Praaang ....

Suara kegaduhannya mengejutkan Mystina. Mendegupkan irama jantungnya lebih cepat. Sementara serpihan kaca berjatuhan di lantai. Dan darah menetes ke rok abu-abunya.

"Duuuh, bagaimana ini?" batinnya panik. Tak lagi diperhatikan luka di lengannya.

"Ada apa?" tanya penjaga toko. Tergopoh-gopoh dia mendekati Mystina. Raut wajahnya berubah khawatir saat menyadari noda merah menitik di lantai tokonya. Meski terselip sedikit kemarahan di sana.

Beberapa pengunjung lain mulai menghampiri. Penasaran ingin tahu kekacauan apa yang telah terjadi. Mystina semakin panik. Dia kebingungan. Seraya menutupi mulutnya dengan sebelah tangan, tangan sebelahnya menunjuk pecahan-pecahan kaca di sekitar kakinya. Menambah noda darah di lantai.

"Aa ... maaf, Pak. Sa-saya nggak sengaja," ucapnya ketakutan. Juga panik sekaligus.

"Tanganmu terluka," tunjuk penjaga toko. "Mari sini di perban dulu. Ada kotak P3K di belakang." Bergegas dia meninggalkan Mystina.

"Ta-tapi...." Mystina bergeming. Dia ketakutan.

Para pengunjung yang awalnya ingin tahu, satu per satu mulai membubarkan diri. Mungkin mereka tak lagi tertarik untuk mencari tahu apa yang terjadi. Anggap saja kebodohan remaja ceroboh.

Semenit kemudian, penjaga toko kembali muncul dengan membawa kotak P3K di tangannya. "Ayo, sini. Obati dulu tanganmu," panggilnya.

"Ta-tapi ... belingnya berantakan."

"Sudah, sini. Biar nanti disapu. Obati dulu lukanya," sahut si penjaga toko.

Mystina menurut. Didekati penjaga toko berpenampilan rapih itu. Umurnya mungkin setengah abad. Tapi gerakannya segesit anak muda.

"Apa yang terjadi?" tanya bapak penjaga toko seraya membuka kotak P3K dan mencari perban serta obat merah.

"A ... aa ...." Mystina bingung. Bagaimana harus menjelaskan hal yang baru saja dilihatnya. Tak tahu harus memulainya dari mana. Bahkan tak yakin apa ceritanya bakal dipercaya atau tidak.

***