahal, tidak pernah mati sebelumnya. Hanya saja itu ungkapan yang benar untuk menggambarkan laki-laki itu.
.
.
.
Di Karyakarsa bab 1-4
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro