Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

-05.3-

[SEGERA TERBIT CEK IG @COCONUTBOOKS]


Celine segera melepas pegangan tangannya pada rahang bawah Reinald yang terasa sedikit kasar karena bakal-bakal rambut halus. Ia berdeham untuk mengurangi rasa canggung serta mengelap kedua telapak tangan pada pakaian yang ia kenakan, mencoba untuk menghilangkan sensasi geli yang ia dapatkan tadi dari bakal rambut halus Reinald.

"Gak apa-apa?" tanya Celine sambil mencoba melihat dagu Reinald melalui celah tangan besarnya.

Reinald melepaskan pegangan tangannya lalu mendongakkan wajah agar Celine dapat melihat dagunya dengan jelas, "lihat sendiri... aku gak bisa lihat daguku sendiri."

Celine kembali mendekatkan wajahnya pada wajah Reinald. Ia takut kepalanya yang cukup keras akan membuat rahang bawah Reinald bergeser maupun sedikit retak, mungkin.

"Merah banget," kata Celine sesudah mengamati dagu Reinald dengan jelas. Dagu Reinald benar-benar merah pada ujungnya. Celine harap, dagu Reinald tidak akan lebam. Meskipun jarang terlihat dagu orang lain yang lebam, tapi tidak menutup kemungkinan tidak ada kan?

"Kamu harus tanggung jawab," kata Reinald yang sudah duduk di sofa panjang tempat Celine duduk tadi.

Mau tidak mau Celine mengikuti Reinald untuk duduk di samping pria itu, namun ia menyisakan sedikit jarak di antara mereka berdua. "Iya, aku akan tanggung jawab. Aku turun untuk beli obat sebentar," jawab Celine patuh sambil berdiri dari sofa kemudian berjalan memutari sofa menuju pintu.

Reinald membalikkan tubuhnya untuk menangkap lengan Celine dengan kuat, "aku mau pertanggung jawaban dalam bentuk lain."

Celine berhenti melangkah kemudian melepas pegangan tangan Reinald, ia merasa jantungnya berdegup kencang... tidak seperti biasanya, terlalu cepat serta suhu tubuhnya tidak normal... benar-benar panas.

"A-aku harus bagaimana?" tanya Celine terbata-bata, mencoba untuk menenangkan jantungnya. Apakah ia terkena serangan jantung ringan?

Celine mencengkram erat sofa kemudian duduk kembali di samping Reinald sambil memegang jantungnya.

"Ada apa? Kamu kenapa?" tanya Reinald saat mendapati keringat mengucur deras dari pelipis Celine, ruangannya begitu dingin... bagaimana bisa Celine berkeringat seperti itu?

Reinald segera mengeluarkan sapu tangan yang terlipat rapi dari saku dalam jasnya kemudian mengulurkannya pada Celine. Namun Celine tidak kunjung menerima sapu tangannya sehingga Reinald berinisiatif untuk mengusapkan sapu tangannya pada pelipis Celine dengan lembut.

Tindakan Reinald secara tidak langsung membuat degupan jantung Celine semakin cepat, keringat yang mengucur juga semakin banyak.

"Hei, kamu baik-baik saja?" tanya Reinald lagi. Ia sudah menghentikan usapannya. Kedua tangan Reinald beralih untuk memijat bahu Celine lembut kemudian memutar tubuh Celine untuk menghadapnya.

Reinald menempelkan punggung tangan pada kening Celine kemudian menempelkannya pada keningnya sendiri... mencoba untuk membandingkan suhu tubuhnya dan Celine. "Kenapa tubuhmu dingin? Kamu sakit?" tanya Reinald sambil berjalan menuju meja dan meraih remote AC. Reinald mematikan AC kemudian kembali duduk di samping Celine.

"Bukan... aku tidak tahu apa yang terjadi dengan jantungku... jantungku berdegup tidak seperti biasanya, coba kamu pegang," kata Celine sambil meraih telapak tangan Reinald yang sangat besar, tebal, dan hangat untuk di arahkan pada dada kirinya.

Tubuh Reinald menegang, merasakan detak jantung Celine sama saja dengan memegang dadanya, bukan?

"Tunggu! Lebih baik aku antar kamu ke klinik kantor saja." Reinald segera melepas genggaman tangan Celine dengan kasar. Ia meraih sapu tangannya sendiri untuk mengusap keringat dingin pada keningnya.

"Tapi... benar-benar cepat, tidak seperti biasanya," kata Celine lagi. Kedua tangannya ia letakkan di atas dada kiri, mencoba untuk memeriksa degup jantungnya sendiri.

"Mungkin kamu terkena serangan jantung ringan," jawab Reinald asal sambil memasukkan ponselnya yang ada di atas meja marmer ke saku dalam jas. "Ikut aku, kita ke klinik."

Celine segera berdiri untuk mengikuti langkah panjang Reinald. Namun lambat laun langkah kakinya semakin kecil dan ia tertinggal karena kakinya yang semakin berdenyut. "Tunggu aku! Kakiku sakit."

Reinald berhenti, ia teringat kembali dengan kaki Celine yang masih dibalut perban, "kaki kamu sakit, jantung kamu sakit... apa lagi nanti?" tanya Reinald yang sudah memutar tubuhnya untuk berjalan mendekati Celine yang masih berusaha berjalan mendekatinya namun dengan tertatih-tatih.

"Aku itu selalu sial jika dekat-dekat kamu. Kita baru kenal dua hari, tapi aku sudah masuk rumah sakit lalu sekarang klinik," gerutu Celine saat Reinald sudah berdiri tegap di depannya.

Satu tangan Reinald menopang punggung Celine sedangkan tangan yang lainnya berada di bawah paha Celine.

"Ka-kamu mau apa?" tanya Celine terbata-bata. Jantungnya yang tadi sudah mulai tenang kembali berulah lagi. Celine segera mengulurkan tangannya untuk menjauhkan kepala Reinald yang berada dekat dengan dadanya.

Reinald melepaskan sentuhannya pada tubuh Celine kemudian berjongkok membelakangi Celine.

"Kenapa kamu jongkok di depan aku? aku gak suruh kamu squat jump."

"Naik," perintah Reinald sambil menepuk bahunya sendiri, meminta Celine untuk segera naik ke punggungnya.

"Gak. Gak mau, untuk apa? Aku bisa jalan sendiri," tolak Celine sambil berjalan melewati Reinald.

Reinald yang kesal segera memukul kaki kanan Celine yang bengkak hingga Celine mengaduh kesakitan dan menatap Reinald dengan pandangan membunuh, "sakit!"

"Mau aku papah atau tidak?"

"Aku terpaksa. Bukan berarti aku mau digendong kamu... ini semua karena kamu yang pukul kaki aku." Setelah mengucapkan kalimat itu, Celine memanjat naik ke atas punggung bidang Reinald, ia mengalungkan kedua tangannya pada leher Reinald dengan erat.

"Kamu mau cekik aku?"

"Tidak, aku gak cekik kamu... aku hanya anggap kamu sebagai kuda saja, kuda harus dipegang erat-erat tali kekangnya agar tidak memberontak," jawab Celine asal tanpa melonggarkan lingkaran tangannya.

"Terserah."

Reinald memegang kedua kaki Celine dengan lembut, mencegah untuk melukai Celine lagi. Reinald berjalan menuju pintu ruangannya kemudian membuka pintu setelah melepaskan salah satu pegangannya pada kaki Celine. Ia tertawa geli dalam hati, sebenarnya ia tidak perlu memegang kedua kaki Celine karena dia dengan sendirinya telah mengaitkan kedua kakinya dengan erat pada perut Reinald, seperti koala yang memeluk batang pohon.

Maria yang mendengar suara pintu terbuka segera mengalihkan pandangan ke pintu. Ia mendapati Reinald tengah memapah Celine, "mau saya bawakan kursi roda, Pak?"

"Tidak perlu," jawab Reinald singkat sambil berjalan melewati Maria yang masih berdiri di belakang meja kerjanya. "Batalkan meeting saya hari ini."

Reinald menekan tombol panah bawah, "enak dipapah?"

"Tidak enak, apanya yang enak... lain kali kamu harus pasang busa di punggung kamu. Punggung kamu terlalu keras, tidak nyaman."

Kata-kata yang keluar dari bibir Celine benar-benar bertolak belakang dengan apa yang ia rasakan saat ini. Punggung dan bahu Reinald benar-benar pelukable, seperti punggung ayahnya yang sering memapahnya saat kecil.

"Jadi kamu berniat dipapah aku lagi?" tanya Reinald sambil berjalan memasuki lift.

"Tidak!" bantah Celine cepat sambil mengamati bayangannya dan Reinald pada dinding besi ruang lift.

Lift berhenti pada lantai lima belas. Saat pintu terbuka, Celine segera menyembunyikan wajahnya pada punggung Reinald. Banyak sekali karyawan Reinald yang berdiri di depan pintu lift yang terbuka.

"Saya keluar dulu," kata Reinald pada karyawannya yang langsung mengurai jalan untuk Reinald sambil menundukkan kepala mereka singkat sebagai tanda salam.

Celine menajamkan telinganya secara tidak sadar ketika mendengar bisikan-bisikan yang tengah membicarakan dirinya dan Reinald.

"Siapa dia?"

"Kenapa bisa dipapah Bapak Reinald?"

"Kenapa dagu Pak Reinald merah?"

"Dia digendong, dagu Bapak Reinald merah... jangan-jangan mereka habis melakukan hubungan panas?!"

Celine semakin menyembunyikan wajahnya pada punggung Reinald. Ia juga mengutuk karyawan-karyawan Reinald yang tidak melihat kakinya yang diperban sehingga mempertanyakan hal-hal yang memalukan!

***

Sambil menunggu, silahkan baca Help Me, Chris!

(kisah Christopher dan Cia--kelanjutan Sweetest Karma dan My Lovely Devils)

Follow akun IG :

sendlyanyourmails && christopherkurnia

Group Line : sendlyanyourmails [silahkan chat aku, dan aku akan invite]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro