Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Serpihan 3

"Hei, silent girl...," panggil seseorang. Mystina menoleh. Dilihatnya Ario mendekat. "Katanya lagi jatuh cinta, ya? Sama siapa?"

Mystina terdiam.

"Bisa juga elu jatuh cinta. Semoga bukan sama gue, ya," harapnya. "Kalau sama elu, bisa-bisa gue kayak pacaran sama patung. Nggak bisa ditanya," gelaknya.

Mystina cemberut. Pasti ini karena peristiwa tadi. Dan ceritanya sudah menyebar di segala penjuru sekolah.

Tiba-tiba Ario malah duduk di sebelah Mystina. Dilihatnya arah mata Mystina. Diikuti kemana pandangannya tertuju. Berpikir sejenak. Lalu tersenyum. "Aha! Gue tahu," teriaknya. Membuat semua orang yang ada di sekitar mereka menoleh.

Penasaran. Mungkin itu yang tersirat dari wajah-wajah para siswa di sekitar meja Mystina saat itu. Tapi melihat Mystina dan Ario, mereka seperti sudah hapal dengan tingkah laku keduanya. Sebagian kembali asyik dengan makan siangnya. Beberapa pasang mata tetap waspada mengamati keduanya. Sisanya cuek.

Mystina terkejut. Masih dalam diam. Diperhatikan wajah Ario yang bersinar ceria itu.

"Bayu, ya?" tebaknya. Lalu terbahak. Belum sempat Mystina bereaksi, Ario sudah lari menjauh.

Kembali beberapa pasang mata mengikuti kemana arah pergi Ario. Beberapa tetap memperhatikan ekspresi Mystina.

Apa-apaan itu, batin Mystina. Hatinya jengkel. Kediamannya selama ini selalu saja dijadikan sasaran keusilan teman-temannya. Bully. Ya, bully adalah makanan sehari-hari pendengaran Mystina. Bukan tak ingin membalas. Tapi seperti ada kekuatan gaib yang sulit Mystina lawan saat ingin berbicara.

Tak ada satu siswa pun yang menjadi teman akrabnya. Bahkan teman sebangkunya juga tidak menghiraukannya. Seolah kehadiran Mystina hanya angin lalu saja. Kalau pun ada yang mengajaknya bicara, itu hanya karena mereka satu kelompok dengan Mystina. Mengerjakan tugas bersama. Itu pun hanya dijawab Mystina dengan kalimat singkat. Ya atau tidak pun terkadang hanya sebatas anggukan kepala atau sebuah gelengan lemah.

Tiba-tiba pandangan Mystina menangkap sesuatu yang ganjil. Di depan kelas IPS 2, Ario menepuk pundak Bayu. Lalu telunjuknya mengarah padanya. Ario seperti menggumamkan sesuatu pada Bayu, lalu keduanya menoleh padanya. Seringai Ario terlihat jelas sekali meski jarak mereka tidak terlalu dekat. Bayu terlihat bingung. Bahkan seperti orang yang tidak percaya.

Mystina mengalihkan pandangan. Cepat-cepat dihabiskan makan siangnya. Diteguk es teh manisnya sesegera mungkin. Lalu beranjak meninggalkan kantin.

Mystina geram. Mungkin orang yang melihatnya akan berpikir kalau dia malu. Tidak. Mystina menahan marah. Mukanya merah. Marah karena dia tak bisa melawan. Tak mampu berbicara.

Langkahnya cepat. Menuju tempat favoritnya. Sudut belakang gedung sekolah. Seketika itu juga, dihempaskan badannya ke pohon Akasia. Mystina duduk bersandar. Menanti bel istirahat selesai. Pikirannya kusut.

"Selalu saja begitu," gerutunya.

Ario, bukan teman sekelas Mystina. Ario dari kelas XIB. Sementara Mystina kelas XIC. Ario memang terkenal usil. Dan Mystina dikenal pendiam. Reputasi keduanya sudah diketahui seisi sekolah. Karena tahu diamnya Mystina seperti apa, maka Ario semakin penasaran dan menjadi-jadi. Namun Mystina tetap bungkam. Seberapa pun jengkelnya dia.

"Hai," sapa sebuah suara.

Mystina terkejut. Kepalanya menengadah ke atas mencari tahu siapa yang memanggilnya. Ditatapnya laki-laki bertubuh tambun di hadapannya. Mystina semakin terkejut. Dia mengenal kakak kelasnya itu. Ini pasti ulah Ario, batinnya semakin geram.

"Ada apa? Kata Ario, elu nyari gue."

Seperti tersihir mantra ajaib, Mystina refleks langsung melongo. Seolah tersadar kembali, cepat-cepat Mystina menggeleng.

"Tapi tadi Ario bilang gitu," ucapnya meyakinkan. "Katanya, elu nyariin gue. Penting."

"Kak Bayu mungkin salah dengar," kata Mystina. Sorot matanya tegas. Meyakinkan lawan bicaranya kalau dia bersungguh-sungguh.

Seperti kecewa, Bayu mengangguk pasrah. "Sori, ya, mungkin gue memang salah."

Mystina mengangguk.

Bayu berbalik. Lalu terdengar gumaman-gumaman lirih. "Ario kurang ajar. Berani-beraninya ngerjain gue. Awas dia kalau ketemu."

Mystina masih memandangi punggung Bayu. Tatapannya terheran-heran mengawasi kepergiannya. Dilihatnya telapak tangan Bayu yang mengepal. Mystina yakin Bayu pasti marah dipermainkan Ario.

Seiring hilangnya Bayu dari tatapan Mystina, bel pun berdering. Mystina bangun. Ditepuk-tepuk roknya yang tertempel rumput-rumput kering. Kemudian melangkah pasti kembali ke kelasnya hingga pelajaran berakhir nanti.

**

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro